Thursday, June 28, 2012

menjadi seorang imam ternyata tak semudah yang aku pikirkan. saat kebaikan tak lagi didengar & kewajiban tak lagi dikerjakan, semua terasa sulit. mungkin kesalahan ada padaku, tak bisa menyampaikan dengan baik, sehingga wajar aja dicuekin.. hmmm...

ya, dulu aku memang yah bisa dibilang seperti remaja zaman sekarang, hura-hura, main sana sini, nabrak kanan nabrak kiri, pokoknya semua dilibas.. yang penting enak.. hahahahaha.
tetapi, sekarang semuanya harus berubah, zaman semakin gila, segila orang-orang sekarang.

hahaha...

Cinta VS "Cinta"



” Ma’af Dit, aku tak bisa “. Suasana seakan tak ada kehidupan, hanya terdengar suara lembut angin yang menusuk pori-pori kulitku. Bukan karena kesunyian yang membuatku terpaku, tapi….

” Dit, anterin ke gramedia yuk ? ” suara itu telah menjemputku dari dunia lamunan.

” Eh….siang bolong gini bengong, entar kesambet loh “. Aku hanya membalas dengan senyuman. Hasan, dialah sahabat baruku yang kukenal

dikost ini yang telah membawaku pada perubahan. ” Yuk ! ” jawabku singkat.

Dalam perjalanan tak henti-hentinya Hasan menggodaku yang dari tadi hanya diam. ” Lagi mikirin apaan sih Dit ?, ngelamun mulu ntar cepet tua loh……” mata melotot dan kerut keningnya adalah ciri khas ketika sedang meledekku. ” Ga ada apa-apa ” hanya senyuman yang terakhir dari kata itu.

” ooo……ya udah klo ga mau cerita “.

Dua bulan sudah kenanganku terkubur, namun kini entah kenapa muncul kembali setelah kemarin malam memimpikan dirinya. Kesunyian malam dan dinginnya malam tak lagi kurasakan karena hangatnya sinar rembulan mulai menemaniku malam itu untuk mengingat kenangan masa lalu. Entah mengapa mata ini sulit kupejamkan, seakan-akan didepanku hadir sesosok wanita yang tak asing bagiku. Dia melambaikan tangan dan bercanda ria dengan temannya.

Dialah gadis yang telah membangunkan cintaku. Sebut saja Rani, dia adalah sahabat Tari teman kampusku. Orangnya asik, mudah beradaptasi dengan teman baru walaupun aku sendiri agak canggung dengan yang namanya perkenalan dengan wanita. Perkenalan trus berlanjut, aku mulai memberanikan diri tuk mengajak dia jalan dan terkadang dia yang memintaku untuk mengantarkannya yang hanya sekedar mencari boneka. Kecanggunganku mulai sedikit hilang ketika dia mulai bercanda denganku dan mulai meminta pendapatku tentang masalah yang dihadapinya. Entah mengapa ketika bersamanya aku seakan-akan menemukan kebahagiaan yang selama ini telah hilang dalam hidupku. Ketika senja tiba, kuingin cepat menggantikan rembulan dengan matahari jika kubisa. Hari demi hari dia tak luput dari pikiranku, walaupun dia bukan satu kampus denganku tapi dia selalu menghubungiku via telpon dan itu membuat rasa rinduku terobati.

*~*

HPku berdering dan kuraih dengan malasnya, ” siapa sih pagi-pagi gini ganggu orang yang lagi enak bermimpi ” gumamku.

” Halo, Dit ” suara itu tak asing lagi ditelingaku.

” Ya halo, ada apa Ran ? ” kontan semangat dipagi itu timbul seketika mengalahkan sisa kantukku.

” Dit hari ini ada acara ga ? “

” mmm… kebetulan minggu ini ga ada acara, emang kenapa ? “

” Anterin aku jalan yuk ! ” suara manjanya mulai muncul. Aku tersipu mendengar kata-kata itu dan tanpa pikir panjang kuterima ajakannya.

” Ayuk…yuk…, emang mo kemana ? “

” Semangat banget sih, anterin aku cari kado buat keponakanku trus anterin kerumahnya, mau ga ? “

” Boleh…buat kamu apa sih yang ga bisa ” entah dari mana aku belajar bergombal terhadap wanita, padahal aku tipe cowo yang sulit berkomunikasi

dengan wanita.

” Ya udah nanti jam 09.00 jemput aku dirumah yah ! daaa… ” tut…tut…tut…

Huuuu……. kurebahkan kembali badan ini dengan kegembiraan hati yang terpancar dipagi hari. Tak biasanya aku menyapa sang surya yang menebarkan

kehangatan sinarnya yang memberikan manfaat bagi tubuh manusia. Kegembiraan itu tak akan pernah kuhapus dalam memori kehidupanku.

*~*

Minggu itu aku menjemputnya sesuai permintaan dan aku mengantarkan mencari hadiah untuk keponakannya. Hampir semua toko mainan kami jelajahi dimall itu, tapi tak satupun mainan yang cocok untuk kami beli. Hampir kami putus asa, tapi keputusasaan itu hilang setelah kami melihat sebuah kotak yang berisi boneka yang paling disukai keponakannya. Tanpa ragu kami langsung menuju toko tersebut dan membelinya. Rasa capek, kantuk dan lelah telah menjadi satu, tapi perasaan itu entah mengapa terasa tak begitu pengaruh pada diriku. Sebelum pergi kerumah keponakannya, kami sempatkan untuk beristirahat dicafe dekat kami membeli boneka.

” Akhirnya setelah sekian lama kita mencari …….. fhuuuhhhh ! “

” Sok puitis deh ! ” ledeknya sambil tersenyum kecil.

” Eh Ran mau makan apa ? “

” mmm …. aku ga makan deh ” jawabnya singkat, mungkin rasa lelah telah menbuatnya kurang berselera makan.

” Ya udah klo gitu aku pesen minuman aja yah ? “

” Ok ! “

Sambil minum kami cerita dan saat itu entah mengapa hati ini mendapat dorongan untuk mengatakan sesuatu padanya.

” mmm……Ran, aku boleh mengatakan sesuatu ga ? tapi …. kamu janji jangan marah yah ? ” rasa ragu mulai menyelimuti hatiku, tapi daya dorong ini semakin kuat.

” Tergantung ” senyuman dibibirnya membuatku terpaku memandangnya. ” Bicara aja lagi Dit, aku ga marah asal jangan bilang kalau kamu ga bisa anterin aku kerumah keponakanku, soalnya dari sini kan lumayan jauh dan aku udah capek “

” Bukan …. bukan itu, aku pasti anterin kamu kok ! “

” Trus apa dong ? jangan bikin Rani bingung deh “

” mmm …… Ran mungkin aku konyol mengutarakan perasaan disaat seperti ini, tapi aku tidak bisa membendungnya lagi ” ku beranikan tuk memulainya.

” maksudnya ? ” kerut keningnya dan tatapan tajam tak luput dari penglihatanku.

” Ran ….. a … aku mulai suka sama kamu ” ku gigit bibir bawahku dan kutundukan pandangan. Tak berani kutatap wajahnya, aku takut melihat ekspresi

wajahnya setelah aku mengatakan hal itu.

Lama tak terjadi kontak bicara diantara kami. Tapi tak lama kemudian …..

” Dit, aku ngerti perasaan kamu, aku jadi merasa bersalah terlalu berlebihan dalam bergaul denganmu sehingga kamu berpikir bahwa selama ini penerimaan ajakanmu dan permintaan untuk mengantarku adalah atas dasar rasa suka padamu. Aku menganggap kamu sebagai sahabatku yang baik yang telah lama kucari selama ini. Kamu mau mendengarkan keluhanku dan menasehatiku. Jadi tak mungkin aku menerimamu sebagai pacarku, aku tak mau kehilanganmu Dit, sebab didalam pacaran ketika rasa cinta telah pudar maka kebencianlah yang berperan dan hal itu tak mau terjadi pada hubungan kita Dit. Jadi aku mohon padamu jadilah sahabatku bukan pacarku. Ma’afkan aku Dit, kamu bisa ngertikan perasaanku ? ” penjelasan itu diakhiri dengan senyuman manisnya. Kuberanikan menatap wajahnya walaupun jeritan dan tangisan hati silih berganti. Kubalas senyumannya dan kuberanikan mengomentari.

” Ya sudah kalau itu memang pendapatmu, aku kan coba tuk nerimanya ” kupaksakan bibir ini untuk senyum.

” Eh Ran udah sore nih, ntar kemaleman lagi kerumah ponakanmu ” cepat kuganti pokok pembicaraan agar rasa sedih ini tak berlarut.

” Kamu ga marah kan Dit ? ” dia menarik lenganku yang sudah siap berdiri. Kuanggukan kepalaku dengan senyuman yang berat dibibir.

Dalam perjalanan kerumah keponakannya hingga kembali kerumahnya tak satu katapun aktif keluar dalam bentuk pertanyaan ataupun canda. Hanya sedikit komentar dari setiap kata-kata yang dia berikan.

*~*

Kuayunkan langkahku menuju pintu kamar kostku. Berat, bukan berarti karena aku lelah atau rasa kantukku, tapi setelah kejadian siang tadi kebahagianku

sedikit mulai hilang. Kulihat sebelah kamarku ada kehidupan diwarnai terangnya lampu. ” Ada pendatang baru ” gumamku tapi tak kupedulikan.

” Assalamu ‘alaikum ” seketika aku berbalik dengan rasa kaget karena aku sedang mencari kunci kamarku diselingi dengan bayangan-banyangan kejadian siang tadi.

” Ya….Waalaikum salam “

” Ma’af kalau saya mengagetkan kamu, saya Hasan orang baru disini, salam kenal ma’af nama kamu siapa ? “

” nama saya Adit, ma’af yah saya capek jadi nanti aja perkenalannya “

” Ma’af kalau saya menganggu ” Senyuman dibibirnya menggambarkan ketulusan hati.

Tanpa ragu ku buka pintu dan segera kututup. Ada sedikit perasaan tak enak pada Hasan karena pembicaraanku tadi yang kurasakan kurang enak didengar, tapi aku membuang perasaan bersalah tersebut. Malam semakin larut tapi kedua bola mataku tak kunjung juga mengantarku pada alam sana. Terdengar suara kehidupan dalam kamar Hasan. Dengan penuh penasaran kuberanikan mengetuk pintu kamarnya sekalian aku mau minta ma’af.

” Ada apa Dit ? ” senyuman itu begitu sejuk dipandang.

” mmm… ga, kamu belum tidur San ? “

” Belum, aku tidak bisa tidur malam ini, entah mengapa mungkin karena aku masih baru kali yah dengan suasana baruku ini “

” ooo….” jawabku singkat

” Ngomong-ngomong ada apa nih Dit ? emangnya kamu juga ga bisa tidur ? “

” Aku mau minta ma’af karena jawaban perkenalan tadi tidak mengenakan “

” Ga apa-apa Dit, aku ngerti kok kamu kan tadi baru datang pasti rasa lelahmu yang membuat kamu bersikap demikian “

” Wah nih orang sabar banget, kebijakan dalam berkata bikin kagum setiap orang yang mendengarkan ” gumamku dalam hati.

Akhirnya aku ngobrol malam itu mulai dari perkenalan sampai dengan pengalaman.

Setelah kejadian malam itu aku semakin dekat dengan Hasan. Tak jarang aku minta pendapat tentang masalah yang sedang kuhadapi. Setiap katanya mengandung makna yang begitu indah bagaikan penyair yang menyampaikan risalah lewat kata-kata bijaknya.

” Dit, rasa cinta itu fitrah. Setiap manusia yang normal pasti akan merasakannya, tapi tergantung kita dalam pengembangan cinta tersebut. Cinta kita kepada lawan jenis atau hobby kita boleh-boleh saja, tapi jangan sampai rasa cinta tersebut mengalahkan cinta kita padaNya “

” Sulit San, hati ini sudah terlanjur suka sama dia. Sekarang alur hidupku saja entah kan kubawa kemana, semuanya serba kebingungan dan saat kuambil keputusan selalu saja kutemui jalan buntu “

” Dit, cinta itu tak harus memiliki dan cinta tak bisa dipaksakan. Jika kita memang mencintai seseorang, kita kan merasa bahagia jika dia menemukan kebahagiannya, walaupun kebahagian itu tidak ditemukan pada diri kita, kita harus ikhlas. Dit, sekarang mengadulah kepada Allah. Mohon petunjukNya untuk membimbing kebimbangan dalam menjalani hidupmu dan jangan terlalu dipikirkan sebab kamu tau sendiri kan bahwa kamu punya penyakit kanker ” Hasan memang benar penyakit yang kuderita selama ini tak lagi kupikirkan. Padahal entah esok atau lusa bahkan mungkin hari ini jika Allah berkenan mengambil nyawa ini, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Kuingat pesan Hasan yang masih terngiang dalam benakku ” Sesungguhnya setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian, jadikanlah ini salah satu prinsip dalam menjalani hidup agar selalu ingat padaNya “. Bergetar seketika seluruh tubuhku entah apa yang terjadi padaku saat itu. Tanpa pikir panjang ku basuh setiap bagian tubuhku dengan air wudhu untuk mengadukan masalah ini pada Penguasa alam semesta.

” Ya Allah, betapa besar dosaku selama ini. Cinta yang kau berikan telah aku salah artikan. Begitu halusnya iblis membisikan arti cinta itu hingga kabut cinta duniawi telah menghalangi arti sebenarnya cinta. Ya Allah, andaikan cintaku padaMu sebesar cintaku padanya bahkan lebih dari itu. Sungguh aku sangat menginginkan hal itu sebelum Kau memanggilku. Ya Allah jadikan cintaku padaMu begitu besar hingga ku tak takut akan kematian bahkan kematian menjadikan gerbang menuju kerinduan menghadapMu ” tak terasa air mata penyesalah telah membasahi pipi dan sajadah. Hatiku sedikit lebih sejuk dan tenang dan tak terasa keseimbangan tubuhku mulai tak stabil dan akhirnya aku tersungkur dalam sujud.

*~*

” Dit, berangkat kuliah ga ? ” Berulang kali Hasan menanggil Adit, tapi tak ada sahutan dari dalam. Hasan memberanikan diri untuk masuk kekamar Adit dan ternyata pintunya tidak terkunci. Dia melihat Adit dalam keadaan sujud dan dia berpikir mungkin dia kesiangan shalat subuhnya. Setengah jam sudah dia menunggu dikasurnya, tapi Adit masih dalam keadaan bersujud. Hasan mulai penasaran dan mulai mendekati Adit, dia coba sedikit menggoncangkan tubuh Adit dan…….” Astagfirullah…….Dit….Dit…..Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, insyaAllah kau telah mendapatkan arti cinta yang sebenarnya. Semoga kau tenang diSisiNya “.

Akibat Khilafku



Allahu Akbar… Allahu Akbar!

Alunan azan membahana dari masjid seantero kota Surabaya. Udara pagi terasa menelusuk tulang hingga mendorong tanganku menarik selimut dan menyempurnakan posisiku, menutupi seluruh bagian tubuhku.

Allahu Akbar… Allhu Akbar!

Seruan itu kembali mengoyak telingaku. Akhh… mataku terasa berat sekali. Kurasakan lelah yang mendera di sekujur tubuh. Kututup kedua telingaku dengan bantal. Aku tak hendak mendengarkan seruan itu.

Asyhadu anlaa ilaaha illalloh…! Aku tak sanggup lagi. Mataku telah tergembok rapat. Semalaman aku berkencan dengan seabrek tugas kantor yang harus kuselesaikan hari kemarin. Keadaan seperti ini sering terjadi saat aku sedang kelelahan tak bisa mengahantarkan tubuhku ke kedinginan air yang menyergapku. Aku kalah pada keadaan. Sebenarnya tidak juga begitu. Aku terserang penyakit malas. Karena kesibukanku yang makin menggila. Aku rasa, aku butuh istirahat yang cukup.

***

Kriiingg… kring…! suara jam weaker mengejutkanku hingga aku terbangun dari tidur yang tak begitu nyaman. Pukul tujuh. Artinya, aku harus segera bersiap-siap pergi ke kantor. Aku harus lekas menemui relasi dan klien-klienku, tak boleh terlambat. Tak lama kemudian, hand phoneku berdering.

Hallo… dengan Rio, ada apa menghubungi saya pagi-pagi begini?

…………

Baik saya segera ke kantor!

Dalam sekejap BMW-ku melaju melewati jalanan kota yang mulai dilanda macet dan berbaur dengan aroma CO2. Udara yang seharusnya masih segar dan sehat sepagi ini, telah dilalap kentalnya kadar karbondioksida yang membanjiri Surabaya. Namun aku sudah bersahabat dengan segala keadaan ini, karena mencari uang adalah hidupku. Kesibukan duniawi yang membawaku kepada kenyamanan lahir, telah membuatku puas.

Dulu, waktu Ibu masih hidup, aku selalu dibanjiri oleh nasihatnya agar aku tak meninggalkan shalat. Tapi nikmatnya dunia kini membuatku berpikir, untuk apa aku shalat? Toh rezeki itu aku yang kejar sendiri. Ia tak akan datang ketika aku hanya berdiam diri dan shalat di rumah. Kalau aku begitu, jadilah aku orang yang miskin, yang hanya mengharap belas kasihan orang lain untuk dapat makan barang sehari. Tak mungkin uang akan turun dari langit seperti hujan. Mustahil. Dan jadi orang miskin itu hanya merusak martabat manusia. Membuat aib saja.

Assalamualaikum! Selamat pagi, Bos! sapa seorang karyawan.

Pagi.. aku menjawab tanpa menoleh. Aku menerobos ruang dan waktu, berjalan angkuh layaknya seorang bos. Itulah hari-hariku. Ya, seperti yang aku ceritakan sebelumnya. Aku puas dengan semua kecukupan yang aku miliki sekarang. Limpahan harta. Kesenangan dunia membuatku perlahan melupakan bahkan tak merasa ada orang yang telah melahirkanku dulu. Bagiku, itu memang sudah takdir. Dan sekarang aku bisa mengubah takdir dengan tanganku. Haahh… aku senang dengan hidupku.

***

Ruang kantorku sengaja dirancang kedap suara, karena aku menginginkan kenyamanan ketika berada di dalamnya. Aku tak mau terganggu oleh deru mesin kendaraan yang berlalu hilir mudik di sekitar kantorku. Memang, letak kantorku sangat strategis. Dan aku tak sadar, bangunan seperti itu juga telah melalaikanku dari mendengarkan suara azan. Tiba-tiba ada perasaan tak nyaman hinggap di bagian tubuhku yang paling dalam. Menyeringai, menelusuk relung hatiku. Aku merasakan ketaknyamanan tak bertepi. Jangan lupa sholat Nak!… sekelebat bayangan wanita 50 tahun-an lewat di ruang otakku. Namun segera kuenyahkan perasaan dan bayangan itu.

Tok..tok..tok!

Partikel-partikel pada daun pintuku bergerak menghasilkan gelombang bunyi yang berfrekuensi tinggi dan mengejutkanku.

Masuk! jawabku sekenanya.

Pak Rio, saya minta izin 15 menit keluar dulu…!

Sari kemarin kok izan, izin… Bapak tidak lihat apa kantor kita sedang banyak orderan?! Baru setahun jadi karyawan di sini sudah berani sering-sering izin!

Iya, saya tau, Pak… insya Allah nanti setelah saya kembali, saya selesaikan tugas saya.

Baiklah! Sepuluh menit! Aku marah.

Entah apa yang membuatku marah. Mungkin rasa berkuasalah yang selama ini telah mengalahkanku. Selama ini memang aku selalu sensitif jika sedang berhadapan dengan karyawan-karyawanku. Aku selalu memposisikan diriku sebagai bos. Aku merasa bahwa aku berkuasa atas hidup mereka. Aku merasa hidup mereka ada di tanganku. Kapan pun aku bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan. Dan selama ini, jika ada karyawan yang ku-PHK, banyak dari mereka yang memohon-mohon padaku untuk dikembalikan pekerjaannya.

Tapi kurasakan keanehan kini, aku merasa tak enak hati setelah memarahi Pak Halim, seorang karyawan yang setiap pukul 12.00 dan 15.00 meminta izin untuk keluar sejenak. Yang mukanya selalu teduh menghadapi keegoisanku. Selalu sabar menghadapi luapan emosiku yang kerap meledak-ledak di hadapannya.

Setahuku dia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tapi aku juga tahu dia mempunyai potensi yang besar untuk memajukan perusahaanku. Karena itulah, aku tetap mempertahankannya di perusahaanku. Pun ia tak pernah melalaikan tugasnya. Ia sangat bertanggung jawab. Lantas apa yang membuat aku marah-marah padanya hari ini dan tak jarang pada hari-hari lain?

Lama sekali orang ini! Aku membatin sambil menunggu Pak Halim yang sudah hampir setengah jam tak muncul- muncul juga di hadapanku.
Aku tahu, Pak Halim izin keluar hanya untuk menunaikan shalat; yang seharusnya aku pun melakukannya. Namun karena sering melalaikannya, aku jadi terbiasa tidak melaksanakan shalat. Aku tak merasa berdosa. Aku membiasakan diriku tuk tidak mendengarkan hatiku.

Maaf, Pak! Tadi saya harus…

Ah… Alasan saja Anda ini! Mulai besok, Anda tidak boleh duduk di kursi itu lagi!

Pak Halim paham apa maksud ucapanku dan ia lalu berpamitan setelah mengucapkan terima kasih.

***

Sejak kejadian itu, aku kini sering merenung. Aku sendiri kini yang harus memikirkan nasib perusahaanku. Dalam kondisi diriku yang seperti ini, bayangan wanita tua yang selalu mengingatkanku akan shalat pun selalu muncul setiap kali aku membutuhkan konsentrasi untuk memikirkan nasib perusahaan. Keputusan yang kuambil tak pernah tepat kini. Alhasil, perusahaanku pun gulung tikar. Utang di mana-mana.

Aghhhhrrrhhh…! Aku marah pada diriku sendiri. Aku terlalu egois. Kalau saja Pak Halim masih mendampingiku, aku tak akan sesusah ini. Ah… aku menyesal.

Kustarter BMW-ku, mesin berbunyi halus. Tanpa konsentrasi yang penuh, aku melaju.. Kali ini tak tahu aku akan pergi ke mana. Aku tak tahu, ingin aku kembali ke kampung halaman, meminta maaf pada ibuku, menziarahi kuburnya, aku malu. Pun begitu juga kepada saudara-saudaraku. Pak Halim, yang terkadang menjadi tempat curhatku, kini tak ada lagi di sampingku.

Nak, bagaimanapun, jangan tinggalkan shalat! Itu adalah ibadah yang pertama kali dihisab. Tiba-tiba bayangan Ibu muncul lagi di kaca depan mobilku. Menghalangi pandanganku ke depan.

Nak! Kembalilah kejalan Tuhan-Mu! Kali ini keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Aku menggigil. Perasaanku tak karuan.

Nak! Ingatlah… semua harta benda hanya titipannya… kembalilah!

Tidaakk…! Klakson dari mobil belakangku membuat konsentrasiku makin membuyar. Sorotan cahaya lampu dari mobil yang berlawanan arah denganku menyilaukan pandangan ini, saat bayangan Ibu hilang, yang kulihat hanya cahaya terang. Terang sekali, hingga aku tak nyaris buta. Klakson dari belakang terus beriringan.

Ciiitttt! Brakkkk!!

Aduhh… kurasakan nyeri yang tak terperi di bagian kepalaku. Cairan hangat mengalir dari kedua telingaku. Aku tak dapat menahan rasa nyeri yang amat sangat ini. Bu,… maafkan aku…!

Ini peringatan buatmu, Nak! Kembalilah! itu adalah kalimat terakhir ibu yang masih dapat kudengar dan kuingat. Ingatanku hilang seiring hilangnya bayangannya.

***

Di mana aku? Mana Ibu ..? Samar-samar kulihat wajah yang tak asing itu duduk di sampingku.

Pak Halim? Kau kah yang membawaku ke rumah sakit ini?!sembari bertanya-tanya pada diriku sendiri, mulutku terus berkomat-kamit.

Pak Halim hanya memandangiku haru. Air matanya mengalir. Sesekali ia seperti mengucapkan sesuatu kepadaku. Tapi aku tak mendengar apa-apa. Astaghfirullohalazhiim…!!! ku berteriak mengharapkan ampunan dari Allah. Namun lagi-lagi, aku tak mendengar teriakanku sendiri. Tiba-tiba telingaku sakit. Dan aku baru sadar, kecelakaan malam itu membuatku tak dapat mendengar dan mungkin juga tak dapat berbicara. Aku tuli.

Tak ada yang lain yang bisa kulakukan. Hanya jeritan dalam hati yang mampu aku teriakkan. Tubuhku menggigil, kurasakan ngilu di ulu hatiku, seperti ditusuk sembilu. Dalam dan semakin dalam. Aku ingin shalat. Jam di dinding kamar putih itu menunjukkan pukul dua belas siang, waktu yang aku gunakan untuk memarahi Pak Halim yang izin keluar untuk melaksanakan shalat. Waktu ketika aku sering mengunci rapat-rapat telingaku dari suara azan yang mengalun syahdu. Dan kini suara itu benar-benar tak dapat lagi kudengar. Selama-lamanya.
sumber : majalah annida

Friday, June 22, 2012

Memimpin dengan Rendah Hati



Pemimpin, kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah pelayan umatnya. Bukan sebaliknya, bagai “raja” yang selalu minta dilayani

Setelah diumumkan pengangkatannya menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz menyendiri di rumahnya. Tak ada orang yang menemui, beliau pun tak mau keluar menemui seorang.

Dalam kesendirian itu, beliau menghabiskan waktu dengan bertafakkur, berdzikir, dan berdoa. Pengangkatannya sebagai khalifah tidak disambutnya dengan pesta, tetapi justru dengan cucuran air mata.

Tiga hari kemudian beliau keluar. Para pengawal menyambutnya, hendak memberi hormat. Umar malah mencegahnya. “Kalian jangan memulai salam kepadaku, bahkan salam itu kewajiban saya kepada kalian.”

Itulah perintah pertama Khalifah kepada pengawal-pengawalnya.

Umar menuju ke sebuah ruangan. Para pembesar dan tokoh telah menunggunya. Hadirin terdiam dan serentak bangkit berdiri memberi hormat. Apa kata beliau?

“Wahai sekalian manusia, jika kalian berdiri, saya pun berdiri. Jika kalian duduk, saya pun duduk. Manusia itu sebenarnya hanya berhak berdiri di hadapan Rabbul-’Alamin.”

Itulah yang dikatakan pertama kali kepada rakyatnya.

Buka Hati

Sikap pemimpin dalam Islam, sejatinya memang harus demikian. Sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pemimpin adalah pelayan umatnya.

Sabda Nabi itu sungguh istimewa, sebab seorang pemimpin biasanya seperti seorang raja. Dan sebagai khalifah, Umar bin Abdul Aziz mewarisi budaya yang demikian itu; hidup dalam gelimang kemewahan dan kekuasaan.

Ternyata Umar tidak serta merta meneruskan budaya yang sebenarnya menguntungkannya secara pribadi itu. Beliau tak mau dihormati berlebihan dan hidup dalam kemewahan. Ia memilih sikap rendah hati dan sederhana.

Sebagai pemimpin besar, bersikap rendah hati, sederhana, dan melayani tentu tidak mudah. Apalagi bila kesempatan bermewah-mewah itu memang terbuka di depan mata, siapa tak tergiur?

Di negeri kita ini, kedudukan dan jabatan malah jadi rebutan. Bahkan banyak yang mati-matian berkorban apa saja, dengan segala cara, untuk mendapatkannya. Setelah berhasil meraihnya, pertama kali yang dilakukan adalah pesta kemenangan. Kemudian segeralah digunakan aji mumpung. Sim salabim, jadilah OKB (Orang Kaya Baru). Gaya hidup dan pergaulannya berbeda dengan sebelumnya. Seolah menikmati kemewahan itulah memang impiannya.

Mari kita membuka hati ini. Dengan berbagai upaya dan gaya hidup mewah itu, apa sih sesungguhnya dicari? Dengan mobil mewah, rumah megah, pakaian serba mahal, apa sebenarnya yang dirindukan lubuk hati? Mungkin terdetak dorongan hidup terhormat dan dimuliakan.

Tentu mencapai hidup seperti itu suatu yang normal saja. Malah aneh kalau ada orang bercita-cita hidup hina dan direndahkan. Tetapi benarkah kemuliaan dan kehormatan dapat dicapai dengan hidup berbungkus kemewahan? Coba sebutkan nama-nama orang yang menggetarkan hati karena kemuliaan dan kehormatannya. Cermati satu per satu. Benarkah hati Anda terkesan karena kemewahan mereka?

Mari kita bercermin kepada Umar. Kita tenangkan hati dan jernihkan pikiran sejenak. Andai beliau memilih cara hidup mewah dan bermain kekuasaan sebagaimana raja-raja yang lain, akankah memiliki nama harum seperti saat ini?

Mungkin saja kemewahan singgasana bisa menjadi topeng kemuliaan di muka rakyat. Tetapi berapa lama “kemuliaan” seperti itu bisa bertahan?

Lihatlah para pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kesombongan dan kemewahan. Bagaimana akhir kehidupan mereka? Masa tua tidak hidup damai, malah gundah gulana karena dijerat hukum. Terbukti bahwa kemuliaan yang dibungkus materi hanyalah semu dan tipuan belaka.

Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai orang-orang sombong. “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.” (Luqman: 18-19)

Misi Mulia

Ya, memang tidak mudah untuk selalu rendah hati dan memilih hidup melayani. Apalagi kalau terjebak pada dorongan biologis dan egoisme semata. Maunya justru dilayani.

Ketika sedang memegang kekuasaan, yang dipikirkan adalah apa yang dapat diambil dengan posisi ini, bukan kebaikan apa yang dapat diberikan pada orang lain. Melayani dirasakan sebagai suatu kehinaan, seolah yang harus melakukan adalah orang-orang rendahan. Padahal melayani inilah misi mulia yang sebenarnya diamanahkan Allah kepada hamba-Nya yang terpilih; Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti jejaknya.

“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (Al-Anbiyaa’: 107). Dengan berbagi rahmat, tersebarlah belas kasih dan kedamaian dalam kehidupan.

Dalam bekerja, seorang pemimpin akan senantiasa berpikir bagaimana karyawannya sejahtera. Karyawan pun berpikir bagaimana bisa memberikan layanan terbaik melalui pekerjaannya.

Sebagai pemimpin keluarga, seorang ayah yang mengasihi keluarganya akan mengantar pada suasana sakinah. Anak-anaknya pun termotivasi untuk meneladani dan berbakti kepada kedua orangtuanya.

Setiap orang yang melayani dengan ikhlas berarti telah berpartisipasi menebar rahmat ke seluruh alam. Itulah tugas terhormat seorang pemimpin. Dan setiap kita pada hakikatnya adalah pemimpin, begitu sabda Rasulullah.

Bila setiap orang berpikir minta dilayani, yang terjadi justru krisis. Pemimpin minta dilayani stafnya. Majikan memeras para karyawan. Petugas mempersulit rakyat. Orientasinya bukan rahmatan lil ‘alamin, tetapi keuntungan pribadi.

Kekayaan alam yang mestinya untuk kesejahteraan rakyat, malah dikuras untuk bermewah-mewah diri dan kroninya. Hutan digunduli sehingga banjir dan longsor di sana-sini. Rakyatlah yang jadi korban.

Melihat perilaku pemimpin yang seperti itu, rakyat pun ikut-ikutan mencari keuntungan sendiri. Sudah kaya dan berkecukupan, namun belum bersyukur dan malah berebut bantuan yang mestinya untuk fakir miskin. Sungguh cara hidup yang tidak akan berujung kepada kemuliaan, tetapi justru kehinaan. Dan inilah yang banyak disaksikan di sekeliling kita sekarang.

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Israa’: 16)

Agar mampu rahmatan lil ‘alamin, kita perlu mentransformasi diri. Pusat diri yang sebelumnya egoisme dan hawa nafsu, harus diganti dengan kebeningan nurani.

Sumber Inspirasi

Bayangkan kalau ada orang yang rendah hati, menghormati sesama, dan suka melayani. Tidakkah hati Anda menyukai dan terkesan dengan keikhlasannya?

Orang yang demikian itu akan membahagiakan hati sesama. Kalau dia seorang bapak, keluarganya akan menghormatinya dengan tulus. Kalau seorang ibu, anak-anaknya tentu akan senantiasa merindukan. Kalau seorang pemimpin, tentu akan menginspirasi hati sekalian rakyatnya.

Umar bin Abdul Aziz telah membuktikan keberkahan rendah hati. Meski hanya menjabat dua tahun, terjadi perubahan besar. Akhlak rakyatnya yang sebelumnya buruk seketika berubah menjadi baik.

Umat akan terinspirasi pemimpin yang rendah hati dan teramat jujur itu. Yang menjadi pembicaraan heboh saat itu di berbagai sudut kota, warung, sampai pinggiran ladang di desa adalah masalah iman dan amal shalih. Mungkin seheboh dunia ini ketika dihipnotis oleh perhelatan Piala Dunia yang belum lama berakhir.

Masyarakat giat bekerja dan sejahtera. Kemakmuran mencapai puncaknya. Rakyat berdaya ekonominya dan mereka berlomba menunaikan zakat. Fakir miskin terentaskan sehingga sangat sulit mencari orang yang menerima zakat. Memberi dan memberi, itu yang menjadi paradigma mereka. Bukan meminta dan meminta.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” ( Al-A’raaf: 96)

Alam dan binatang pun digambarkan turut berbahagia. Para gembala yang biasanya takut kambingnya terancam dimakan oleh serigala, saat itu kedua binatang ini seolah berteman saja. Pintu keberkahan dibuka Allah bila manusia telah menunaikan tugas sebagai khalifah.

Atas prestasi gemilang itu, tidak mengherankan jika beliau digolongkan sebagai Khulafa’ Ar-Rasyidin kelima setelah Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan Ali.

Orang Yang Beriman Selalu Menepati Ucapannya



Suatu hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar, ketika Umar sedang duduk-duduk dengan para sahabatnya, tiga pemuda bangsawan yang tampan memasuki majelisnya. Dua orang di antaranya berkata, “Kami berdua bersaudara. Ketika ayah kami sedang bekerja di ladangnya, dia dibunuh oleh pemuda ini, yang sekarang kami bawa kepada tuan untuk diadili. Hukumlah dia sesuai dengan Kitabullah.” Khalifah Umar menatap orang yang ketiga dan memintanya untuk berbicara.

“Walaupun di sana tidak ada saksi sama sekali, Allah, Yang selalu Hadir, mengetahui bahwa mereka berdua berkata yang sebenar-benarnya,” kata si tertuduh itu. “Aku sangat menyesal ayah mereka terbunuh di tanganku. Aku orang dusun. Aku tiba di Madinah tadi pagi untuk berziarah ke makam Rasullulah saw. Di pinggir kota, aku turun dari kudaku untuk menyucikan diri dan berwudhu. Kudaku mulai memakan ranting-ranting pohon kurma yang bergelantungan melewati tembok. Segera setelah aku melihatnya, aku menarik kuda menjahui ranting-ranting tersebut. Pada saat itu juga, seorang laki-laki tua yang sedang marah mendekatiku dengan membawa sebuah batu yang besar. Dia melemparkan batu itu ke kepala kidaku, dan kudaku langsung mati. Karena itu aku sangat menyayangi kuda itu, aku kehilangan kendali diri. Aku mengambil batu itu dan melemparkannya kembali ke orang tersebut. Dia roboh dan meninggal. Jika aku ingin melarikan diri, aku dapat saja melakukannya, tetapi kemana? Jika aku tidak mendapatkan hukuman di sini, di dunia ini, aku pasti akan mendapatkan hukuman yang abadi di akhirat nanti. Aku tidak bermaksud membunuh orang itu, tetapi kenyataannya dia mati di tanganku. Sekarang tuanlah yang berhak mengadili aku.”

Khalifah berkata, “Engkau telah melakukan membunuh. Menurut hukum Islam, engkau harus menerima hukuman yang setimpal dengan apa yang telah engkau lakukan.” Walaupun pernyataan itu berati satu pengumuman kematian, pemuda itu tetap bersabar; dan dengan tenang dia berkata, “Kalau begitu, laksanakanlah. Namun, aku menanggung satu tanggung jawab untuk menyimpan harta kekayaan anak yatim yang harus aku serahkan kepadanya bila ia telah cukup umur. Aku menyimpan harta tersebut di dalam tanah agar aman. Tak ada seorangpun yang tahu letaknya kecuali aku. Sekarang aku harus menggalinya dan menyerahkan harta tersebut kepada pengawasan orang lain. Kalau tidak, anak yatim itu akan kehilangan haknya. Beri aku tiga hari untuk pergi ke desaku dan menyelesaikan masalah ini.”

Umar menjawab, “Permintaanmu tidak dapat dipenuhi kecuali ada orang lain yang bersedia menggantikanmu dan menjadi jaminan untuk nyawamu.”

“Wahai Amirul Mukminin,” kata pemuda tersebut, “Aku dapat melarikan diri sebelumnya jika aku mau. hatiku sarat dengan rasa takut kepada Allah; yakinlah bahwa aku akan kembali.” Khalifah menolak permintaan itu atas dasar hukum. Pemuda itu memandang kepada para pengikut Rasullulah saw, yang mulia yang berkerumun di sekeliling khalifah. Dengan memilih secara acak, ia menunjuk Abu Dzar Al-Ghifari dan berkata, “Orang ini akan menjadi jaminan bagiku.” Abu Dzar adalah salah satu saeorang sahabat Rasulullah saw, yang paling dicintai dan disegani. Tanpa keraguan sedikit pun, Abu Dzar setuju untuk menggantikan pemuda itu. Si tertuduh pun dibebaskan untuk sementara waktu.

Pada hari ketiga, kedua penggugat itu kembali ke sidang khalifah. Abu Dzar ada di sana, tetapi tertuduh itu tidak ada. Kedua penuduh itu berkata: “Wahai Abu Dzar, anda bersedia menjadi jaminan bagi seseorang yang tidak anda kenal. Seandainya dia tidak kembali, kami tidal akan pergi tanpa menerima pengganti darah ayah kami.”

Khalifah berkata: “Sungguh, bila pemuda itu tidak kembali, kita harus melaksanakan hukuman itu kepada Abu Dzar.” Mendengar kata-kata tersebut, setiap orang yang hadir di sana mulai menangis, karena Abu Dzar, orang yang berakhlak sempurna dan bertingkah laku sangat terpuji, merupakan cahaya dan inpirasi bagi semua penduduk Madinah.

Ketika hari ketiga itu mulai berakhir, kegemparan, kesedihan dan kekaguman orang-orang mencapai puncaknya. Tiba-tiba pemuda itu muncul. Dia datang dengan berlari dan dalam keadaan penat, berdebu dan berkeringat. “Aku mohon maaf karena telah membuat Anda khawatir,” dia berkata terengah-engah, “Maafkan aku karena baru tiba pada menit terakhir. Terlalu banyak yang harus aku kerjakan. Padang pasir sangatlah panas dan perjalanan ini teramat panjang. Sekarang aku telah siap, laksanakanlah hukumanku.” Kemudian dia berpaling kepada kerumunan massa dan berkata, “Orang yang beriman selalu menepati ucapannya. Orang yang tidak dapat menepati kata-katanya sendiri adalah orang munafik. Siapakah yang dapat melarikan diri dari kematian, yang pasti akan datang cepat atau lambat? Apakah saudara-saudara berpikir bahwa aku akan menghilang dan membuat orang-orang berkata, “Orang-orang Islam tidak kagi menepati ucapannya sendiri?” Kerumunan massa itu kemudian berpaking kepada Abu Dzr dan bertanya apakah ia sudah mengetahui sifat yang terpuji dari pemuda tersebut. Abu Dzar menjawab, “Tidak, sama sekali. Tetapi, saya tidak merasa mampu untuk menolaknya ketika dia memilih saya, karena hal itu sesuai dengan asas-asas kemuliaan. Haruskah saya menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tak ada lagi perasaan haru dan kasih sayang yang tersisa dalam Islam?” Hati dan perasaan kedua penuduh itu tersentuh dan bergetar. Mereka lalu menarik tuduhannya, seraya berkata, “Apakah kami harus menjadi orang yang membuat rakyat berkata bahwa tiada lagi rasa belas kasihan di dalam Islam?”

Kisah Dialog Rasulullah SAW Dengan Iblis



Diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal r.a. dari Ibn Abbas r.a., ia berkata :”Kami bersama Rasululah SAW berada di rumah seorang sahabat dari golongan Anshar dalam sebuah jamaah. Tiba-tiba, ada yang memanggil dari luar :”Wahai para penghuni rumah, apakah kalian mengizinkanku masuk, karena kalian membutuhkanku”.

Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat :”Apakah kalian tahu siapa yang menyeru itu?”. Para sahabat menjawab,”Tentu Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Rasulullah berkata :”Dia adalah Iblis yang terkutuk – semoga Allah senantiasa melaknatnya”.

Umar bin Khattab r.a. berkata :”Ya, Rasulullah , apakah engkau mengijinkanku untuk membunuhnya?”.

Nabi SAW berkata pelan :”Bersabarlah wahai Umar, apakah engkau tidak tahu bahwa dia termasuk mereka yang tertunda kematiannya sampai waktu yang ditentukan [hari kiyamat]?. Sekarang silakan bukakan pintu untuknya, karena ia sedang diperintahkan Allah SWT. Fahamilah apa yang dia ucapkan dan dengarkan apa yang akan dia sampaikan kepada kalian!”.

Ibnu Abbas berkata :”Maka dibukalah pintu, kemudian Iblis masuk ke tengah-tengah kami. Ternyata dia adalah seorang yang sudah tua bangka dan buta sebelah mata. Dagunya berjanggut sebanyak tujuh helai rambut yang panjangnya seperti rambut kuda, kedua kelopak matanya [masyquqatani] memanjang [terbelah ke-atas, tidak kesamping], kepalanya seperti kepala gajah yang sangat besar, gigi taringnya memanjang keluar seperti taring babi, kedua bibirnya seperti bibir macan / kerbau [tsur].

Dia berkata,”Assalamu ‘alaika ya Muhammad, assalamu ‘alaikum ya jamaa’atal-muslimin [salam untuk kalian semua wahai golongan muslimin]“.

Nabi SAW menjawab : ”Assamu lillah ya la’iin [Keselamatan hanya milik Allah SWT, wahai makhluq yang terlaknat. Aku telah mengetahui, engkau punya keperluan kepada kami. Apa keperluanmu wahai Iblis".

Iblis berkata : ”Wahai Muhammad, aku datang bukan karena keinginanku sendiri, tetapi aku datang karena terpaksa [diperintah] .”

Nabi SAW berkata : ”Apa yang membuatmu terpaksa harus datang kesini, wahai terlaknat?”.

Iblis berkata,”Aku didatangi oleh seorang malaikat utusan Tuhan Yang Maha Agung, ia berkata kepada-ku ‘Sesungguhnya Allah SWT menyuruhmu untuk datang kepada Muhammad SAW dalam keadaan hina dan bersahaja. Engkau harus memberitahu kepadanya bagaimana tipu muslihat, godaanmu dan rekayasamu terhadap Bani Adam, bagaimana engkau membujuk dan merayu mereka. Engkau harus menjawab dengan jujur apa saja yang ditanyakan kepa-damu’ . Allah SWT bersabda,”Demi kemulia-an dan keagungan-Ku, jika engkau berbohong sekali saja dan tidak berkata benar, niscaya Aku jadikan kamu debu yang dihempas oleh angin dan Aku puaskan musuhmu karena bencana yang menimpamu”. Wahai Muhammad, sekarang aku datang kepadamu sebagaimana aku diperintah. Tanyakanlah kepadaku apa yang kau inginkan. Jika aku tidak memuaskanmu tentang apa yang kamu tanyakan kepadaku, niscaya musuhku akan puas atas musibah yang terjadi padaku. Tiada beban yang lebih berat bagiku daripada leganya musuh-musuhku yang menimpa diriku”.

Rasulullah kemudian mulai bertanya :”Jika kamu jujur, beritahukanlah kepada-ku, siapakah orang yang paling kamu benci ?”.

Iblis menjawab :”Engkau, wahai Muhammad, engkau adalah makhluq Allah yang paling aku benci, dan kemudian orang-orang yang mengikuti agamamu”.

Rasulullah SAW :”Siapa lagi yang kamu benci?”.

Iblis :”Anak muda yang taqwa, yang menyerahkan jiwanya kepada Allah SWT”.

Rasulullah :”Lalu siapa lagi ?”.

Iblis :”Orang Alim dan Wara [menjaga diri dari syubhat] yang saya tahu, lagi penyabar”.

Rasulullah :”Lalu, siapa lagi ?”.

Iblis :”Orang yang terus menerus menjaga diri dalam keadaan suci dari kotoran”.

Rasulullah :”Lalu, siapa lagi ?”.

Iblis :”Orang miskin [fakir] yang sabar, yang tidak menceritakan kefakirannya kepada orang lain dan tidak mengadukan keluh-kesahnya”.

Rasulullah :”Bagaimana kamu tahu bahwa ia itu penyabar ?”.

Iblis :”Wahai Muhammad, jika ia mengadukan keluh kesahnya kepada makhluq sesamanya selama tiga hari, Tuhan tidak memasukkan dirinya ke dalam golongan orang-orang yang sabar”.

Rasulullah :”Lalu, siapa lagi ?”.

Iblis :”Orang kaya yang bersyukur”.

Rasulullah bertanya :”Bagaimana kamu tahu bahwa ia bersyukur ?”.

Iblis :”Jika aku melihatnya meng-ambil dari dan meletakkannya pada tempat yang halal”.

Rassulullah :”Bagaimana keadaanmu jika umatku mengerjakan shalat ?”.

Iblis :”Aku merasa panas dan gemetar”.

Rasulullah :”Kenapa, wahai terlaknat?”.

Iblis :”Sesungguhnya, jika seorang hamba bersujud kepada Allah sekali sujud saja, maka Allah mengangkat derajatnya satu tingkat”.

Rassulullah :”Jika mereka shaum ?”.

Iblis :”Saya terbelenggu sampai mereka berbuka puasa”.

Rasulullah :”Jika mereka menunaikan haji ?”.

Iblis :”Saya menjadi gila”.

Rasulullah :”Jika mereka membaca Al Qur’an ?’.

Iblis :’ Aku meleleh seperti timah meleleh di atas api”.

Rasulullah :”Jika mereka berzakat ?”.

Iblis :”Seakan-akan orang yang berzakat itu mengambil gergaji / kapak dan memotongku menjadi dua”.

Rasulullah :”Mengapa begitu, wahai Abu Murrah ?”.

Iblis :”Sesungguhnya ada empat manfaat dalam zakat itu. Pertama, Tuhan menurunkan berkah atas hartanya. Kedua, menjadikan orang yang bezakat disenangi makhluq-Nya yang lain. Ketiga, menjadikan zakatnya sebagai penghalang antara dirinya dengan api neraka. Ke-empat, dengan zakat, Tuhan mencegah bencana dan malapetaka agar tidak menimpanya”.

Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Abu Bakar?”.

Iblis :”Wahai Muhammad, pada zaman jahiliyah, dia tidak taat kepadaku, bagaimana mungkin dia akan mentaatiku pada masa Islam”.

Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Umar ?”.

Iblis :”Demi Tuhan, tiada aku ketemu dengannya kecuali aku lari darinya”.

Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Utsman ?”.

Iblis :”Aku malu dengan orang yang para malaikat saja malu kepadanya”.

Rasulullah :”Apa pendapatmu tentang Ali bin Abi Thalib ?”.

Iblis :”Andai saja aku dapat selamat darinya dan tidak pernah bertemu dengannya [menukar darinya kepala dengan kepala], dan kemudian ia meninggalkanku dan aku meninggalkannya, tetapi dia sama sekali tidak pernah melakukan hal itu”.

Rasulullah :”Segala puji hanya bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu sampai hari kiamat”.

Iblis yang terlaknat berkata kepada Muhammad :”Hay-hata hay-hata [tidak mungkin- tidak mungkin]. Mana bisa umatmu bahagia sementara aku hidup dan tidak mati sampai hari kiamat. Bagaimana kamu senang dengan umatmu sementara aku masuk ke dalam diri mereka melalui aliran darah, daging, sedangkan mereka tidak melihatku. Demi Tuhan yang menciptakanku dan membuatku menunggu sampai hari mereka dibangkitkan. Akan aku sesatkan mereka semua, baik yang bodoh maupun yang pandai, yang buta-huruf dan yang melek-huruf. Yang kafir dan yang suka beribadah, kecuali hamba yang mukhlis [ikhlas]“.

Rasulullah :”Siapa yang mukhlis itu menurutmu ?”.

Iblis dengan panjang-lebar menjawab :”Apakah engkau tidak tahu, wahai Muhammad. Barangsiapa cinta dirham dan dinar, dia tidak termasuk orang ikhlas untuk Allah. Jika aku melihat orang tidak suka dirham dan dinar, tidak suka puji dan pujaan, aku tahu bahwa dia itu ikhlas karena Allah, maka aku tinggalkan ia. Sesungguhnya hamba yang mencintai harta, pujian dan hatinya tergantung pada nafsu [syahwat] dunia, dia lebih rakus dari orang yang saya jelaskan kepadamu.

Tak tahukah engkau, bahwa cinta harta termasuk salah satu dosa besar. Wahai Muhammad, tak tahukan engkau bahwa cinta kedudukan [riyasah] termasuk dosa besar. Dan bahwa sombong, juga termasuk dosa besar. Wahai Muhammad, tidak tahukan engkau, bahwa aku punya tujuh puluh ribu anak. Setiap anak dari mereka, punya tujuh puluh ribu syaithan. Diantara mereka telah aku tugaskan untuk menggoda golongan ulama, dan sebagian lagi menggoda anak muda, sebagian lagi menggoda orang-orang tua, dan sebagian lagi menggoda orang-orang lemah.

Adapun anak-anak muda, tidak ada perbedaan di antara kami dan mereka, sementara anak-anak kecilnya, mereka bermain apa saja yang mereka kehendaki bersamanya. Sebagian lagi telah aku tugaskan untuk menggoda orang-orang yang rajin beribadah, sebagian lagi untuk kaum yang menjauhi dunia [zuhud]. Setan masuk ke dalam dan keluar dari diri mereka, dari suatu keadaan ke keadaan yang lain, dari satu pintu ke pintu yang lain, sampai mereka mempengaruhi manusia dengan satu sebab dari sebab-sebab yang banyak. Lalu syaithan mengambil keikhlasan dari mereka. Menjadikan mereka menyembah Allah tanpa rasa ikhlas, tetapi mereka tidak merasa. Apakah engkau tidak tahu, tentang Barshisha, sang pendeta yang beribadah secara ikhlas selama tujuh puluh tahun, hingga setiap orang yang sakit menjadi sehat berkat da’wahnya. Aku tidak meninggalkannya sampai dia dia berzina, membunuh, dan kafir [ingkar]. Dialah yang disebut oleh Allah dalam Qur’an dengan firmannya [dalam Surah Al Hasyr] :”

(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) syaitan ketika mereka berkata pada manusia:”Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata:”Sesungguhn ya aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta alam”. (QS. 59:16).

Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa kebohongan itu berasal dariku. Akulah orang yang pertama kali berbohong. Barangsiapa berbohong, dia adalah temanku, dan barangsiapa berbohong kepada Allah, dia adalah kekasihku. Apakah engkau tidak tahu, bahwa aku bersumpah kepada Adam dan Hawa,”Demi Allah aku adalah penasihat kamu berdua”. Maka, sumpah palsu merupakan kesenangan hatiku, ghibah, membicarakan kejelekan orang lain, dan namimah, meng-adu domba adalah buah kesukaanku, melihat yang jelek-jelek adalah kesukaan dan kesenanganku. Barangsiapa thalaq, bersumpah untuk cerai, dia mendekati perbuatan dosa, meskipun hanya sekali, dan meskipun ia benar. Barangsiapa membiasakan lisannya dengan ucapan cerai, istrinya menjadi haram baginya. Jika mereka masih memiliki keturunan sampai hari kiyamat, maka anak mereka semuanya adalah anak-anak hasil zina. Mereka masuk neraka hanya karena satu kata saja.

Wahai Muhammad, sesungguhnya diantara umatmu ada yang meng-akhirkan shalat barang satu dua jam. Setiap kali mau shalat, aku temani dia dan aku goda dia. Kemudian aku katakan kepadanya:”Masih ada waktu, sementara engkau sibuk”. Sehingga dia mengakhirkan shalatnya dan mengerjakannya tidak pada waktunya, maka Tuhan memukul wajahnya. Jika ia menang atasku, maka aku kirim satu syaithan yang membuatnya lupa waktu shalat. Jika ia menang atasku, aku tinggalkan dia sampai ketika mengerjakan shalat aku katakan kepadanya,’ Lihatlah kiri-kanan’, lalu ia menengok. Saat itu aku usap wajahnya dengan tanganku dan aku cium antara kedua matanya dan aku katakan kepadanya,’ Aku telah menyuruh apa yang tidak baik selamanya’. Dan engkau sendiri tahu wahai Muhammad, siapa yang sering menoleh dalam shalatnya, Allah akan memukul wajahnya.

Jika ia menang atasku dalam hal shalat, ketika shalat sendirian, aku perintahkan dia untuk tergesa-gesa. Maka ia ‘mencucuk’ shalat seperti ayam mematuk biji-bijian dengan tergesa-gesa. Jika ia menang atasku, maka ketika shalat berjamaah aku cambuk dia dengan ‘lijam’ [cambuk] lalu aku angkat kepalanya sebelum imam mengangkat kepalanya. Aku letakkan ia hingga mendahului imam. Kamu tahu bahwa siapa yang melakukan itu, batal-lah shalatnya dan Allah akan mengganti kepalanya dengan kepala keledai pada hari kiyamat nanti.

Jika ia masih menang atasku, aku perintahkan dia untuk mengacungkan jari-jarinya ketika shalat sehingga dia mensucikan aku ketika ia sholat. Jika ia masih menang, aku tiup hidungnya sampai dia menguap. Jika ia tidak menaruh tangan di mulutnya, syaithan masuk ke dalam perutnya dan dengan begitu ia bertambah rakus di dunia dan cinta dunia. Dia menjadi pendengar kami yang setia.

Bagaimana umatmu bahagia sementara aku menyuruh orang miskin untuk meninggalkan shalat. Aku katakan kepadanya,’ Shalat tidak wajib atasmu. Shalat hanya diwajibkan atas orang-orang yang mendapatkan ni’mat dari Allah’. Aku katakan kepada orang yang sakit :”Tinggalkanlah shalat, sebab ia tidak wajib atasmu. Shalat hanya wajib atas orang yang sehat, karena Allah berkata :”Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, ………

Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya. (QS. 24:61) Tidak ada dosa bagi orang yang sakit. Jika kamu sembuh, kamu harus shalat yang diwajibkan”. Sampai dia mati dalam keadaan kafir. Jika dia mati dan meninggalkan shalat ketika sakit, dia bertemu Tuhan dan Tuhan marah kepadanya. Wahai Muhammad, jika aku bohong dan ngawur, maka mintalah kepada Tuhan untuk membuatku jadi pasir. Wahai Muhammad, bagaimana engkau bahagia melihat umatmu, sementara aku mengeluarkan seper-enam umatmu dari Islam.

Nabi berkata :”Wahai terlaknat, siapa teman dudukmu ?”.

Iblis :”Pemakan riba”.

Nabi :”Siapa teman kepercayaanmu [shadiq] ?”.

Iblis :”Pe-zina”.

Nabi :”Siapa teman tidurmu ?”.

Iblis :”Orang yang mabuk”.

Nabi :”Siapa tamumu ?”.

Iblis :”Pencuri”.

Nabi :”Siapa utusanmu ?”.

Iblis :”Tukang Sihir”.

Nabi :”Apa kesukaanmu ?”.

Iblis :”Orang yang bersumpah cerai”.

Nabi :”Siapa kekasihmu ?”.

Iblis :”Orang yang meninggalkan shalat Jum’at”.

Nabi :”Wahai terlaknat, siapa yang memotong punggungmu ?”.

Iblis :”Ringkikan kuda untuk berperang di jalan Allah”.

Nabi :”Apa yang melelehkan badanmu ?”.

Iblis :”Tobatnya orang yang bertaubat”.

Nabi :”Apa yang menggosongkan [membuat panas] hatimu ?”.

Iblis :”Istighfar yang banyak kepada Allah siang-malam.

Nabi :”Apa yang memuramkan wajahmu (membuat merasa malu dan hina)?”.

Iblis :”Zakat secara sembunyi-sembunyi”.

Nabi :”Apa yang membutakan matamu ?”.

Iblis :”Shalat diwaktu sahur [menjelang shubuh]”.

Nabi :”Apa yang memukul kepalamu ?”.

Iblis :”Memperbanyak shalat berjamaah”.

Nabi :”Siapa yang paling bisa membahagiakanmu ?”.

Iblis :”Orang yang sengaja meninggalkan shalat”.

Nabi :”siapa manusia yang paling sengsara [celaka] menurutmu?”.

Iblis :”Orang kikir / pelit”.

Nabi :”Siapa yang paling menyita pekerjaanmu [menyibukkanmu] ?”.

Iblis :”Majlis-majlis ulama”.

Nabi :”Bagaimana kamu makan ?”.

Iblis :”Dengan tangan kiriku dan dengan jari-jariku”.

Nabi :”Dimana kamu lindungkan anak-anakmu ketika panas ?”.

Iblis :”Dibalik kuku-kuku manusia”.

Nabi :”Berapa keperluanmu yang kau mintakan kepada Allah ?”.

Iblis :”Sepuluh perkara”.

Nabi :”Apa itu wahai terlaknat ?”.

Iblis :”Aku minta kepada-Nya untuk agar saya dapat berserikat dalam diri Bani Adam, dalam harta dan anak-anak mereka. Dia mengijinkanku berserikat dalam kelompok mereka. Itulah maksud firman Allah : Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (QS. 17:64)

Setiap harta yang tidak dikeluarkan zakatnya maka saya ikut memakannya. Saya juga ikut makan makanan yang bercampur riba dan haram serta segala harta yang tidak dimohonkan perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. Setiap orang yang tidak memohon perlindungan kepada Allah dari syaithan ketika bersetubuih dengan istrinya maka syaithan akan ikut bersetubuh. Akhirnya melahirkan anak yang mendengar dan taat kepadaku. Begitu pula orang yang naik kendaraan dengan maksud mencari penghasilan yang tidak dihalalkan, maka saya adalah temannya.

Itulah maksud firman Allah :”……. , dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki …… (QS. 17:64) . Saya memohon kepada-Nya agar saya punya rumah, maka rumahku adalah kamar-mandi. Saya memohon agar saya punya masjid, akhirnya pasar menjadi masjidku. Aku memohon agar saya punya al-Qur’an, maka syair adalah al-Qur’anku. Saya memohon agar punya adzan, maka terompet adalah panggilan adzanku. Saya memohon agar saya punya tempat tidur, maka orang-orang mabuk adalah tempat tidurku. Saya memohon agar saya punya teman-teman yang menolongku, maka maka kelompok al-Qadariyyah menjadi teman-teman yang membantuku. Dan saya memohon agar saya memiliki teman-teman dekat, maka orang-orang yang menginfaq-kan harta kekayaannya untuk kemaksiyatan adalah teman dekat-ku. Ia kemudian membaca ayat : Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbnya. (QS. 17:27)

Rasulullah berkata :”Andaikata tidak setiap apa yang engkau ucapkan didukung oleh ayat-ayat dari Kitabullah tentu aku tidak akan membenarkanmu”.

Lalu Iblis meneruskan :”Wahai Muhammad, saya memohon kepada Allah agar saya bisa melihat anak-cucu Adam sementara mereka tidak dapat melihatku. Kemudian Allah menjadikan aku dapat mengalir melalui peredaran darah mereka. Diriku dapat berjalan kemanapun sesuai dengan kemauanku dan dengan cara bagaimanapun. Kalau saya mau, dalam sesaatpun bisa. Kemudian Allah berfirman kepadaku:”Engkau dapat melakukan apa saja yang kau minta”. Akhirnya saya merasa senang dan bangga sampai hari kiamat . Sesungguhnya orang yang mengikutiku lebih banyak daripada yang mengikutimu. Sebagian besar anak-cucu Adam akan mengikutiku sampai hari kiamat.

Saya memiliki anak yang saya beri nama Atamah. Ia akan kencing di telinga seorang hamba ketika ia tidur meninggalkan shalat Isya. Andaikata tidak karenanya tentu ia tidak akan tidur lebih dahulu sebelum menjalankan shalat. Saya juga punya anak yang saya beri nama Mutaqadhi. Apabila ada seorang hamba melakukan ketaatan ibadah dengan rahasia dan ingin menutupinya, maka anak saya tersebut senantiasa membatalkannya dan dipamer-kan ditengah-tengah manusia sehingga semua manusia tahu. Akhirnya Allah membatalkan sembilan puluh sembilan dari seratus pahala-Nya sehingga yang tersisa hanya satu pahala, sebab, setiap ketaatan yang dilakukan secara rahasia akan diberi seratus pahala. Saya punya anak lagi yang bernama Kuhyal. Ia bertugas mengusapi celak mata semua orang yang sedang ada di majlis pengajian dan ketika khatib sedang memberikan khutbah, sehingga, mereka terkantuk dan akhirnya tidur, tidak dapat mendengarkan apa yang dibicarakan para ulama. Bagi mereka yang tertidur tidak akan ditulis pahala sedikitpun untuk selamanya.

Setiap kali ada perempuan keluar pasti ada syaithan yang duduk di pinggulnya, ada pula yang duduk di daging yang mengelilingi kukunya. Dimana mereka akan menghiasi kepada orang-orang yang melihatnya. Kedua syaithan itu kemudian berkata kepadanya, ‘ keluarkan tanganmu’. Akhirnya ia mengeluarkan tangannya, kemudian kukunya tampak, lalu kelihatan nodanya.

Wahai Muhammad, sebenarnya saya tidak dapat menyesatkan sedikitpun, akan tetapi saya hanya akan mengganggu dan menghiasi. Andaikata saya memiliki hak dan kemampuan untuk menyesatkan, tentu saya tidak akan membiarkan segelintir manusia-pun di muka bumi ini yang masih sempat mengucapkan”Tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Utusan-Nya”, dan tidak akan ada lagi orang yang shalat dan berpuasa. Sebagaimana engkau wahai Muhammad, tidak berhak memberikan hidayat sedikitpun kepada siapa saja, akan tetapi engkau adalah seorang utusan dan penyampai amanah dari Tuhan. Andaikata engkau memiliki hak dan kemampuan untuk memberi hidayah, tentu engkau tidak akan membiarkan segelintir orang-pun kafir di muka bumi ini. Engkau hanyalah sebagai hujjah [argumentasi] Tuhan terhadap makhluq-Nya. Sementara saya adalah hanyalah menjadi sebab celakanya orang yang sebelumnya sudah dicap oleh Allah menjadi orang celaka. Orang yang bahagia dan beruntung adalah orang yang dijadikan bahagia oleh Allah sejak dalam perut ibunya, sedangkan orang yang celaka adalah orang yang dijadikan celaka oleh Allah sejak dalam perut ibunya.

Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman dalam QS Hud : Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, (QS. 11:118) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Rabbmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan; sesungguh-nya Aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (QS. 11:119) dilanjutkan dengan : Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku, (QS. 33:38)”.

Kemudian Rasulullah berkata lagi kepada Iblis :”Wahai Abu Murrah [Iblis], apakah engkau masih mungkin bertaubat dan kembali kepada Allah, sementara saya akan menjamin-mu masuk surga”.

Ia iblis menjawab :”Wahai Rasulullah, ketentuan telah memutuskan dan Qalam-pun telah kering dengan apa yang terjadi seperti ini hingga hari kiamat nanti. Maka Maha Suci Tuhan, yang telah menjadikanmu sebagai tuan para Nabi dan Khatib para penduduk surga. Dia, telah memilih dan meng-khususkan dirimu. Sementara Dia telah menjadikan saya sebagai tuan orang-orang yang celaka dan khatib para penduduk neraka. Saya adalah makhluq celaka lagi terusir. Ini adalah akhir dari apa yang saya beritahukan kepadamu dan saya mengatakan yang sejujurnya”.

Segala puji hanya milik Allah SWT , Tuhan Semesta Alam, awal dan akhir, dzahir dan bathin. Semoga shalawat dan salam sejahtera tetap selalu diberikan kepada seorang Nabi yang Ummi dan kepada para keluarga dan sahabatnya serta para Utusan dan Para Nabi.

Hikmah dari Kisah tersebut di atas Sebagai upaya mencari hikmah dalah kisah di atas, rangkuman ini barangkali berguna untuk direnungkan :
Kita perlu semakin menancapkan keyakinan, bahwa syaithan tidak punya kuasa sedikitpun bagi orang-orang yang disucikan-Nya.
Jadi upaya kita adalah memohon kepada Allah Ta’Ala agar Dia ridho dan berkenan membersihkan segala dosa baik sengaja maupun tidak untuk mendapatkan ampunan-Nya.
Bila kita simak, perbedaan mendasar keyakinan Iblis adalah tidak ada keinginannya untuk bertaubat, walau Rasulullah SAW telah menghimbaunya bahkan dengan menawarkan jaminan untuk mendapatkan ampunan. Dengan tegas Allah berfirman : Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar. (QS. 20:82).
Bila kita cermati hadangan dan rintangan yang akan dilakukan oleh Iblis dari kisah tersebut membuat kesadaran bahwa upaya untuk menjalani kehidupan sungguh tidak mudah.
Hanya karena Maha Rahman dan Maha Rakhiim-Nya sajalah kita akan selamat dalam menjalani kehidupan ini hingga akan selamat dari jebakan-jebakan syaithan.

***

Naskah ini disarikan dari dua rujukan. Terdapat beberapa perbedaan kecil atas terjemahan, kami mencoba merangkumnya.

Source -I : Bab-II POHON SEMESTA / Pustaka Progressif / Cetakan-I/Oktober 1999. Dari Kitab Sajaratul Kaun oleh Muhyiddin Ibnu Arabi / Darul ‘Ilmi al-Munawar asy-Syamsiyah, Madinah. Translated by : Nur Mufid, Nur Fu’ad.

Source-II : Dari Judul Asli : Syajaratul Kaun dan Hikayah Iblis. Risalah Muhyiddin Ibnu al-’Arabi [Mesir : Mushthafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1360/1941 ] Translated By : Wasmukan, Risalah Gusti / Cetakan-II, Mei 2001

Tubuh Seharum Kesturi



DALAM KITAB Al Akhlaq Al Islamiyyah Lin Nasyi’in ada sebuah kisah yang indah menggetarkan jiwa. Kisah ini terjadi di tanah Syam. Kisah yang banyak disebut dari mulut ke mulut sampai abad ini.

Ini adalah kisah ketakwaan seorang pemuda. Seorang pemuda yang bekerja sebagai penjual kain keliling. Ia berkeliling dari satu daerah ke daerah. Dari satu kawasan ke kawasan lain. Dari lorong ke lorong. Dari rumah ke rumah. Ia berkeliling sambil memanggul kain dagangannya. Akhirnya masyarakat mengenalnya sebagai Si Penjual Kain Keliling.

Diantara kelebihan pemuda ini adalah postur tubuhnya yang gagah. Kulitnya yang putih. Wajahnya yang mempesona. Dan keramahannya yang luar biasa. Sehingga siapapun yang melihatnya akan terpesona karenanya. Itulah karunia Allah yang dianugerahkan kepadanya.

Suatu hari, ketika ia sedang berkeliling menjajakan dagangannya, tiba-tiba ada seorang wanita memanggilnya. Ia pun segera menghampiri. Wanita ini menyuruhnya masuk ke dalam rumah. Rumah itu sangat mewah. Agaknya wanita itu termasuk golongan bangsawan. Begitu masuk rumah, dengan sebuah kelihaian wanita itu bisa mengunci pintu. Wanita itu sangat terpesona dengan ketampanannya. Wanita itu telah lama tergila-gila padanya. Sudah berkali-kali diam-diam wanita itu memandangi ketampanannya ketika pemuda itu lewat di depan rumahnya.

Wanita itu berkata, “Duhai pemuda tampan. Sebenarnya aku memanggilmu tidak untuk membeli barang daganganmu, tapi semata karena aku sangat mencintaimu. Selama ini aku tergila-gila pada ketampananmu.”

Pada saat itu, tak ada seorang pun didalam rumah selain mereka berdua. Wanita bangsawan itu dengan penuh harap merayunya untuk berzina. Sang pemuda pun mengingatkannya dan menakutinya akan pedihnya siksa Allah. Namun, semua usahanya sia-sia belaka. Setiap perkataan yang diucapkan pemuda itu justru membuat wanita itu semakin menggila dan nekat. Wanita itu justru semakin tertantang untuk menaklukkan pemuda itu. Namun pemuda itu tak bergeming dengan keimanannya. Ia menolak dengan tegas.

Karena sang pemuda tetap saja menolak, wanita itu mengancam, “Jika kamu tidak menurut apa yang kuperintahkan, aku akan berteriak sekeras-kerasnya dan mengatakan kepada orang-orang bahwa ada orang yang masuk kerumahku dan ingin memperkosaku. Mereka pasti mempercayai ucapanku karena kedudukanku dan karena kamu telah memasuki rumahku. Akibatnya kamu akan binasa. Kau akan dianggap penjahat paling nista. Dan orang-orang itu bisa marah dan menggantungmu hidup-hidup ! “

Wanita itu mengancam dengan serius. Pemuda itu terus berfikir bagaimana mencari jalan keluar. Ia tak mau maksiat tapi juga tak mau mengalami hal yang konyol. Diserapahi orang banyak sebagai penjahat lalu digantung tanpa ampun, sungguh hal yang sangat menyakitkan. Beberapa detik kemudian sekonyong-konyong terbitlah ide nekatnya. Terkadang tindakan nekat harus dilawan dengan nekat juga. Sambil tersenyum ia berkata, “Baiklah. Bolehkah aku ke kamar mandi untuk bersih-bersih dahulu ? Lihatlah tubuhku penuh dengan peluh yang baunya tidak sedap ! “

Begitu mendengar ucapannya, wanita tersebut sangat gembira karena mengira ia akan menuruti keinginannya dan berkata dengan hati meluapkan kegembiraan, “O tentu saja boleh, aduhai kekasihku dan belahan jiwaku. Sungguh ini adalah kesempatan luar biasa.”

Sang pemuda pun segera masuk ke kamar mandi, ia mengatakan itu tadi sekedar untuk menyelamatkan diri sesaat. Mencari tempat yang tenang untuk berfikir. Sampai di dalam kamar mandi tubuhnya gemetar karena takut terjatuh pada kemaksiatan. Wanita adalah perangkap setan. Tak ada seorang laki-laki dan wanita yang berduaan, kecuali ada yang ketiga adalah setan. Demikianlah sabda Rasulullah Saw.

Ia pasrah kepada Allah. Ya Allah, apa yang mesti aku lakukan ? Berilah hamba-Mu petunjuk ya Allah. Tiba-tiba tercetus sesuatu dalam fikirannya, ia bergumam, “Aku tahu pasti, diantara golongan yang akan mendapatkan naungan pada hari tidak ada naungan lagi di hari kiamat adalah seorang pemuda yang diajak berzina oleh seorang wanita cantik dan berkedudukan, lalu ia mengatakan, ‘Sungguh aku takut pada Allah !’ Aku juga tahu bahwa orang yang meninggalkan sesuatu karena takut pada Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Tidak sedikit orang yang menurutkan hawa nafsunya, maka ia akan membawa penyesalan sampai akhir hayatnya. Jika aku lakukan kemaksiatan ini, Allah akan menghilangkan cahaya dan kenikmatan dari hatiku. Duhai Tuhan, tidak, tidak ! Sekali-kali aku tidak akan melakukannya ! Tapi apa yang bisa aku perbuat ? Apakah aku harus loncat dari jendela ? hal itu tidaklah mungkin karena jendela ini terkunci sangat kuat dan sulit sekali membukanya. Kalau begitu aku harus melumuri tubuhku dengan kotoran. Ya aku harus melumuri tubuhku dengan kotoran. Semoga jika ia melihatku seperti itu, ia akan merasa jijik lalu mengusirku.”

Benar saja, ia lalu buang air besar dan melumuri seluruh tubuhnya dengan kotoran buang air besarnya. Seluruh rambutnya, mukanya, dada, tangan, dan semuanya. Ia sendiri sebenarnya merasa jijik. Bahkan ia mual dan sempat muntah. Sambil menangis ia berkata, “Ya Allah ya Rabbi, karena rasa takutku pada-Mulah aku melakukan ini ! maka gantikanlah untukku yang lebih baik.”

Lalu iapun keluar dari kamar mandi. Dan begitu wanita tersebut melihatnya ia terkejut bukan main. Ia merasa jijik. Ia menjerit dan berteriak dengan keras, “Keluarlah, hai orang gila ! Dasar pemuda gila, keluar kau jangan kau kotori rumahku.”

Ia berjalan keluar dan berpura-pura bertingkah laku seperti orang gila. Begitu sampai diluar ia cepat-cepat cari tempat yang aman. Ia takut dilihat orang dan takut mereka akan menggunjingnya. Jika itu yang terjadi barang dagangannya bisa tidak laku, karena ia akan dianggap benar-benar gila. Beberapa orang yang melihatnya terheran-heran dan menertawakannya. Ia terus berjalan menuju rumahnya lewat jalan yang sepi. Ia merasa sangat lega ketika sampai dirumahnya. Ia langsung melepas pakaiannya dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhnya.

Ketika ia keluar dari kamar mandi, Allah SWT menunjukkan kekuasan-Nya. Allah menjadikan bau harum yang luar biasa memancar dari seluruh pori-pori tubuhnya hingga ajal menjemputnya. Bau itu tercium dari jarak beberapa meter. Akhirnya ia dikenal dengan sebutan “Al-Miski” atau Orang Yang Seharum Kesturi.

Kisah ini menjadi bukti keagungan Allah. Kisah nyata ini masih bisa dilihat bekasnya. Di tanah Syam, ada sebuah makam yang tertuliskan “Al-Miski”.

Itulah kubur orang mulia yang menjaga kesuciannya ini.

Sedekah yang Salah Alamat



Suatu ketika, Rasulullah Saw., seperti yang kerap beliau laku­kan, berbincang-bincang dengan para sahabat di serambi Masjid Nabawi, Madinah. Selepas berbagi sapa dengan me­reka, beliau berkata kepada mereka, “Suatu saat ada seorang pria berkata kepada dirinya sendiri, ‘Malam ini aku akan bersedekah!’ Dan, benar, malam itu juga dia memberikan sedekah kepada seorang perempuan yang tak dikenalnya. Ternyata, perempuan itu seorang pezina. Sehingga, keja­dian itu menjadi perbincangan khalayak ramai.

“Akhirnya, kabar tersebut sampai juga kepada pria itu. Mendengar kabar yang demikian, pria itu bergumam, ‘Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu.Ternyata, sedekahku jatuh ke tangan seorang pezina. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!’

“Maka, pria itu kemudian mencari seseorang yang menu­rutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sede­kah itu, tanpa diketahuinya, adalah orang kaya. Sehingga, kejadian itu lagi-lagi menjadi perbincangan khalayak ramai, lalu sampai juga kepada pria yang bersedekah itu.

“Mendengar kabar yang demikian, pria itu pun bergu­mam,’Ya Allah! Segala puji hanya bagi-Mu. Ternyata, sede­kahku itu jatuh ke tangan orang kaya. Karena itu, aku akan bersedekah lagi!’

Maka, dia kemudian, dengan cermat, men­cari seseorang yang menurutnya layak menerima sedekah. Ternyata, penerima sedekah yang ketiga, tanpa diketahui­nya, adalah seorang pencuri. Tak lama berselang, kejadian itu menjadi perbincangan khalayak ramai, dan kabar itu sampai kepada pria yang bersedekah itu.

Mendengar kabar demikian, pria itu pun mengeluh, ‘Ya Allah! Segala puji ha­nya bagi-Mu! Ya Allah, sedekahku ternyata jatuh ke tangan orang-orang yang tak kuduga: pezina, orang kaya, dan pen­curi!’

“Pria itu kemudian didatangi (malaikat utusan Allah) yang berkata, “Sedekahmu telah diterima Allah. Bisa jadi pezina itu akan berhenti berzina karena menerima sedekah itu. Bisa jadi pula orang kaya itu mendapat pelajaran karena sedekah itu, lalu dia menyedekahkan sebagian rezeki yang dikaru­niakan Allah kepadanya. Dan, bisa jadi pencuri itu berhenti mencuri selepas menerima sedekah itu.”

***

(Diceritakan kembali dari sebuah hadis yang dituturkan oleh Muslim dan Abu Hurairah dalam Teladan indah Rasullulah dalam ibadah, Ahmad Rofi ‘Usmani)

Kesejahteraan Hidup Boleh Dicari, Asalkan..



Seorang arif melihat setan dalam keadaan telanjang di tengah-tengah masyarakat. “Hai makhluk yang tak punya malu, mengapa kamu telanjang di hadapan manusia?” tegur sang arif. “Mereka bukan manusia, mereka kera.” Sesungguhnya sudah sejak lama Al-Ghazali menulis dalam Ihya`, Dzahaban naas wa baqiyan nasnaas (Telah pergi manusia, yang tertinggal hanya kera) “Jika kamu ingin melihat manusia, ikutlah aku ke pasar,” lanjut sang setan.

Orang arif itu lalu pergi bersama setan ke pasar. Sesampainya di pasar, setan itu menjelma seorang laki-laki dan langsung menuju ke toko yang paling besar. Toko itu hanya menjual permata yang berkualitas tinggi dengan harga yang amat mahal.

“Coba lihat permata itu,” kata setan kepada pemilik toko sambil menunjuk permata yang paling besar. Pemilik toko mengambil permata itu lalu menyerahkannya kepada setan. Ketika permata berpindah ke tangan setan, pemilik toko mendengar muadzin menyerukan: hayya `alash sholaah (Marilah salat) Pemilik toko segera mengambil kembali permatanya. “Kamu pasti setan. Tak ada yang datang pada waktu seperti ini kecuali setan,” kata pemilik toko. Kemudian ia mengusir si setan. Setelah setan pergi, ia lalu menghancurkan permata itu dengan batu.

“Permata ini tidak ada berkahnya,” kata pemilik toko. Kemudian ia keluar untuk salat.

Allah berfirman: “Laki-laki yang perniagaan dan jual beli tidak dapat melalaikannya dari mengingat Allah.” (QS An-Nur, 24:37)

Dalam surat Al-Muzzammil, Allah menyejajarkan para pedagang dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Dan orang-orang yang berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah, dan orang-orang lain yang berperang di jalan Allah. (QS Al-Muzzammil, 73:20)

Perdagangan untuk mencari kesejahteraan di dunia tidaklah tercela. Sebaik-baik urusan dunia adalah yang dapat menjadi tunggangan menuju akhirat. Adapun yang tercela adalah jika kita selalu tenggelam dalam urusan keduniaan, hati kita selalu terikat pada dunia sehingga kita melalaikan hak-hak dan perintah-perintah Allah. Yang terpuji adalah hidup sederhana, tidak berlebih-lebihan. Hidup berlebih-lebihan membuat seseorang terlambat masuk surga.

Seorang bermimpi melihat Malik bin Dinar berlomba-lomba dengan Muhammad bin Wasi’ menuju surga. Ia menyaksikan bahwa Muhammad bin Wasi` akhirnya dapat mendahului Malik bin Dinar. Orang itu kemudian bertanya mengapa demikian kejadiannya, karena menurut perkiraannya Malik bin Dinar bakal menang. Kaum salihin menjawab bahwa ketika meninggal dunia Muhammad bin Wasi’ hanya meninggalkan sepotong pakaian, sedang Malik meninggalkan dua potong pakaian.

Jika seorang arif seperti Malik bin Dinar dapat tertinggal hanya karena pakaian, lalu bagaimana dengan kita. Lemari kita penuh dengan pakaian, dan kita pun masih merasa belum cukup.

Ya Allah, jadikanlah kami puas dengan rezeki yang Engkau karuniakan. Berkahilah apa yang telah Engkau berikan. Dan jangan jadikan (bagi kami) dunia sebagai puncak perhatian dan pengetahuan. (I:511)

Bening Hati Berbalas Surga



Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur’an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,”Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga”. Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini?. Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.

Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.

Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.

Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang i-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?

Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.

Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si laki-laki mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. “Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus,” pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur’an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.

Sungguh, si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.

Akhirnya, sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya, “Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salah satu calon penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat mencontohmu”.

Si laki-laki menjawab, “Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian.”

Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi berseri-seri. “Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal ini”. Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.

Istana Umar bin Khattab



“Dimanakan istana raja negeri ini?” tanya seorang Yahudi dari Mesir yang baru saja tiba di pusat pemerintahan Islam, Madinah.

“Lepas Dzuhur nanti beliau akan berada di tempat istirahatnya di depan masjid, dekat batang kurma itu,” jawab lelaki yang ditanya.

Dalam benak si Yahudi Mesir itu terbayang keindahan istana khalifah. Apalagi umat Islam sedang di puncak jayanya. Tentu bangunan kerajaannya pastilah sebuah bangunan yang megah dengan dihiasi kebun kurma yang rindang tempat berteduh khalifah.

Namun, lelaki itu tidak mendapati dalam kenyataan bangunan yang ada dalam benaknya itu. Dia jadi bingung dibuatnya. Sebab di tempat yang ditunjuk oleh lelaki yang ditanya tadi tidak ada bangunan megah yang mirip istana. Memang ada pohon kurma tetapi cuman sebatang. Di bawah pohon kurma, tampak seorang lelaki bertubuh tinggi besar memakai jubah kusam. Lelaki berjubah kusam itu tampak tidur-tiduran ayam atau mungkin juga sedang berdzikir. Yahudi itu tidak punya pilihan selain mendekati lelaki yang bersender di bawah batang kurma, “Maaf, saya ingin bertemu dengan Umar bin Khattab,” tanyanya.

Lelaki yang ditanya bangkit, “Akulah Umar bin Khattab.”

Yahudi itu terbengong-bengong, “Maksud saya Umar yang khalifah, pemimpin negeri ini,” katanya menegaskan.

“Ya, akulah khalifah pemimpin negeri ini,” kata Umar bin Khattab tak kalah tegas.

Mulut Yahudi itu terkunci, takjub bukan buatan. Jelas semua itu jauh dari bayangannya. Jauh sekali kalau dibandingkan dengan para rahib Yahudi yang hidupnya serba wah. Itu baru kelas rahib, tentu akan lebih jauh lagi kalau dibandingkan dengan gaya hidup rajanya yang sudah jamak hidup dengan istana serba gemerlap.

Sungguh sama sekali tidak terlintas di benaknya, ada seorang pemimpin yang kaumnya tengah berjaya, tempat istirahatnya cuma dengan menggelar selembar tikar di bawah pohon kurma beratapkan langit lagi.

“Di manakah istana tuan?” tanya si Yahudi di antara rasa penasarannya.

Khalifah Umar bin Khattab menuding, “Kalau yang kau maksud kediamanku maka dia ada di sudut jalan itu, bangunan nomor tiga dari yang terakhir.”

“Itu? Bangunan yang kecil dan kusam?”

“Ya! Namun itu bukan istanaku. Sebab istanaku berada di dalam hati yang tentram dengan ibadah kepada Allah.”

Yahudi itu tertunduk. Hatinya yang semula panas oleh kemarahan karena ditimbuni berbagai rasa tidak puas hingga kemarahannya memuncak, cair sudah. “Tuan, saksikanlah, sejak hari ini saya yakini kebenaran agama Tuan. Ijinkan saya menjadi pemeluk Islam sampai mati.”

Mata si Yahudi itu terasa hangat lalu membentuk kolam. Akhirnya satu-persatu tetes air matanya jatuh.

Anda Melakukan Tiga Kesalahan



Umar bin Khatab terkenal sebagai khalifah yang suka berjalan di tengah malam untuk mengontrol keadaan rakyatnya. Di suatu malam, Umar mendengar suara seorang laki-laki dalam sebuah rumah yang sedang tertawa asyik ditingkahi gelegak tawa wanita.

Umar mengintip, lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut seraya menghardik, “hai hamba Allah! apakah kamu mengira Allah akan menutup aibmu padahal kamu berbuat maksiat!!!”

Orang tua itu menjawab dengan tenang, “Jangan terburu-buru ya Umar, saya boleh jadi melakukan satu kesalahan tapi anda telah melakukan tiga kesalahan. Pertama, Allah berfirman, Wa la tajassasu…”jangan kamu (mengintip) mencari-cari kesalahan orang lain” (al-Hujurat: 12).

Wa qad tajassasta (dan Anda telah melakukan tajasus).

Kedua, “Masuklah ke rumah-rumah dari pintunya” (Al-Baqarah 189) dan Anda sudah menyelinap masuk.

Ketiga, anda sudah masuk rumah tanpa izin, sedangkan Allah telah berfirman, “Janganlah kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin…” (An-Nur 27)

Umar berkata, “apakah lebih baik disisimu kalau aku memaafkanmu?” Lelaki tersebut menjawab, “ya”. Lalu Umar pun memaafkannya dan pergi dari rumah tersebut.

Sekarang tengoklah tingkah laku kita. Bukankah Kita lebih suka mencari kesalahan saudara kita. Bila kita tak jumpai rekan kita di pengajian, kita tuduh dia sebagai orang yang melalaikan diri dari mengingat Allah. Ketika kali kedua, kita tak menemui saudara kita saat sholat jum’at, kita cap dia sebagai orang yang lebih mementingkan urusan dunia daripada urusan akherat. Ketika kali ketiga kita lihat dia duduk bersenda gurau dengan lawan jenisnya, mulai kita berpikir bahwa saudara kita tersebut telah terkunci mata hatinya.

Dengan tuduhan dan prasangka seperti itu, boleh jadi kita telah melakukan beberapa kali kesalahan yang lebih banyak dibanding saudara kita tersebut. Mari kita tanamkan sifat Khusnudhon (berprasangka baik) kepada orang lain.

Abu Bakar Dengan Tukang Ramal



Abu Bakar mempunyai seorang hamba yang menyerahkan sebagian dari pendapatan hariannya. Pada suatu hari hambanya itu telah membawa makanan lalu dimakan sedikit oleh Abu Bakar. Hamba itu berkata:

“Kamu selalu bertanya tentang sumber makanan yang aku bawa tetapi hari ini kamu tidak berbuat demikian”.

“Aku terlalu lapar sehingga aku lupa bertanya. Terangkan kepada ku dimana kamu mendapat makanan ini”.

Hamba: “Sebelum aku memeluk Islam aku menjadi tukang ramal. Orang-orang yang aku ramal nasibnya kadang-kadang tidak dapat bayar uang kepadaku. Mereka berjanji akan membayarnya apabila sudah memperoleh uang. Aku telah berjumpa dengan mereka hari ini. Merekalah yang memberikan aku makanan ini.”

Mendengar kata-kata hambanya Abu Bakar memekik : “Ah! Hampir saja kau bunuh aku”.

Kemudian dia coba mengeluarkan makanan yang telah ditelannya. Ada orang yang menyarankan supaya dia mengisi perutnya dengan air dan kemudian memuntahkan makanan yang ditelannya tadi. Saran ini diterima dan dilaksanakannya sehingga makanan itu dimuntah keluar.

Kata orang yang mengamati : “Semoga Allah memberikan rahmat atas mu. Kamu telah bersusah payah karena makanan yang sedikit”.

Kepada orang itu Abu Bakar menjawab: Aku sudah pasti memaksanya keluar walaupun dengan berbuat demikian aku mungkin kehilangan nyawaku sendiri. Aku mendengar Nabi berkata : “Badan yang tumbuh subur dengan makanan haram akan merasakan api neraka”. Oleh karena itulah maka aku memaksa makanan itu keluar takut kalau-kalau ia menyuburkan badanku.

Abu Bakar sangat teliti tentang haram halalnya makanan yang dimakannya.

Jangan mendapatkan harta melalui jalan yang haram, Jangan gunakan harta yang haram bagi diri sendiri apalagi untuk orang lain.

Kelak diyaumil akhir akan ditanya “Dari mana kamu peroleh hartamu & kemana kau belanjakan “

Salam Terindah Untukmu, Ya Rasulullah



Suatu subuh, saat terbangun dari tidurnya, Aisyah ra tidak mendapati suaminya, Rasulullah SAW. Aisyah ra panik dan bingung. Ketika membuka pintu rumahnya, dia kaget mendapati Rasulullah tidur di depan pintu. Aisyah lalu bertanya, “Kenapa engkau tidur di luar suamiku?” Rasulullah SAW lantas menjawab, “Semalam aku pulang telah larut. Aku takut mengganggu tidurmu. Sehingga, aku tidur di sini.”

Sederhana, namun penghormatan Rasullah SAW kepada istrinya tersebut menyimpan makna mendalam bagaimana seharusnya suami memperlakukan istrinya. Selain aktivitasnya dalam berdakwah, Rasulullah SAW tidak mengabaikan keluarganya. Nabi pun membantu istrinya membersihkan rumah, memerah susu unta, dan mengasuh cucunya, yakni Hasan dan Husen.

Pernah, Rasulullah dilempari kotoran oleh orang-orang Quraisy, bahkan dilempari batu hingga wajahnya berdarah. Namun, Nabi menghadapi perlakuan itu dengan mendoakan mereka. Nabi berdoa, “Ya Allah, ampunilah mereka. Mereka berbuat seperti itu karena tidak tahu.” Siksaan dan teror yang menjadi-jadi tidak membuat semangat Nabi SAW dalam berdakwah surut. Bahkan, Umar bin Khattab yang sangat ditakuti oleh Suku Quraisy pun menawarkan diri untuk membunuh orang-orang yang mengganggu Nabi, tapi Nabi melarangnya. Cinta Nabi SAW tidak memandang kepada siapa cinta itu diberikan. Tak peduli kepada orang yang telah menyakiti beliau sekalipun. Subhanallah.

Perut Nabi SAW yang kurus dan dibebat kain berisi batu adalah hal yang membuat miris para sahabat pada saat-saat menjelang Nabi SW wafat. Betapa tidak, jika Rasulullah SAW mau, harta, kedudukan, uang, dan makanan paling lezat pun siap tersaji untuknya. Namun, Rasulullah pun menolak kenikmatan itu semua. Rasulullah SAW tidak mau dilebihkan hanya karena dia seorang pemimpin. Mencintai kaum fakir miskin, dekat dengan anak-anak yatim, sopan dalam berhadapan dengan siapa saja, dan santun segala tindak tanduknya menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin yang disegani oleh siapa pun.

Kini, telah ratusan abad Rasulullah SAW meninggalkan umatnya, umat akhir zaman. Namun, kelembutan dan cinta Nabi SAW kepada umatnya tetap menjadi sejarah yang tak akan bisa lekang ditelan zaman sampai kiamat datang. Dia mewariskan kepribadian agung serta dua titipan untuk dijadikan pedoman hidup, yakni Alquran dan sunahnya.

Angin berembus tenang menyapu padang pasir yang mahaluas. Bila malam tiba, cahaya bintang mengangguk ramah ditemani rembulan yang memancar keindahan akhlak Nabi SAW. Menabur cinta sepanjang masa. Alam berzikir. Dan menitipkan salam paling mesra kepada Rasulullah SAW. Jatuhan tetes air mata tak mudah terbendung mengenang perjuangan dan pengorbanannya. “Kami merindukanmu, yaa Rasulullah..”

Allahumma salli ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sahbihi wasallim.

Astagfirullah



Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah S.A.W sedang duduk bersama para sahabat, kemudian datang pemuda Arab masuk ke alam masjid dengan menangis.

Apabila Rasulullah S..A.W melihat pemuda itu menangis maka baginda pun berkata, “Wahai orang muda kenapa kamu menangis?” Maka berkata orang ; muda itu,”Ya

Rasulullah S.A.W, ayah saya telah meninggal dunia dan tidak ada kain kafan dan tidak ada orang yang hendak memandikannya.”

Lalu Rasulullah S.A.W memerintahkan Abu Bakar r.a. dan Umar r.a. ikut orang muda itu untuk melihat masalahnya. Setelah mengikuti orang itu, maka

Abu Bakar r.a dan Umar r.a. mendapati ayah orang muda itu telah bertukar rupa menjadi babi hitam, maka mereka pun kembali dan memberitahu kepada Rasulullah S.A.W, “Ya Rasulullah S.A.W, kami lihat mayat ayah orang ini bertukar menjadi babi hutan yang hitam.”kemudian Rasulullah S.A.W dan para sahabat pun pergi ke rumah orang muda dan baginda pun berdoa kepada Allah S.W.T, kemudian mayat itu pun bertukar kepada bentuk manusia semula.

Lalu Rasulullah S.A.W dan para sahabat menyembahyangkan mayat tersebut. Apabila mayat itu hendak dikebumikan, maka sekali lagi mayat itu berubah menjadi seperti babi hutan yang hitam, maka Rasulullah S.A.W pun bertanya kepada pemuda itu, “Wahai orang muda, apakah yang telah dilakukan oleh ayahmu sewaktu dia di dunia dulu?” Berkata orang muda itu, “Sebenarnya ayahku ini tidak mau mengerjakan shalat.”

Kemudian Rasulullah S.A.W bersabda, “Wahai para sahabatku,lihatlah keadaan orang yang meninggalkan sembahyang. Di hari kiamat nanti akan bangkitkan oleh Allah S.W.T seperti babi hutan yang hitam.”

Dizaman Abu Bakar r.a ada seorang lelaki yang meninggal dunia dan sewaktu mereka menyembahyanginya tiba-tiba kain kafan itu bergerak.

Apabila mereka membuka kain kafan itu mereka melihat ada seekor ular sedang membelit leher mayat tersebut serta memakan daging dan menghisap

darah mayat. Lalu mereka coba membunuh ular itu. Apabila mereka coba untuk membunuh ular itu, maka berkata ular tersebut, “Laa ilaaha illallahu Muhammad Rasulullah, mengapakah kamu semua hendak membunuh aku? Aku tidak berdosa dan aku tidak bersalah. Allah S.W.T yang memerintahkan kepadaku supaya menyiksanya sehingga sampai hari kiamat.”

Lalu para sahabat bertanya,”Apakah kesalahan yang telah dilakukan oleh mayat ini?”

Berkata ular, “Dia telah melakukan tiga kesalahan, diantaranya :

1. Apabila dia mendengar azan dia tidak mau datang untuk sembahyang berjamaah.

2. Dia tidak mau keluarkan zakat hartanya.

3. Dia tidak mau mendengar nasihat para ulama.

***

Entrepreneurship Rasulullah



KH. Abdullah Gymnastiar

Sahabat-sahabat,

Ternyata dalam kajian tentang Rasulullah, ada saat yang kurang kita bahas. Kebanyakan kita bahas adalah mulai dari umur 17 tahun sampai 20 tahun. Kita tahu mengenai beliau ketika umur 25 tahun tetapi dengan imej yang negatif, yaitu seorang pemuda menikahi janda kaya raya. Padahal kalau dilihat dari maharnya mencapai 20 ekor unta muda yang jika dihargai sekarang kurang lebih setengah milyar rupiah, Bayangkan saja.

Hal lainnya yang amat jarang kita bahas adalah bagaimana Muhammad menjadi professional. Umat Islam sekarang menjadi babak belur, karena kita tidak mengerti bagaimana menjadi professional. Mengurus masjid kecil, wc bahkan sandal saja repot sekali. Hal yang perlu kita kembangkan adalah jiwa entrepreneur.

Rasulullah sebagai bukti bahwa dengan memiliki jiwa entrepreneur maka orang akan mampu mengendalikan apa saja. Contohnya di Singapura yang merupakan negara pedagang walaupun mereka tidak mempunyai sumber daya.Taiwan, Jepang bahkan Korea hampir menguasai dunia.

Rasulullah dilahirkan dalam keadaan yatim. Dalam usia enam tahun ibunya meninggal dalam perjalanan kembali dari Yatrib setelah menengok kuburan ayahnya. Usia 6tahun beliau sudah yatim-piatu dan tidak punya pegangan. Sampai usia 8 tahun 2 bulan dibina dan didik kakeknya Abdul Muthalib yang cukup berada.

Di usia ini kakeknyawafat, setelah itu ia dalam perlindungan pamannya AbuThalib yang tidak sekaya kakeknya, mulai saat itulah pemuda kecil Muhammad menggembala kambing, mencari nafkah sendiri. Usia 12 tahun Rasul diajak pamannya dalam perjalanan dagang pertama kali ke Syria. Syria itu jaraknya ribuan kilometer.

Bayangkan umur 12 tahun tidak pakai pesawat atau mobil!!!. Anak-anak kita umur12 tahun sedang malas-malasnya. Masa kecil kita bukan masa teruji, bukan masa tertempa. Semua dimudahkan oleh orang tua kita. Disini saya akan membahas kenapa kita ini menjadi warga yang looser.

Saudara-saudara Sekalian,

Sepulang dari perjalanan dagang pertamanya, beliau begitu sering bisnis bahkan sampai ke seluruh JazirahArab sudah terkenal seorang professional muda bernama Muhammad. Di usia 25 tahun, beliau menikah dengan seorang konglomerawati bernama Khadijah. Setelah genap hampir sepuluh kali perjalanan dagang yang beliau tempuh, kalau setiap kali perjalanan dagang beliau mendapatkan untung dua ekor unta betina.

Subhanallah,

Maka ketika meminang Siti Khadijah beliau memberi maskawin sebesar duapuluh ekor unta muda atau kurang lebih setengah milyar rupiah!!!. Mana ada pengusaha muda di Indonesia yang mau memberi mahar begitu besar kepada istrinya. Coba cari sekarang ada atau tidak di Indonesia seseorang yang sudah berani menikah dengan memberi mahar setengah milyar. Paling top orang kaya itu seperangkat alat sholat.

Jadi kita bisa membayangkan bagaimana dashyatnya Muhammad muda ini. Hal ini yang jarang kita pelajari, bagaimana etos kerja beliau padahal beliau tidak ada uang, tidak ada keahlian. Jadi saudara-saudara, jangan merasa malu lahir dari orang tua yang miskin, Rasul bahkan tidak punya bapak.

Jangan merasa berpendidikan rendah, Nabi saja tidak sekolah. Jangan merasa tidakpunya modal, Nabi tidak punya modal sama sekali. Tidak ada alasan. Kita itu paling hobi memperbanyak alasan. Padahal alasan memperjelas kelemahan kita.

Jadi bangsa ini mau sesulit apapun, tidak ada pilihan bagi kita kecuali kita bangkit dengan semangat. Saya termasuk yang tidak mau pusing dengan keadaan sekarang kalau akhirnya akan melemahkan semangat . Situasi sesulit apapun, pilihannya cuma satu yaitu kita harus bangkit bersama-sama.

Mengeluh, mencela tidak akan menyelesaikan masalah, kalau ada yang dapat terselesaikan dengan masalah, silakan saja mengeluh sepuasnya. Kalau ada yang bisa selesai dengan umpatan dan makian, silakan mengumpat. Kita tidak punya waktu, waktu kita terbatas. Satu – satunya pilihan adalah kita harus bangkit. Allah Maha Kaya, mau seperti apa saja keadaanya, rezeki Allah tidak akan berkurang. Ini rumusnya yang akan kita coba bahas.

Rekan-rekan sekalian, Para orang tua, jangan merasa sudah tua. Tenang saja kita masih punya anak cucu. Para kaum muda ini kesempatan bahwa kita sudah disiapkan sukses oleh Allah. Sudah diilhamkan potensi sholeh/bejat. Kita sebelum dilahirkan ke dunia sudah pernah bertarung dengan 150 juta pesaing yaitu sel sperma dan yang jadi menemui sel telur adalah kita. We are the winner. Kita pernah memasuki persaingan dan kita menang. Kenapa kalau sudah hidup jadi kalah??

Jadi tekad harus kita canangkan dari sekarang. Kalau kita lihat sejarah, baru tahun 1984 ilmu wirausaha ini mulai dikembangkan, padahal Nabi Muhammad SAW sudah 1500 tahun yang lalu mencanangkan bahwa kita itu bisa kokoh dan kuat justru dengan kewirausahaan yang ada. Kuncinya ternyata semua wirausahawan sejati tergantung dari masa kecilnya.

Masa kecil seseorang itulah yang menentukan kualifikasi enterpreneurship orang tersebut. Kalau masa kecilnya selalu dimanja, selalu ditolong maka bersiaplah menuai anak yang tidak berdaya. Para pengusaha kita sedikit yang masa kecilnya susah.

Saudara-saudaraku,

Bagi yang masih muda, jangan bercita-cita punya pekerjaan setelah lulus. Mulai sekarang kalau saya lulus, saya ingin membuat pekerjaan, tidak perlu melamar kemanapun. Langsung jadi direktur utama merangkap staf dan pegawai inti. Bangsa ini tidak akan selesai hari ini. Mulailah tanamkan jiwa enterpreneurship pada anak-anak kita. Ingatlah padawaktu kita kecil, waktu belajar jalan, bediri sedikit sudah jatuh. Bangkit lagi, benjol berdarah dan apakah kita putus asa?, apakah kita mengeluh?.

Potensi untuk berani bertindak sudah ada hanya orang tua yang dapat melemahkan semangat kita. Dilarang naikkursi takut jatuh, dilarang main pisau nanti berdarah. Dia tidak pernah punya pengalaman untuk mengambil pilihan. Dia tidak pernah punya pengalaman untuk mengetahui resiko dari tindakannya.

Menyelesaikan bangsa kita sekarang bukan saja oleh kita sekarang, dengan mempersiapkan keturunan kita juga merupakan tanggung jawab kita kepada umat ke depan. Tidak pernah ada kata terlambat. Didik anak-anak kita dari kecil buat jadi mandiri, bebas, berani bertanggung jawab supaya dia percaya diri.

Kalau dia jatuh biarkan saja. Ini adalah membangun bangsa ini. Ini adalah membangunmasa depan umat, yaitu bagaimana para orang tua membangun anak-anaknya. Kalau mereka mau jajan harus ada pertaruhannya, setiap rupiah harus ada perjuangannya.

Latih anak-anak kita untuk selalu bertanggung jawab terhadap apa yang dia lakukan. Orang tua yang memanjakan anaknya sengsaranya juga akan kembali ke orang tua. Latihlah entrepreneurship dari uang jajan bulanan yang bertanggungjawab pemakaiannya. Semoga Allah mengampuni segala kesalahan kita. Saya semenjak SD sampai SMA sudah berjualan, lulus kuliah tidak pernah mengambil ijazah sampai sekarang.

Alhamdulillah, rezeki Allah tidak kemana-mana.Allahu akbar, Allah Maha Besar sampai sekarang mampu membangun Daarut Tauhiid sampai sebegini besar. Tapi ini benar-benar membuat keyakinan jika jiwa entrepreneurship tertanam pada diri-diri kita, kita tidak pernah takut menghadapi situasi apapun. Kalau saja ini dikelola oleh orang- orang yang berjiwa wirausaha yang baik pasti akan sukses.

Bagaimana mungkin dengan alam yang begitu kaya kita bisa miskin, cuma kita saja yang bodoh sampai tertipu tetangga karena kita tidak mengerti cara mengelolanya. Saudara-saudaraku sekalian, Hikmahnya yang pertama adalah hati-hati dengan masa kecil, masa muda. Para mahasiswa sebaiknya sambil kuliah sambil cari nafkah. Pengalaman sudah harus dirintis, nantinya waktu kuliahnya sama hasilnya akan berbeda dengan orang lain.

Kedua, Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat sebagi nabi tidak punya apa-apa, mengapa setelah itu dapat menjadi orang kaya tanpa modal. Karena modal yang beliau punyai adalah Al-Amin yaitu orang yang kredibel. Mulai sekarang kita harus buat track record menjadi orang yang terpercaya dalam kehidupan kita. Modal kita itu adalah nama baik kita. Demi Allah, uang itu kecil.

Nama baiklah yang mahal. Mulai sekarang jangan pernah terpikir untuk licik. Mulut kita satu-satunya ini tidak boleh lagi berdusta. Mulut ini yang membuat kita kehilangan hidup, uang, dan kehormatan kita. Jangan main-main soal bohong ini. Biar kita diremehkan, disisihkan dan dikeluarkan karena kita jujur.

Daripada kita sebaliknya karena kita tidak pernah menikmati hidup selama kita berbohong. Cari rezeki tidak perlu bohong, Allah SWT sudah tahu kebutuhan kita daripada kita sendiri. Tiap kita itu sudah ditentukan rezekinya, tidak mungkin Allah menciptakan kita tanpa rezeki.

Rezeki dapat dibagi menjadi tiga, yaitu rezeki yang pertama adalah rezeki yang dijamin pasti ada, yaitu makan. Pada saat kita bayi kita tidak bisa mencari makan, apakah kita takut. Hal ini karena kita yakin sudah dijamin. Satu kesulitan mendatangkan dua kemudahan pada saat kita hendak terlahirkan. Ari-ari dipotong setelah itu mendapatkan makanan dari dua air susu ibu. Jadi setelah kita sebesar ini, apakah masih takut tidak makan. Yang harus kita takuti adalah makan makanan yang kita tidak tahu halal/haramnya. Demi Allah, kita akan ada rezekinya.

Rezeki yang kedua adalah rezeki yang digantungkan. Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu merubah nasibnya sendiri. Semua sudah ada ukurannya sendiri. Justru akan gawat kalau rezeki kita sama semua. Kalau kita mencarinya di jalan Allah. Rezeki dapat, pahala dapat, barokah namanya. Kalau mau licik boleh-boleh saja. Rezeki dapat, dosa dapat, haram namanya.

Pencuri, koruptor itu maling hartanya sendiri. Kalau dia sholeh pasti ketemu rezekinya itu. Tidak perlu pakai licik. Tidak mungkin Allah menyediakan rezeki kalau harus pakai licik. Jujurlah pasti akan ketemu rezeki tersebut, mau kemana lagi. Ingatlah teori bayi, ketika menangis dengan suara pelan sang ibu hanya menenangkan dan tidak memberi makan. Kemudian si bayi menangis dengan berteriak tentu akan menarik perhatian dan ibu akan memberi makan kepadanya.

Saudara-saudara,

Saya khawatir kita apes seperti ini bukan tidak ada jatah kita, tapi kita tidak mengambilnya hanya sedikit. Jangan-jangan jatah saudara seratus juta perbulan tapi mengambilnya hanya lima ratus ribu. Jika sudah bekerja keras itu masih belum cukup. Bekerjakeras itu urusan fisik, bekerja cerdas itu urusan otak dan bekerja ikhlas itu urusan hati. Kalau ketiganya jalan baru ketemu.

Tanpa bermaksud meremehkan saudara kita tukang becak itu tidak kurang kerja kerasnya. Karena kalau tidak didorong tidak akan maju, tapi hasilnya hanya sepuluh ribu perhari. Tidak cukup mengandalkan otot saja, hati dan otak harus diperhatikan. Maka saudara-saudara jangan sampai berpikir licik untuk mendapatkan rezeki, rezeki itu tidak akan kemana-mana.

Rezeki yang ketiga adalah rezeki yang dijanjikan. Kita harus jatahkan setiap mendapatkannya harus langsung dikeluarkan sedekah/zakatnya. Demi Allah, Allah sudah berjanji barangsiapa yang ahli syukur nikmat yang ada Allah akan tambahkan. Tidak akan berkurang harta dengan sedekah, kecuali bertambah dan bertambah. Inilah rumusnya kalau tidak mau uang kita sia-sia.

***

Dari Sahabat