Saudaraku yang semoga Allah merahmatimu..
Aku tuliskan catatan ini wahai saudaraku, bukan karena aku lebih baik darimu..
Atau bukan karena aku paling baik diantara kalian..
Sungguh, semata-mata ku lakukan karena aku peduli padamu. Karena kau saudaraku dan aku mencintai kebaikan bagimu sama seperti aku mencintai kebaikan untuk diriku sendiri.
Dan barangkali kau pernah mendengar, bahwa agama ini adalah nasihat. Maka aku menasihati diriku sendiri yang utama kemudian kau, saudaraku di jalan Allah.
Bagiku hijab adalah suatu kebaikan yang teramat berharga. Ia merupakan kebanggaanku,kehormatanku, kemuliaanku, juga ciri khas serta identitasku sebagai seorang Muslimah. Maka dengan mengharap keridhaan dari Rabb-ku Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi, aku menghendaki agar kebaikan yang kurasakan bersama hijab ini dapat pula kau rasakan.
Aku sampaikan begini sebab aku tidak ingin kemudian kau berkata di belakangku, “Mengapa orang ini mencampuri urusanku?! Ini hidupku dan aku yang menjalaninya. Berjilbab atau tidak biarlah urusanku dengan Tuhanku saja!”
Tidak, aku tidak menginginkan kalimat tersebut terucap dari lisanmu. Aku katakan kembali bahwa aku tidak memiliki keinginan untuk mencampuri urusanmu. Aku hanya menginginkan bagimu kebaikan sebagaimana aku menginginkan kebaikan untuk diriku.
Semoga Allah memberiku hidayah demikian pula bagimu..
Dibawah ini kutulis beberapa alasan para wanita Muslimah, mengapa mereka enggan menutupi auratnya, padahal telah datang pada mereka kabar dari Tuhan-nya bahwa mengenakan jilbab adalah wajib.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya,
“Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab: 59]
Perhatikanlah saudaraku, barangkali satu diantaranya adalah pernyataan yang menjadi alasanmu juga.
Pertama,
“.. ah, yang terpenting bagiku adalah hati, bukan penampilan! Apakah berjilbab ataukah tidak”
Betulkah begitu saudaraku? Betulkah bahwa penampilan atau hal yang tampak merupakan sesuatu yang kurang begitu penting bagimu?
Baiklah, bantulah dirimu untuk mengingat apa yang telah kau lakukan sejak pagi tadi. Bukankah pagi tadi kau membersihkan tubuhmu, memakai pakaian bagus, lalu memoles wajahmu dengan blush ondan lipstick berwarna peach, kemudian memberikan sedikit hair mask pada rambutmu, dan tak lupa menyemprotkan parfum lalu keluar menuju kampus atau tempat kerjamu. Kau akan pergi setelah menilai penampilanmu oke. Bukankah hal tersebut menandakan bahwa sebenarnya penampilan teramat penting bagimu?
Well, aku anggap kau telah sependapat denganku, bahwa baiknya hati sangat penting. Namun penampilan zahir (tampak) pun sangatlah penting.
Selanjutnya aku kutipkan padamu sebuah hadits yang mulia dari Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam,
“ Ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging apabila baik gumpalan tersebut maka baiklah jasad tersebut dan sebalikya apabila rusak maka rusaklah jasad tersebut ingatlah bahwa itu adalah hati”
Perhatikanlah wahai saudaraku..
Bahwa ternyata baiknya hati dan baiknya jasad (penampilan) berbanding lurus, tidak mungkin kau mengambil salah satu dan mengenyampingkan yang lainnya. Jadi jika hatimu baik, maka akan baik pula jasad atau penampilanmu. Dan menutup auratmu dengan mengharap ridha Allah merupakan sebuah amalan zahir (tampak) yang sangat agung dan merupakan salah satu upaya untuk memperbagus penampilanmu. Tentunya merupakan sebuah kewajiban dari Rabb-mu Yang Maha Kuasa tanpa bisa kau negosiasikan kembali.
Kesimpulannya, tidak mungkin kau melakukan amalan batin sedang tidak diiringi dengan amalan zahir. Dan sesungguhnya seorang yang jujur dalam keimanannya untuk memperbaiki hatinya, pastilah tidak akan melewatkan untuk melakukan ketaatan kepada Allah yakni berhijab dan memperbaiki jasadnya (amalan zahir).
Kedua
“Aku lihat banyak sekali orang yang berjilbab namun akhlak mereka buruk. Dan ditempat lain banyak kawan-kawanku yang tidak memakai jilbab namun mereka baik..”
Jadi itulah yang membuatmu enggan berjilbab wahai saudaraku? Dan kau memilih menjadi seperti kawan-kawanmu yang tidak mengenakan jilbab namun mereka telah baik menurutmu?
Aku katakan padamu bahwa aku mengenal seseorang yang baik padaku namun dia adalah seorang pecandu alkohol. Apakah itu menunjukkan bahwa aku mesti menjadi seorang alcoholic?
Lalu akupun memiliki teman-teman dari kalangan Nasrani, Hindu dan Budha, beberapa dari mereka gemar memberi, suka menolong, dan sikap mereka sangat baik kepada manusia meski tidak seagama dengan mereka. Apakah hal tersebut kemudian membuatku mengatakan “Aku memilih menjadi seperti mereka. Menjadi seorang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha sebab mereka sangat baik”
Ketiga
“Jujur, aku khawatir kelak susah mendapatkan jodoh dengan jilbab yang ku kenakan”
O dear.. cobalah bertanya begini pada dirimu sendiri,
“Laki-laki seperti apa yang ku inginkan untuk dinikahi”
“Ayah yang bagaimana yang aku inginkan untuk anak-anakku kelak?”
Pikirkanlah untuk menjawab pertanyaan tersebut..
Saudaraku, apakah kau ingin menikah dengan laki-laki yang hanya ingin mencari pasangan dengan gaya rambut menarik dan betis yang mulus?
Dimana laki-laki tersebut tidak akan berpikir sedikitpun untuk menikahi wanita yang membungkus tubuhnya dengan jilbab sebab yang menarik hatinya adalah para wanita yang gemar berganti gaya rambut dan mempertontonkan setengah dadanya. Benarkah laki-laki seperti demikian yang kau inginkan untuk menikah denganmu?
Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam tanzil-Nya,
“…wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji pula, dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula…” [An-Nuur: 26]
Subhanallah..
Kau punya waktu untuk merenungkannya kembali dengan pikiranmu yang jernih saudaraku..
Tidakkah kau inginkan seorang laki-laki shalih?
Bukankah kau pernah mengatakan bahwa kau menginginkan suamimu kelak yang dapat menjadi seorang Imam bagimu dan anak-anakmu?
Seorang laki-laki yang dapat membimbingmu dan mengarahkanmu kepada kebaikan..
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatanmu dan kehormatan keluargamu..
Seorang laki-laki yang memuliakanmu..
Seorang laki-laki yang memiliki tekad kuat untuk mengamalkan ayat Allah yang mengatakan:
“Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..” [Lihat At-tahrim ayat 6]
Bukankah kau menginginkan seorang laki-laki yang menjadi teladan baik bagi anak-anakmu kelak?
Bukankah kau pernah bercita-cita memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah?
Jawablah pertanyaanku..
Bagaimana bisa kau mendapatkan apa yang kau ingini dan kau cita-citakan dari seorang laki-laki yang hanya menginginkan keindahan tubuh wanita untuk dipamerkan, yang bahkan tidak memiliki cukup iman untuk menyukai jilbab bagi istrinya??
Keempat
“Aku pun khawatir akan sulit mendapatkan pekerjaan dan sulit untuk berkarir.”
Saudaraku, tidak pernahkah kau memperhatikan seekor burung?
Dia terbang pada pagi harinya meninggalkan sangkarnya, kemudian tidak lama kembali pada keluarganya dan membawakan mereka makanan.
Lalu siapakah Dzat yang memberi burung-burung tersebut rizki dari langit?
Aku yakin kau akan menjawab “Allah-lah Meha Pemberi Rizki”
Apakah kau berpikir bahwa Allah memberi rizki pada burung-burung tersebut dan tidak memberi rizki kepadamu?
Apakah kau berpikir bahwa Allah Ta’ala zalim?
Apakah kau akan berpikir bahwa Allah memerintahkan sesuatu untukmu kemudian Dia menyulitkanmu?
Bahwa Dia memerintahkanmu untuk berjilbab lalu membiarkanmu hidup di dunia tanpa memperoleh rizki?
Apa yang kau khawatirkan wahai saudaraku?
Perhatikanlah kalam Allah berikut,
“Tidak ada satu makhluk melatapun di muka bumi kecuali Allah yang menanggung rezekinya, dan Dia yang mengetahui tempat berdiamnya dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)” [Huud : 6]
Saudaraku, aku berdoa kepada Allah agar melembutkan hati-hati kita..
Barangkali saat ini angan-anganmu terhadap dunia begitu tinggi..
Kau bercita-cita begini.. berambisi itu.. ingin menjadi begini dan begitu..
Kau ingin agar sukses di dunia kemudian melakukan sebab dan upaya agar tercapai keinginanmu tersebut. Namun sudahkah kau berpikir dan bercita-cita untuk kehidupanmu di akhirat nanti?
Maka akan kau jawab, “Tentu saja sista! Siapa-lah yang tidak ingin mencapai kesuksesan di akhirat?!”
Lalu sejauh mana upayamu dalam menggapai kesuksesan dan kebahagiaan tersebut wahai saudaraku?
Kau diam.
Bahkan kau ingin mendapatkan surga dalam keadaan enggan untuk taat kepada Rabb-mu? Enggan untuk berjilbab?
Kau berpikir untuk mengejar dunia, padahal sesungguhnya dunia akan berpaling darimu, membelakangimu serta mengkhianatimu. Sebab dunia pastilah akan musnah. Sedang akhirat, itulah negeri yang kekal dan abadi. Maka bagaimana kau mengejar sesuatu yang akan musnah dan membelakangi sesuatu yang kekal?
Alangkah indah nasihat dari Hasan Al-Bashri yang mengatakan.
“Permisalan antara dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat. Semakin engkau dekat pada satu sisi, semakin jauh engkau pada sisi yang lainnya.”
Saudaraku yang semoga Allah memberkahimu..
Sungguh, bukanlah aku menasihatimu untuk melupakan dan membelakangi dunia. Sebaliknya aku menasihati diriku sendiri kemudian kau agar bersemangat dalam memperoleh apa-apa yang bermanfaat bagi kita, baik di dunia maupun di akhirat.
“Bersemangatlah memperoleh sesuatu yang bermanfaat begimu dan mintalah pertolongan kepada Allah. Serta jangan merasa lemah.” (HR. Muslim)
Dan agar bersemangat dalam menatap masa depan.
Disebabkan masa depan dunia memiliki ujung dan tidak kekal, maka akan sangat adil bagi kita untuk memilih memprioritaskan masa depan yang lebih cemerlang, menjanjikan, serta abadi. Tiada lainakhirat.
Allah Al-Ghaniy, Yang Maha Kaya berfirman dalam kalam-Nya yang mulia,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. [Ath-Thalaq: 2-4]
Tersenyumlah saudaraku sebab Allah Ta’ala telah berjanji padamu dalam keadaan kau mengetahui bahwa janji Allah adalah benar.
Tersenyum lalu hiburlah lagi dirimu dengan hadits yang mulia berikut,
“Barang siapa yang Akhirat menjadi harapannya, Allah akan menjadikan rasa cukup di dalam hatinya serta mempersatukannya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan putuh dan hina. Tetapi siapa yang dunia menjadi harapannya. Allah akan menjadikan kefakiran berada dii depan matanya serta mencerai-beraikannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekedar apa yang telah ditetapkan baginya.” [HR. Tirmidzi]
Saudaraku, aku berharap kau tidak lagi khawatir akan rizki dan duniamu. Dan semoga hal ini tidak lagi menjadi alasanmu mengapa enggan berjilbab. Allah saja-lah Yang Memberi taufiq.
Kelima
“Pelan-pelan, aku ingin menjilbabi hatiku terlebih dahulu..”
Aku tersenyum. Sebab pernyataan inilah yang paling sering kau jadikan pelurumu dalam menyangkal nasihat-nasihat kawanmu tentang jilbab. Seringkali ku dengar para wanita mengucapkan ini dengan senyum mengembang dan rasa puas.
Aku bertanya padamu saudaraku, apa yang kau maksudkan dengan “menjilbab i”?
Apakah maksud dari menjilbabi olehmu adalah mensucikan, membersihkan, memperbaiki bagitu?
Baiklah aku ambil kesimpulan bahwa saat ini kau tengah berupaya memperbaiki, membersihkan dan mensucikan hatimu.
Lalu bagaimana upayamu sejauh ini?
Apa yang tengah kau lakukan untuk memperbaiki dan mensucikan hatimu tersebut?
Saudaraku, semoga Allah memperbaiki urusanmu..
Aku beri tahu sesuatu yang sangat penting untuk kau ketahui. Bahwa mensucikan hati dan menjadikannya bersih dari segala kotoran dan penyakit tidaklah dapat ditempuh kecuali dengan beberapa sebab seperti meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah, melakukan ketaatan dan memperbanyak bertaubat kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman hendaknya mereka menundukkan pandangan mereka dan menjaga kehormatannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” [An-Nur: 30]
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan di dalam ayat ini bahwa sucinya hati itu terjadi setelah menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan, yaitu menundukkan pandangan dari yang diharamkan Allah Ta’ala.
Barangsiapa hendak mensucikan qalbunya maka ia harus mengutamakan Allah dibanding keinginan dan nafsu jiwanya.(Ibnul Qayyim)
Dan wahai saudaraku, dengan apa kau dapat menundukkan pandangan serta menjaga kehormatanmu jika bukan dengan berhijab?
Maka kau telah keliru dalam berpandangan dan mengambil sikap. Kau mengira dengan menunda berjilbab dan melakukan apa yang kau sebut dengan upaya menjilbabi hati adalah sebuah cara yang sudah benar, ternyata sebaliknya. Cobalah kau berpikir lagi, bagaimana mungkin kau dapat mensucikan hatimu, sedang tidak kau tempuh sebuah upaya yang berarti. Yang bahkan kau menunda-nunda kebaikan dan enggan untuk memenuhi perintah Rabb-mu. Lalu dengan tersenyum kau berkata“Aku ingin menjilbabi hati dulu..”. Tidakkah hal tersebut sia-sia belaka?
Saudaraku, tempuhlah sebab-sebabnya serta berlapang dadalah. Sungguh, mengenakan jilbab dan menjaga kehormatanmu itulah cara tepat untuk menjilbabi hati.
Keenam
“Yang penting aku shalat 5 waktu, berpuasa pada Ramadhan dan mengeluarkan zakat!”
Ya, kau benar saudaraku. Shalat, berpuasa dan mengeluarkan zakat adalah amalan-amalan yang agung dan termasuk kedalam kewajiban utama sebagai Muslim. Sebab islam dibangun dengan 5 rukun yang 3 diantaranya apa yang telah kau sebutkan tadi bukan? Kau pasti menghapal rukun tersebut.
Namun tentu kau mengetahui betul bahwa syariat Islam yang telah Allah turunkan dengan Hikmah danKeadilan-Nya ini bukanlah sebatas perkara shalat atau puasa saja.
Kau tahu bahwa perintah mengenakan jilbab adalah nyata tertulis didalam Kitabullah Al Karim. Bahwa tidak ada pertentangan dari zaman dahulu hingga sekarang antara para ulama tentang wajibnya menutupi aurat. Jika kau mendengar ada tokoh-tokoh yang menyerukan bahwa berjilbab tidaklah wajib, maka yakinlah bahwa mereka sejatinya tidak menginginkan syariat Allah melainkan mempertuankanhawa nafsu-nya . Berdoalah kepada Allah agar dijauhkan dari kesesatan mereka.
Dan aku katakan padamu bahwa tidaklah Allah turunkan perintah dan larangan bagi hamba-hamba-Nya kecuali Dia menghendaki kemudahan, kebaikan dan keselamatan.
Dalam Kitab-Nya yang mulia, Ar Rahman berfirman yang artinya,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya..” [An-Nur: 31]
“Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, Karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzab: 59]
Maka khawatirlah wahai saudaraku, jika jiwamu condong kepada menerima syariat Allah yang satu lalu menolak syariat yang lainnya. Khawatirlah dengan ucapanmu yang enggan berjilbab dengan mengatakan, “Yang terpenting aku shalat, puasa, dan berzakat..”
Khawatirlah sebab Allah telah mencela Bani Israil, dengan sebab mereka melakukan sebagian perintah dan meninggalkan sebagian yang lain.
“…Apakah kamu beriman kepada sebahagian AI-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat” [Al-Baqarah: 85]
Ketujuh
“Jilbab membatasi kebebasan saya!”
Bagimu jilbab membatasi kebebasanmu, namun bagiku sebaliknya. Eye Shadow, lipstick, short dress, dan high heels lah yang sama sekali telah membatasi kebebasanku.
Lalu aku bertanya, apa definisi kebebasan menurutmu?
Barangkali kau hendak mengatakan bahwa kebebasan adalah “Ketika aku bebas melakukan apapun yang aku ingin lakukan”.
Demi Allah, bukan itu yang Rabb-mu kehendaki wahai saudaraku..
Kebebasan adalah dalam melakukan hal yang benar, bukan melakukan apapun yang ingin kau lakukan!
Saudaraku kau seorang Muslimah. Dan kau beriman kepada kitab Allah. Maka hal yang semestinya kau lakukan adalah berbangga dengan identitas seorang muslimah yakni hijab. Manakala orang-orang selainmu yakni kaum kafir berbangga dengan hot pant dan bikini maka kau berbangga jilbabmu. Tidakkah kau berpikir bahwa ini istimewa?
Hal isitimewa yang dikehendaki oleh Pencipta-mu untukmu, yang tidak dikehendaki oleh wanita-wanita kafir.
Bahwa Dia menghendaki kemuliaan bagimu. Semakin kau menutup rapat auratmu, maka semakin tinggi harga dirimu sebagai wanita. Semakin tinggi kehormatanmu. Dan ini adil sekali.
Aku sampaikan sebuah hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam, bahwa beliau bersabda,
“Sesungguhnya di antara apa yang didapati manusia dari ucapan nabi-nabi yang terdahulu adalah ‘Apabila engkau tidak malu, maka lakukan apa pun yang engkau mau’.”
Lagi-lagi “malu” menjadi tolok ukur seseorang dalam banyak perbuatannya. Bahwa orang yang menginginkan untuk berbuat sesuka hati menandakan kurang sekali rasa malunya.
Benarlah apa yang dikatakan seorang sahabat, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu,
“Malu dan iman itu senantiasa ada bersama-sama. Bila hilang salah satu dari keduanya, hilang pula yang lainnya.”
Dan benar sekali bahwa kau bebas untuk melakukan apa yang kau mau. Kau bebas berbuat, berpikir, berucap. Kau bebas memilih beragama ataukah tidak. Kau bebas memutuskan ingin menjilbabi tubuhmu atau tidak. Kau bebas melangkahkan kakimu kemana saja kau inginkan.
“If you feel no shame, then do as you wish”
Dan jangan putus mengingat bahwa Tuhanmu pun bebas membuat perhitungan denganmu.
Kedelapan
“Ya, aku tahu bahwa jilbab itu wajib bagi setiap wanita Muslim, namun aku betul-betul belum siap. Aku khawatir jika jika dipaksakan, nantinya akan on-off dalam memakainya”
Aku nasihatkan pertama-tama untukku kemudian engkau wahai saudaraku agar memperbanyak memohon ampun dan memohon hidayah kepada Rabb At Tawwab dan Al Haadii, Rabb Yang Maha Penerima Taubat serta Maha Pemberi Petunjuk. Berharaplah semoga dengan begitu Allah melembutkan hati-hati kita dan memudahkan kita dalam melakukan ketaatan.
Sungguh jika kau ketahui wahai saudaraku, perintah yang Allah tujukan bagimu dan kau enggan melaksanakannya maka siapakah yang kelak merugi? Apakah Dia, Allah Yang Maha Suci akan merugi??
Saudaraku, bahkan jika seluruh makhluk dari generasi pertama hingga generasi terakhir kalangan jin dan manusia mendurhakai Allah hingga taraf kedurhakaan paling tinggi, maka tidaklah hal tersebut mengurangi kemuliaan Allah sedikitpun. Allah tidak pernah rugi sama sekali.
Maka semestinya kau mengetahui bahwa yang rugi adalah dirimu sendiri. Allah tidaklah memaksamu memilih jalan hidupmu. Bahkan kau bebas berbuat sekehendak hatimu. Dia hanya menolongmu agar kelak kau selamat. Sebab Dialah yang menghisabmu nanti.
Dan wahai saudaraku yang semoga Allah memuliakanmu..
Aku percaya kau memiliki kepercayaan diri untuk berdiri dan mengatakan:
“Aku yakin bisa memulai untuk menempatkan perintah Allah di atas keinginan atau kekhawatiranku sendiri. Dengan pertolongan-Nya aku percaya dapat melakukannya ‘Kami dengar dan kami taat’.”
Ketahuilah, apabila niatmu benar dan ada kesungguhan atasnya maka dengan pertolongan Allah, Dia-lah yang akan memberimu kesiapan dan kemantapan, tanpa perlu kau katakan, “..nanti saja jika sudah mantap..”
Dia pulalah yang akan memberimu keistiqamahan. Tanpa perlu ragu dan mengatakan, “..nanti saja, khawatir jilbab-nya on-off”
Kesembilan
“Suatu hari nanti aku pasti berjilbab, tidak sekarang..!”
Semoga Allah memberi hidayah dan taufiq kepada kita..
Andaikan sahabat karibmu saat ini meneleponmu kemudian berkata “Nonton yuk!”, maka kemungkinan besar kau akan menjawab dengan bersemangat “yuk…kapan?? “
Lihatlah begitu semangatnya kau bersegera untuk melakukan sesuatu demi kesenangan duniamu. Sedangkan untuk kesenangan di akhiratmu kau mengatakan “..tidak sekarang!”
Saudaraku, beritahu aku apa yang kau maksudkan dengan suatu hari nanti PASTI?
Jangan katakan bahwa kau dapat meramal masa depanmu dimana kau mengataka,
“Hari itu.. aku pasti memakai jilbab!”
Semoga Allah memberimu kecerdasan. Kau tahu bahwa seorang yang cerdas adalah yang paling banyak mengingat pemutus kelezatan (maut). Cobalah berpikir untuk meluangkan sedikit waktumu demi mengingat kematian. Sebab yang pasti terjadi adalah hari dimana kau mati.
Kau tidak pernah tahu kapan dan di bumi mana kau akan diwafatkan. Maka berpikirlah kembali sebelum mengatakan, “.. tidak sekarang, biarlah suatu saat nanti.”
Bahkan saudaraku, kau tidak pernah tahu apakah esok hari kau masih diberi kesempatan oleh Rabb-mu menuju tempat kerjamu dengan gaya rambut terbaru.
Kesepuluh
“Hidayah belumlah sampai kepadaku..”
Saudaraku, apabila kau menginginkan sebuah sepatu baru, anggaplah kau pernah melihatnya di sebuah swalayan di kotamu. Kemudian kau duduk di rumahmu tanpa mengupayakan sesuatu berupa uang yang cukup dan usahamu untuk membeli sepatu tersebut lantas kau mengatakan, “Aku berharap sepatu dambaanku tersebut tiba dirumahku secepatnya.” Apakah kau berpikir sepatu tersebut akan benar-benar datang padamu?
Sungguh hidayah terlalu mahal untuk kau tunggui tanpa mengupayakan sesuatu yang berarti saudaraku..
Sesuai dengan usaha yang engkau berikan,
maka engkau akan mendapatkan apa yang engkau angan-angankan.
Bahwa “Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.”[Al-Baqarah: 213]
Namun hidayah perlu untuk dipinta. Bahkan wajib bagi setiap hamba Allah untuk meminta hidayah kepada-Nya.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi yang artinya,
“Wahai hamba-hambaKu, kalian semua sesat, kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepadaKu, niscaya Aku akan memberikannya kepada kalian.”
Maka lakukanlah sesuatu yang berarti wahai saudaraku!
Bersemangatlah untuk memperbanyak meminta hidayah dan taufiiq kepada Allah Azza wajalla, serta tempuhlah sebab agar semakin dekat dengan-Nya. Sungguh melakukan ketaatan dan amalan shalih serta berupaya menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah merupakan suatu upaya yang sangat berarti untuk memperoleh hidayah yang kau dambakan tersebut.
Sebagai penutup, izinkanlah aku mengutip sebuah nasihat indah dari seorang mantan petinju dunia,Muhammad Ali kepada putrinya Hana. Barangkali saja semakin menambah motivasimu untuk tidak menunda berhijab. Semoga Allah menjagamu..
“Hana, segala sesuatu ciptaan Allah yang berharga di muka bumi ini senantiasa tertutup dan sulit untuk didapatkan. Di manakah engkau menemukan berlian? Jauh di dalam tanah, tertutup dan terlindungi. Di manakah engkau menemukan mutiara? Jauh di dasar samudera, tertutup dan terlindungi dalam sebuah cangkang yang keras. Di manakah engkau menemukan emas? Jauh di dalam tanah yang ditambah, tertutup oleh banyak lapisan batuan… Engkau harus bekerja keras untuk mendapatkannya.”
Ia memandang dengan tatapan mata yang serius.
“Demikian pula tubuhmu. Jauh lebih berharga dari pada berlian dan mutiara, maka engkau juga harus mengenakan hijab agar tertutup.”
Hanya kepada Allah aku meminta agar menjadikan kita semua sebagai kunci-kunci pembuka kebaikan dan penutup kejelekan, dan tidak ada daya serta upaya kecuali dengan pertolongan Allah.
Wallahu Ta’ala A’lam
Allah Saja-lah yang memberi taufiiq
baiknya kita menyampaikan yang baik, berkata yang baik, menulis yang baik, dan komentar yang baik.
Friday, August 31, 2012
"10 Ribu Rupiah Membuat Anda Mengerti Cara Bersyukur"
Ada seorang sahabat menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman. Sore itu ia menemani istri dan seorang putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga bulanan di sebuah toko swalayan. Usai membayar, tangan-tangan mereka sarat dengan tas plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!"
Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!"
Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.
Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.
Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan: "Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!"
Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, "Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!"
Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?" Istrinya bertanya.
Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: "Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!"
Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!
Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.
Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah."
Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu
Baru saja mereka keluar dari toko swalayan, istri Budiman dihampiri seorang wanita pengemis yang saat itu bersama seorang putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah, Bu!"
Istri Budiman kemudian membuka dompetnya lalu ia menyodorkan selembar uang kertas berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu menguncupkan jari-jarinya mengarah ke mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang kepala anaknya dan sekali lagi ia mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan anakku ini sudah berhari-hari tidak makan, tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli makanan!"
Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri Budiman pun membalas isyarat dengan gerak tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan sedekahnya, istri dan putrinya Budiman malah menuju ke sebuah gerobak gorengan untuk membeli cemilan. Pada kesempatan yang sama Budiman berjalan ke arah ATM center guna mengecek saldo rekeningnya. Saat itu memang tanggal gajian, karenanya Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.
Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa digit angka yang membuat Budiman menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya. Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan ratusan ribu berwarna merah kini sudah menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar uang berwarna merah juga, namun kali ini bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet. Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk berbagi dengan wanita pengemis yang tadi meminta tambahan sedekah.
Saat sang wanita pengemis melihat nilai uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia pun berucap syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Budiman dengan kalimat-kalimat penuh kesungguhan: "Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan dan keluarga. Semoga Allah memberi kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. Rumah tangga harmonis dan anak-anak yang shaleh dan shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti di surga...!"
Budiman tidak menyangka ia akan mendengar respon yang begitu mengharukan. Budiman mengira bahwa pengemis tadi hanya akan berucap terima kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh wanita pengemis tadi sungguh membuat Budiman terpukau dan membisu. Apalagi tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu berkata kepada putri kecilnya, "Dik, Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan juga....!"
Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan begitu kencang. Rupanya wanita tadi sungguh berharap tambahan sedekah agar ia dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian mata Budiman membuntuti kepergian mereka berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu masuk ke sebuah warung tegal untuk makan di sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata Budiman kini mulai berkaca-kaca dan istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?" Istrinya bertanya.
Dengan suara yang agak berat dan terbata Budiman menjelaskan: "Aku baru saja menambahkan sedekah kepada wanita tadi sebanyak 10 ribu rupiah!"
Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju tatkala Budiman mengatakan bahwa ia memberi tambahan sedekah kepada wanita pengemis. Namun Budiman kemudian melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap hamdalah berkali-kali seraya bersyukur kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!
Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan ternyata di sana ada jumlah yang mungkin ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap hamdalah.
Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia kepada Allah dan berterimakasih kepadaku. Kalau memang demikian, siapakah yang pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah dia yang menerima 10 ribu dengan syukur yang luar biasa, ataukah aku yang menerima jumlah lebih banyak dari itu namun sedikitpun aku tak berucap hamdalah."
Budiman mengakhiri kalimatnya dengan suara yang terbata-bata dan beberapa bulir air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi lemas setelah menyadari betapa selama ini kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah, ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap lalai atas segala nikmat-Mu
LUCUNYA IBADAH VS HOBBY
Lucu ya, uang Rp 20.000-an kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket. atau mall Jujur saja, kalimat ini begitu kena banget (khususnya kepada saya sendiri).
Gimana nggak, kadang seringnya di antara kita ngisi kotak amal di masjid dengan uang recehan. Makanya, kalo pas kotak amal diedarin ke jamaah yang duduk berderet rapi di shaf-nya masing-masing suka terdengar bunyi nyaring tanda uang recehan jatuh menimpa benda keras (apalagi kalo kotaknya terbuat dari kaleng, lebih keras bunyi gemerincingnya)
Mungkin uang itu pecahan seratus, lima ratus, atau seribu rupiah yang logam. Tapi bukan berarti nggak boleh beramal dengan jumlah seperti itu. Jika ikhlas, insya Allah dapet pahala juga dong.
Begitu pun sebaliknya, meski yang dimasukin pecahan lima puluh ribu tapi nggak ikhlas kan sayang juga ya? Mendingan ngasih lima puluh ribu dan ikhlas kan?
Hehehe.. itu sih, bagus banget atuh ya. Terlepas dari nilai “ikhlas”, kita coba renungkan aja dikit ya, betapa kita masih merasa “pelit” untuk bersedekah. Padahal itu buat kita juga amalannya disisi Allah.
Tapi, kita harus merasa “royal” kalo jajan or belanja di mal. Bawa uang 50 ribu rupiah aja serasa masih kurang. Iya nggak? Kalo saya pernah ngerasa demikian.
Astaghfirullah … Semoga kita, bisa seperti Abdurrahman bin ‘Auf dan sahabat Rasul lainnya yang seperti nggak sayang sama harta. Mereka sedekahkan hartanya untuk urusan dijalan Allah dengan sangat banyak (menurut
kita).
Ngaji VS Nonton Sepakbola ....
Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk dengerin pengajian, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk nonton pertandingan sepakbola Yups, memang kadang lucu abis, kalo dengerin pengajian mah rata-rata dari kita baru lima menit berlalu aja mata kita udah merem-melek. Ngantuk! Apalagi kalo sampe harus 45 menit, wah jarang-jarang deh yang bias bertahan dengan penuh semangat dan aktif dengerin dan bertanya kepada nara sumber pengajian.
Tapi kalo kita nonton pertandingan sepakbola ditelevisi, waktu “setengah main” itu terasa pendek banget. Kita terhipnotis oleh aksi bintang-bintang lapangan hijau pujaan kita. Kita pun betah menikmatinya. Nggak terasa, 45 menit berlalu
singkat banget. Lucu ya? ***
Doa VS Ngobrol ...
Lucu ya, seringnya kita susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa kepada Allah SWT, tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman dan kata-kata dari mulut kita begitu lancar mengalir. Hmm … abis shalat aja, kadang banyak di antara kita yang buru-buru pulang dari masjid atau mushala. Berdoa seperlunya dan mungkin doanya monoton alias yang diucapkan yang itu-itu aja (bosen nggak sih?).
Okelah, mungkin di antara kita ada keperluan sehingga begitu selesai shalat berjamaah, berdoa sebentar dan keluar dari masjid. Nggak apa-apa, karena sebetulnya berdoa sunnah hukumnya.
Cuma, di sini kita sedikit aja merenung dan evaluasi diri : “Apa iya kalo kita berdoa meminta kepada Allah begitu singkatnya? Begitu buru-burunya? Dan nggak pandai merangkai kata dalam berdoa untuk ‘memikat’ Allah SWT?”
Emang iya sih, Allah Maha Tahu apa yang diinginkan hamba-Nya dalam berdoa, tapi adabnya kan kita kudu sopan. Wong sama orang aja kita sopan dan menghargai. Iya nggak? Tapi lucunya pas kita ngobrol bareng teman-teman, ada beban dan lepas aja, gitu. Lain kali ye hawanya? Lucu juga tuh. ***
Sepakbola VS Shalat ....
Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu dipertandingan sepakbola favorit kita, tapi betapa bosannya kita bila imam shalat tarawih bulan Ramadhan kelamaan bacaannya.
Eh, jujur aja nih, terutama kalo nonton sepakbola dipertandingan final. Kalo hasilnya seri di waktu normal, maka diadakan perpanjangan waktu. Nah, banyak di antara kita yang betah menikmatinya. Apalagi kalo sampe nontonnya berjamaah di kafe. Dijamin seru abis.
Tapi, kalo bacaan ayat dari sang imam pas sholat tarawih panjang dikit aja, kita langsung pegel-pegel, dan nekat ngejatuhin ‘talak tiga’ untuk nggak shalat di masjid itu lagi kalo imamnya orang tersebut.
Walah? Itu sebabnya, masjid or mushala yang melaksanakan shalat tarawih berjamaah dengan imam shalatnya yang biasa ngebut dengan kecepatan tinggi dalam membaca ayat, pasti membludak jamaahnya. Ckckck .. betapa banyak dari kita yang pengennya instan dan serba cepat dalam hal ibadah. ***
Baca al-Qur’an VS Baca Novel ....
Lucu ya, susah banget baca al-Qur’an 1 juz saja, tapi baca novel best sellers 100 halaman pun habis dilalap dalam sekejap dan kita merasa enjoy. Hihih i.. iya juga ya? Waktu sekolah dulu saya bareng temen-temen pernah baca Wiro Sableng yang judulnya “Petaka Gundik Jelita” dan “Lima Iblis dari Nanking” antara 1 sampe 2 jam.
Padahal besoknya mo ujian kimia. Baca al-Qur’an? Hmm .. satu halaman kayaknya udah merasa “beruntung” deh. Ckckck … kenapa ya? Lucu sekaligus sedih kalo mengenang ini.
Rahasianya apa? ..
Mungkin kalo bacaan al-Qur’an cepet bosen karena nggak ngerti artinya. Mungkin juga. Eh, tapi ada juga teman yang asyik banget baca Harry Potter edisi bahasa Inggris-nya sampe berjam-jam kok. Ya, kita sih khusnudzan saja, mungkin juga baca al-Qur’an pun doi sanggup berjam-jam dan berjuz-juz.
Tapi umumnya, kita suka cepet bosen kan baca al-Qur’an lama-lama? Lebih sregep baca novel, baca komik, atau lainnya.
Eh, bukan berarti nggak boleh lho. Silakan aja baca novel. Ini juga sekadar renungan, bahwa ternyata kita lebih susah dan lebih banyak malasnya untuk baca al-Qur’an ketimbang baca bacaan lainnya. Tul nggak? ***
Konser Musik VS Shalat Jum’at ...
Lucu ya, orang-orang pada berebut untuk dapetin tempat di barisan paling depan ketika nonton konser musik, tapi berebut cari shaf paling belakang bila shalat Jum’at agar bisa cepat keluar.
Coba deh tengok acara konser musik di televisi, banyak orang rebutan untuk mendapatkan ’shaf’ terdepan biar bisa ngelihat dengan jelas bintang pujaannya, syukur-syukur kalo sampe bisa salaman.
Kalo pun harus bayar, banyak di antara kita yang rela ngeluarin duit untuk nebus tempat strategis di arena konser. Tapi pas shalat Jum’at mah, nyari tempat dishaf paling belakang biar cepet keluar, atau paling nggak nyari dinding or tiang untuk nyender. Lucu ya? ***
Dakwah VS Gossip ...
Lucu ya, susahnya orang diajak untuk partisipasi dalam dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi dalam menyebar gossip. Ckckck… untuk ngajak dakwah susahnya setengah hidup. Alasannya macem-macem. Entah dengan alasan karena belum cukup ilmu, atau karena malu.
Sehingga bikin lidah kelu. Tapi begitu ada yang ngomporin untuk ngegossip, lidahnya langsung fasih dan ikut nyebarin lagi. Wuih, aneh ya? Lucu ya? Padahal, tentu saja, nilai perbuatannya lain banget. Kalo dakwah insya Allah dapet pahala, tapi ngegossip? Selain dibenci orang, juga dibenci Allah SWT.
Amit-amit deh. Tapi, kenapa banyak di antara kita yang hobi ngegossip ketimbang semangat dakwah? Semoga menjadi renungan…***
Media Massa VS al-Qur’an ....
Lucu ya, kita begitu percaya banget pada apa yang disampaikan media massa, tapi kita sering mempertanyakan apa yang disampaikan al-Qur’an. Jujur saja, media massa saat ini menjadi salah satu kekuatan untuk melakukan perubahan sosial, politik, ekonomi dan sebagainya.
Banyak dari kita yang percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan media massa. Kasus2 peledakkan bom, media massa hampir di seluruh dunia selalu langsung “menuding” Islam dan kaum muslimin berada di balik serangan tersebut.
Eh, kita yang baca, banyak juga yang kemudian terprovokasi dan ikut-ikutan menjatuhkan vonis kepada Islam dan umatnya. Apa nggak bahaya banget tuh? Tapi kita, kaum muslimin, ada juga yang masih mempertanyakan apa yang disampaikan oleh al-Qur’an.
Isinya diutak-atik dan dipersepsi sendiri demi keuntungan dan tujuan tertentu. Kebalik-balik memang. Padahal, dalam surat al-Baqarah ayat 2 saja Allah SWT sudah menjamin bahwa al-Qur’an itu “laaroiba fiihi” alias tidak ada keraguan di dalamnya. Nggak cuma itu, ayat tersebut melanjutkan (yang artinya) : “Petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”
Yups, al-Qur’an itu pasti kebenarannya, dan sekaligus petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Jadi, mengapa harus mempertanyakan lagi apa yang disampaikan Allah dalam al-Qur’an?
Tapi dalam waktu bersamaan, kita lebih percaya kepada media massa (bahkan ada yang sampe nggak perlu ngecek kebenarannya), padahal nggak jarang isinya berupa ‘kabar burung’ dan juga informasi yang sesat dan menyesatkan. ***
Surga Pengen, Beramal Ogah ....
Lucu ya, pengen masuk surga, tapi ogah beramal. Hmm .. ini sih bukan hanya lucu, tapi juga aneh bin ajaib. Emangnya surga gratis? Nggak lha yauw. Kita-kita aja masih was-was, khawatir amalan baik selama ini nggak keterima karena mungkin nggak ikhlas. Lebih sedih lagi seharusnya jika kita berharap surga tapi nggak pernah (atau sedikit) beramal baik.
Sobat muda muslim, banyak di antara kita yang kepengen masuk surga, tapi diminta untuk shalat aja susahnya setengah mati.
Banyak juga di antara kita yang pengen dapetin surga-Nya, tapi diminta untuk taat dan patuh sama ajaran-Nya aja ogah. Itu sih sama artinya ngarepin dapet uang pensiun tapi tanpa kerja selagi usia produktif.
Lucu dan aneh banget kan? Pengen masuk surga tapi tanpa beriman dan tanpa beramal shaleh, kira-kira mungkin nggak? Mimpi kaliii yeee!
Ini sedikit renungan aja buat kita semua. Semoga kita mulai berbenah dalam hidup ini. Mumpung masih muda. Selagi mudah untuk melakukan berbagai amal kebaikan, jangan sia-siakan waktu kita.
Kita bisa berbuat lebih banyak. Karena kita nggak pernah tahu kapan kita dijemput oleh Malaikat Izrail untuk menghadap Allah SWT dan mempertanggung-jawabkan perbuatan kita selama di dunia.
Mumpung masih ada waktu, sebisa mungkin kita mengumpulkan banyak amal baik untuk bekal di akhirat kelak. Rasulullah SAW telah bersabda : “Bersegeralah menunaikan amal-amal kebajikan.
Karena, saatnya nanti akan datang banyak fitnah, bagaikan penggalan malam yang gelap gulita.
Betapa bakal terjadi seseorang yang di pagi hari dalam keadaan beriman, di sore harinya ia menjadi kafir.
Dan seseorang yang di waktu sore masih beriman, keesokan harinya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan komoditas dunia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk melakukan amalan yang baik sesuai ajaran Islam. Ditanamkan dalam hati kita untuk gampang menerima kebenaran dan mengamalkannya. Semoga.
...
Gimana nggak, kadang seringnya di antara kita ngisi kotak amal di masjid dengan uang recehan. Makanya, kalo pas kotak amal diedarin ke jamaah yang duduk berderet rapi di shaf-nya masing-masing suka terdengar bunyi nyaring tanda uang recehan jatuh menimpa benda keras (apalagi kalo kotaknya terbuat dari kaleng, lebih keras bunyi gemerincingnya)
Mungkin uang itu pecahan seratus, lima ratus, atau seribu rupiah yang logam. Tapi bukan berarti nggak boleh beramal dengan jumlah seperti itu. Jika ikhlas, insya Allah dapet pahala juga dong.
Begitu pun sebaliknya, meski yang dimasukin pecahan lima puluh ribu tapi nggak ikhlas kan sayang juga ya? Mendingan ngasih lima puluh ribu dan ikhlas kan?
Hehehe.. itu sih, bagus banget atuh ya. Terlepas dari nilai “ikhlas”, kita coba renungkan aja dikit ya, betapa kita masih merasa “pelit” untuk bersedekah. Padahal itu buat kita juga amalannya disisi Allah.
Tapi, kita harus merasa “royal” kalo jajan or belanja di mal. Bawa uang 50 ribu rupiah aja serasa masih kurang. Iya nggak? Kalo saya pernah ngerasa demikian.
Astaghfirullah … Semoga kita, bisa seperti Abdurrahman bin ‘Auf dan sahabat Rasul lainnya yang seperti nggak sayang sama harta. Mereka sedekahkan hartanya untuk urusan dijalan Allah dengan sangat banyak (menurut
kita).
Ngaji VS Nonton Sepakbola ....
Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk dengerin pengajian, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk nonton pertandingan sepakbola Yups, memang kadang lucu abis, kalo dengerin pengajian mah rata-rata dari kita baru lima menit berlalu aja mata kita udah merem-melek. Ngantuk! Apalagi kalo sampe harus 45 menit, wah jarang-jarang deh yang bias bertahan dengan penuh semangat dan aktif dengerin dan bertanya kepada nara sumber pengajian.
Tapi kalo kita nonton pertandingan sepakbola ditelevisi, waktu “setengah main” itu terasa pendek banget. Kita terhipnotis oleh aksi bintang-bintang lapangan hijau pujaan kita. Kita pun betah menikmatinya. Nggak terasa, 45 menit berlalu
singkat banget. Lucu ya? ***
Doa VS Ngobrol ...
Lucu ya, seringnya kita susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa kepada Allah SWT, tapi betapa mudahnya cari bahan obrolan bila ketemu teman dan kata-kata dari mulut kita begitu lancar mengalir. Hmm … abis shalat aja, kadang banyak di antara kita yang buru-buru pulang dari masjid atau mushala. Berdoa seperlunya dan mungkin doanya monoton alias yang diucapkan yang itu-itu aja (bosen nggak sih?).
Okelah, mungkin di antara kita ada keperluan sehingga begitu selesai shalat berjamaah, berdoa sebentar dan keluar dari masjid. Nggak apa-apa, karena sebetulnya berdoa sunnah hukumnya.
Cuma, di sini kita sedikit aja merenung dan evaluasi diri : “Apa iya kalo kita berdoa meminta kepada Allah begitu singkatnya? Begitu buru-burunya? Dan nggak pandai merangkai kata dalam berdoa untuk ‘memikat’ Allah SWT?”
Emang iya sih, Allah Maha Tahu apa yang diinginkan hamba-Nya dalam berdoa, tapi adabnya kan kita kudu sopan. Wong sama orang aja kita sopan dan menghargai. Iya nggak? Tapi lucunya pas kita ngobrol bareng teman-teman, ada beban dan lepas aja, gitu. Lain kali ye hawanya? Lucu juga tuh. ***
Sepakbola VS Shalat ....
Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu dipertandingan sepakbola favorit kita, tapi betapa bosannya kita bila imam shalat tarawih bulan Ramadhan kelamaan bacaannya.
Eh, jujur aja nih, terutama kalo nonton sepakbola dipertandingan final. Kalo hasilnya seri di waktu normal, maka diadakan perpanjangan waktu. Nah, banyak di antara kita yang betah menikmatinya. Apalagi kalo sampe nontonnya berjamaah di kafe. Dijamin seru abis.
Tapi, kalo bacaan ayat dari sang imam pas sholat tarawih panjang dikit aja, kita langsung pegel-pegel, dan nekat ngejatuhin ‘talak tiga’ untuk nggak shalat di masjid itu lagi kalo imamnya orang tersebut.
Walah? Itu sebabnya, masjid or mushala yang melaksanakan shalat tarawih berjamaah dengan imam shalatnya yang biasa ngebut dengan kecepatan tinggi dalam membaca ayat, pasti membludak jamaahnya. Ckckck .. betapa banyak dari kita yang pengennya instan dan serba cepat dalam hal ibadah. ***
Baca al-Qur’an VS Baca Novel ....
Lucu ya, susah banget baca al-Qur’an 1 juz saja, tapi baca novel best sellers 100 halaman pun habis dilalap dalam sekejap dan kita merasa enjoy. Hihih i.. iya juga ya? Waktu sekolah dulu saya bareng temen-temen pernah baca Wiro Sableng yang judulnya “Petaka Gundik Jelita” dan “Lima Iblis dari Nanking” antara 1 sampe 2 jam.
Padahal besoknya mo ujian kimia. Baca al-Qur’an? Hmm .. satu halaman kayaknya udah merasa “beruntung” deh. Ckckck … kenapa ya? Lucu sekaligus sedih kalo mengenang ini.
Rahasianya apa? ..
Mungkin kalo bacaan al-Qur’an cepet bosen karena nggak ngerti artinya. Mungkin juga. Eh, tapi ada juga teman yang asyik banget baca Harry Potter edisi bahasa Inggris-nya sampe berjam-jam kok. Ya, kita sih khusnudzan saja, mungkin juga baca al-Qur’an pun doi sanggup berjam-jam dan berjuz-juz.
Tapi umumnya, kita suka cepet bosen kan baca al-Qur’an lama-lama? Lebih sregep baca novel, baca komik, atau lainnya.
Eh, bukan berarti nggak boleh lho. Silakan aja baca novel. Ini juga sekadar renungan, bahwa ternyata kita lebih susah dan lebih banyak malasnya untuk baca al-Qur’an ketimbang baca bacaan lainnya. Tul nggak? ***
Konser Musik VS Shalat Jum’at ...
Lucu ya, orang-orang pada berebut untuk dapetin tempat di barisan paling depan ketika nonton konser musik, tapi berebut cari shaf paling belakang bila shalat Jum’at agar bisa cepat keluar.
Coba deh tengok acara konser musik di televisi, banyak orang rebutan untuk mendapatkan ’shaf’ terdepan biar bisa ngelihat dengan jelas bintang pujaannya, syukur-syukur kalo sampe bisa salaman.
Kalo pun harus bayar, banyak di antara kita yang rela ngeluarin duit untuk nebus tempat strategis di arena konser. Tapi pas shalat Jum’at mah, nyari tempat dishaf paling belakang biar cepet keluar, atau paling nggak nyari dinding or tiang untuk nyender. Lucu ya? ***
Dakwah VS Gossip ...
Lucu ya, susahnya orang diajak untuk partisipasi dalam dakwah, tapi mudahnya orang berpartisipasi dalam menyebar gossip. Ckckck… untuk ngajak dakwah susahnya setengah hidup. Alasannya macem-macem. Entah dengan alasan karena belum cukup ilmu, atau karena malu.
Sehingga bikin lidah kelu. Tapi begitu ada yang ngomporin untuk ngegossip, lidahnya langsung fasih dan ikut nyebarin lagi. Wuih, aneh ya? Lucu ya? Padahal, tentu saja, nilai perbuatannya lain banget. Kalo dakwah insya Allah dapet pahala, tapi ngegossip? Selain dibenci orang, juga dibenci Allah SWT.
Amit-amit deh. Tapi, kenapa banyak di antara kita yang hobi ngegossip ketimbang semangat dakwah? Semoga menjadi renungan…***
Media Massa VS al-Qur’an ....
Lucu ya, kita begitu percaya banget pada apa yang disampaikan media massa, tapi kita sering mempertanyakan apa yang disampaikan al-Qur’an. Jujur saja, media massa saat ini menjadi salah satu kekuatan untuk melakukan perubahan sosial, politik, ekonomi dan sebagainya.
Banyak dari kita yang percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan media massa. Kasus2 peledakkan bom, media massa hampir di seluruh dunia selalu langsung “menuding” Islam dan kaum muslimin berada di balik serangan tersebut.
Eh, kita yang baca, banyak juga yang kemudian terprovokasi dan ikut-ikutan menjatuhkan vonis kepada Islam dan umatnya. Apa nggak bahaya banget tuh? Tapi kita, kaum muslimin, ada juga yang masih mempertanyakan apa yang disampaikan oleh al-Qur’an.
Isinya diutak-atik dan dipersepsi sendiri demi keuntungan dan tujuan tertentu. Kebalik-balik memang. Padahal, dalam surat al-Baqarah ayat 2 saja Allah SWT sudah menjamin bahwa al-Qur’an itu “laaroiba fiihi” alias tidak ada keraguan di dalamnya. Nggak cuma itu, ayat tersebut melanjutkan (yang artinya) : “Petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”
Yups, al-Qur’an itu pasti kebenarannya, dan sekaligus petunjuk bagi mereka yang bertakwa. Jadi, mengapa harus mempertanyakan lagi apa yang disampaikan Allah dalam al-Qur’an?
Tapi dalam waktu bersamaan, kita lebih percaya kepada media massa (bahkan ada yang sampe nggak perlu ngecek kebenarannya), padahal nggak jarang isinya berupa ‘kabar burung’ dan juga informasi yang sesat dan menyesatkan. ***
Surga Pengen, Beramal Ogah ....
Lucu ya, pengen masuk surga, tapi ogah beramal. Hmm .. ini sih bukan hanya lucu, tapi juga aneh bin ajaib. Emangnya surga gratis? Nggak lha yauw. Kita-kita aja masih was-was, khawatir amalan baik selama ini nggak keterima karena mungkin nggak ikhlas. Lebih sedih lagi seharusnya jika kita berharap surga tapi nggak pernah (atau sedikit) beramal baik.
Sobat muda muslim, banyak di antara kita yang kepengen masuk surga, tapi diminta untuk shalat aja susahnya setengah mati.
Banyak juga di antara kita yang pengen dapetin surga-Nya, tapi diminta untuk taat dan patuh sama ajaran-Nya aja ogah. Itu sih sama artinya ngarepin dapet uang pensiun tapi tanpa kerja selagi usia produktif.
Lucu dan aneh banget kan? Pengen masuk surga tapi tanpa beriman dan tanpa beramal shaleh, kira-kira mungkin nggak? Mimpi kaliii yeee!
Ini sedikit renungan aja buat kita semua. Semoga kita mulai berbenah dalam hidup ini. Mumpung masih muda. Selagi mudah untuk melakukan berbagai amal kebaikan, jangan sia-siakan waktu kita.
Kita bisa berbuat lebih banyak. Karena kita nggak pernah tahu kapan kita dijemput oleh Malaikat Izrail untuk menghadap Allah SWT dan mempertanggung-jawabkan perbuatan kita selama di dunia.
Mumpung masih ada waktu, sebisa mungkin kita mengumpulkan banyak amal baik untuk bekal di akhirat kelak. Rasulullah SAW telah bersabda : “Bersegeralah menunaikan amal-amal kebajikan.
Karena, saatnya nanti akan datang banyak fitnah, bagaikan penggalan malam yang gelap gulita.
Betapa bakal terjadi seseorang yang di pagi hari dalam keadaan beriman, di sore harinya ia menjadi kafir.
Dan seseorang yang di waktu sore masih beriman, keesokan harinya menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan komoditas dunia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah Ta’ala untuk melakukan amalan yang baik sesuai ajaran Islam. Ditanamkan dalam hati kita untuk gampang menerima kebenaran dan mengamalkannya. Semoga.
...
Buka Puasa Terakhir …
Menjelang maghrib
Suasana gedung pertemuan itu benar-benar meriah
Tausyiah sang ustad tentang makna “Puasa dan Halal Bil Halal” begitu mengena
Bagi sejumlah pejabat di sebuah instansi…
Tiba-tiba..
Brukkkkkkk………!!!!
Terdengar suara cukup keras dari arah luar gedung.
Seorang anak sekitar 10 tahun tergeletak berdarah….korban tabrak lari
Hampir semua keluar menyaksikan
Juga dari warga sekitar….
Anak itu diam tak bergerak…. Mati
Dilihat dari pakaian dan Koran sore yang berhamburan
Dia anak asongan
…….
Sekonyong-konyong
Di antara kerumunan…. Menerobos seorang ibu muda……
“Anakku….
Bangun nak ……..banguuuuuunnnnn
Ini ibu…
Ibu bawakan pesananmu tadi siang….”
Lalu, sang ustad pengisi tausyiah itu mendekat
“Maaf Bu…. Ikhlaskan saja anak ibu…
Dia sepertinya sudah meninggal…..
Memang kalo boleh tahu, anak ibu pesan apa?”
“Ini pak… es teh yang saya beli di angkringan pojokan”
“Lo. Kenapa anak ibu pesan itu?”
“Ini adalah hari terakhir dia PUASA SYAWAL pak
Dia ingin berbuka terakhir dengan es teh ini
Ayoooo nakkkkk… bangunnn
Ini diminummmmmm………..ayo kita berlebaran lagi”
…………………………..
Dan semua yang hadir pun menunduk…..
Si pengasong sederhana ini sudah menyelesaikan Puasa sunah 6 hari Syawalnya
Meski dengan berpanas-panas
Kami ……?
Akankah?
Sempatkah?
…………………………….
Suasana gedung pertemuan itu benar-benar meriah
Tausyiah sang ustad tentang makna “Puasa dan Halal Bil Halal” begitu mengena
Bagi sejumlah pejabat di sebuah instansi…
Tiba-tiba..
Brukkkkkkk………!!!!
Terdengar suara cukup keras dari arah luar gedung.
Seorang anak sekitar 10 tahun tergeletak berdarah….korban tabrak lari
Hampir semua keluar menyaksikan
Juga dari warga sekitar….
Anak itu diam tak bergerak…. Mati
Dilihat dari pakaian dan Koran sore yang berhamburan
Dia anak asongan
…….
Sekonyong-konyong
Di antara kerumunan…. Menerobos seorang ibu muda……
“Anakku….
Bangun nak ……..banguuuuuunnnnn
Ini ibu…
Ibu bawakan pesananmu tadi siang….”
Lalu, sang ustad pengisi tausyiah itu mendekat
“Maaf Bu…. Ikhlaskan saja anak ibu…
Dia sepertinya sudah meninggal…..
Memang kalo boleh tahu, anak ibu pesan apa?”
“Ini pak… es teh yang saya beli di angkringan pojokan”
“Lo. Kenapa anak ibu pesan itu?”
“Ini adalah hari terakhir dia PUASA SYAWAL pak
Dia ingin berbuka terakhir dengan es teh ini
Ayoooo nakkkkk… bangunnn
Ini diminummmmmm………..ayo kita berlebaran lagi”
…………………………..
Dan semua yang hadir pun menunduk…..
Si pengasong sederhana ini sudah menyelesaikan Puasa sunah 6 hari Syawalnya
Meski dengan berpanas-panas
Kami ……?
Akankah?
Sempatkah?
…………………………….
Cerita Nyata di “KAMAR MAYAT”
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim...Kisah ini diceritakan oleh seorang ustadz yang bertugas memandikan mayat orang Islam di sebuah Rumah Sakit. Semoga dapat kita ambil iktibar dan tauladan.
Lebih kurang jam 3.30 pagi, saya menerima panggilan dari rumah sakit untuk mengurus jenazah lelaki yang sudah seminggu tidak dimandikan. Di luar kamar mayat itu cukup dingin dan gelap serta sunyi dan hening.
Hanya
saya dan seorang penjaga ruangan tersebut yang berada dalam kamar mayat tsb. Saya membuka dengan hati-hati penutup muka jenazah. Kulitnya putih, badannya kecil dan berusia sekitar 20thn-an. Allah Maha Berkuasa.
Tiba-tiba saya lihat muka jenazah itu sedikit demi sedikit berubah menjadi hitam. Mulanya saya tidak menganggap ia sesuatu yg aneh, namun semakin lama berubah semakin hitam, hati saya mula bertanya-tanya. Saya terus menatap perubahan itu dengan seksama, sambil di hati tidak berhenti-henti membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Detik demi detik berlalu, wajah jenazah semakin hitam.
Selepas lima menit berlalu, barulah ia berhenti bertukar warna, wajah mayat tsb tidak lagi putih seperti warna asalnya, tetapi hitam seperti terbakar. Saya keluar dari kamar mayat tsb dan duduk termenung memikirkan kejadian aneh tadi. Berbagai pertanyaan timbul di kepala saya; apakah yang sebenarnya telah terjadi? Siapakah pemuda itu? Mengapa wajahnya berubah menjadi warna hitam? Persoalan demi persoalan muncul di fikiran saya.
Ketika saya termenung tiba-tiba saya melihat ada seorang wanita berjalan menuju ke arah saya. Satu lagi pertanyaan timbul, siapa pula wanita ini yang berjalan seorang diri di kamar mayat pada pukul 4.00 pagi. Semakin lama dia semakin dekat dan tidak lama kemudian berdiri di hadapan saya. Dia berusia 60thn-an dan memakai baju kurung.” Ustadz,” kata wanita itu. “Saya dengar anak saya meninggal dunia dan sudah seminggu mayatnya tidak diurus. Jadi saya mau melihat jenazahnya.” kata wanita bertutur dengan lembut.
Walaupun hati saya ada sedikit tanda tanya, namun saya membawa juga wanita itu ke tempat jenazah tersebut. Saya tarik laci nomor 313 dan membuka kain penutup wajahnya. “Betulkah ini mayat anak Bunda?”tanya saya. “Bunda rasa betul… tapi kulitnya putih.” “Bunda lihatlah betul-betul.” kata saya. Setelah ditelitinya jenazah tsb, wanita itu begitu yakin bahwa mayat itu adalah anaknya. Saya tutup kembali kain penutup mayat dan mendorong kembali lacinya ke dalam dan membawa wanita itu keluar dari kamar mayat.
Tiba di luar saya bertanya kepadanya. “Bunda, ceritakanlah kepada saya apa sebenarnya yang terjadi sampai wajah anak bunda berubah menjadi hitam?” tanya saya. Wanita itu tidak mau menjawab sebaliknya menangis terisak-isak. Saya ulangi pertanyaan tetapi ia masih enggan menjawab. Dia seperti menyembunyikan sesuatu.”Baiklah, kalau bunda tidak mau memberitahu, saya tidak mau mengurus jenazah anak Bunda ini. ” kata saya untuk menggertaknya. Dgn nada gertakan demikian, barulah wanita itu membuka mulutnya. Sambil mengusap airmata, dia berkata, “Ustadz, anak saya ini memang baik, patuh dan taat kepada saya. Jika dibangunkan di waktu malam atau pagi supaya utk sesuatu pekerjaan, dia akan bangun dan mengerjakannya tanpa membantah sepatahpun. Dia memang anak yang baik. Tapi…” tambah wanita itu lagi “apabila Bunda kejutkan dia untuk bangun sembahyang, Subuh misalnya, dia mengamuk marah2 sama bunda. membangunkan dia, disuruh pergi ke kios, dalam hujan lebat pun dia akan pergi, tapi kalau dibangungunkan supaya sembahyang, anak Bunda ini akan terus marah marah. Itulah yang Bunda sesalkan.” kata wanita tersebut. Jawabannya itu mengagetkan saya.
Teringat saya kepada Hadist Nabi bahwa barang siapa yang tidak sembahyang, maka akan ditarik cahaya iman dari wajahnya. Mungkin itulah yang berlaku. Wajah pemuda itu bukan saja ditarik cahaya keimanannya, malah diaibkan dengan warna yang hitam. Setelah menceritakan perangai anaknya, wanita tersebut meminta diri untuk pulang. Dia berjalan dengan tenang dan menghilang dikegelapan lorong rumah sakit. Kemudian saya pun memandikan, mengapankan dan menyembahyangkan mayat tersebut.
Selesai urusan itu, saya pulang ke rumah lagi. Saya hrs balik secepatnya, kerana perlu bertugas keesokan harinya sebagai imam disalah satu Masjid. Selang dua tiga hari kemudian, entah kenapa hati saya begitu tergerak untuk menghubungi kerabat mayat pemuda tersebut. Melalui nomor telpon yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit, saya hubungi saudara dari mayat yang agak jauh pertalian persaudaraannya. Setelah memperkenalkan diri, saya berkata, “Bapak, kenapa bapak membiarkan orang tua itu datang ke rumah sakit seorang diri di pagi-pagi hari. Rasanya lebih pantas kalau bapak dan keluarga bapak yang datang sebab bapak tinggal tdk jauh dari kota ini.”
Pertanyaan saya itu menyebabkan dia terkejut, “Orang tua yg mana?” katanya. Saya ceritakan tentang wanita tersebut, tentang bentuk badannya, wajahnya, cara bicaranya serta pakaiannya. “Kalau wanita itu yang ustadz maksud, wanita itu adalah Bundanya, tapi…. Bundanya sdah meninggal dunia lima tahun lalu!” Saya terpaku, tidak tau apa yang hendak dikatakan lagi. Jadi ‘apakah’ yang datang menemui saya pagi itu? Hemm …Walau siapa pun wanita itu dalam arti kata sebenarnya, saya yakin ia adalah ‘SESUATU’ yang Allah turunkan untuk memberitahu kita apa yang sebenarnya telah terjadi hingga menyebabkan wajah mayat pemuda tsb berubah jadi hitam. Peristiwa tersebut telah terjadi lebih setahun lalu, tapi masih segar dalam ingatan saya.
Ia mengingatkan saya kepada sebuah Hadits Nabi, yang menyatakn bahwa jika seseorang itu meninggalkan sembahyang satu waktu dengan sengaja, dia akan ditempatkan di neraka selama 80,000 tahun. Bayangkanlah seksaan yang akan dilalui karena satu hari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia. Kalau 80,000 tahun?
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
Lebih kurang jam 3.30 pagi, saya menerima panggilan dari rumah sakit untuk mengurus jenazah lelaki yang sudah seminggu tidak dimandikan. Di luar kamar mayat itu cukup dingin dan gelap serta sunyi dan hening.
Hanya
saya dan seorang penjaga ruangan tersebut yang berada dalam kamar mayat tsb. Saya membuka dengan hati-hati penutup muka jenazah. Kulitnya putih, badannya kecil dan berusia sekitar 20thn-an. Allah Maha Berkuasa.
Tiba-tiba saya lihat muka jenazah itu sedikit demi sedikit berubah menjadi hitam. Mulanya saya tidak menganggap ia sesuatu yg aneh, namun semakin lama berubah semakin hitam, hati saya mula bertanya-tanya. Saya terus menatap perubahan itu dengan seksama, sambil di hati tidak berhenti-henti membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Detik demi detik berlalu, wajah jenazah semakin hitam.
Selepas lima menit berlalu, barulah ia berhenti bertukar warna, wajah mayat tsb tidak lagi putih seperti warna asalnya, tetapi hitam seperti terbakar. Saya keluar dari kamar mayat tsb dan duduk termenung memikirkan kejadian aneh tadi. Berbagai pertanyaan timbul di kepala saya; apakah yang sebenarnya telah terjadi? Siapakah pemuda itu? Mengapa wajahnya berubah menjadi warna hitam? Persoalan demi persoalan muncul di fikiran saya.
Ketika saya termenung tiba-tiba saya melihat ada seorang wanita berjalan menuju ke arah saya. Satu lagi pertanyaan timbul, siapa pula wanita ini yang berjalan seorang diri di kamar mayat pada pukul 4.00 pagi. Semakin lama dia semakin dekat dan tidak lama kemudian berdiri di hadapan saya. Dia berusia 60thn-an dan memakai baju kurung.” Ustadz,” kata wanita itu. “Saya dengar anak saya meninggal dunia dan sudah seminggu mayatnya tidak diurus. Jadi saya mau melihat jenazahnya.” kata wanita bertutur dengan lembut.
Walaupun hati saya ada sedikit tanda tanya, namun saya membawa juga wanita itu ke tempat jenazah tersebut. Saya tarik laci nomor 313 dan membuka kain penutup wajahnya. “Betulkah ini mayat anak Bunda?”tanya saya. “Bunda rasa betul… tapi kulitnya putih.” “Bunda lihatlah betul-betul.” kata saya. Setelah ditelitinya jenazah tsb, wanita itu begitu yakin bahwa mayat itu adalah anaknya. Saya tutup kembali kain penutup mayat dan mendorong kembali lacinya ke dalam dan membawa wanita itu keluar dari kamar mayat.
Tiba di luar saya bertanya kepadanya. “Bunda, ceritakanlah kepada saya apa sebenarnya yang terjadi sampai wajah anak bunda berubah menjadi hitam?” tanya saya. Wanita itu tidak mau menjawab sebaliknya menangis terisak-isak. Saya ulangi pertanyaan tetapi ia masih enggan menjawab. Dia seperti menyembunyikan sesuatu.”Baiklah, kalau bunda tidak mau memberitahu, saya tidak mau mengurus jenazah anak Bunda ini. ” kata saya untuk menggertaknya. Dgn nada gertakan demikian, barulah wanita itu membuka mulutnya. Sambil mengusap airmata, dia berkata, “Ustadz, anak saya ini memang baik, patuh dan taat kepada saya. Jika dibangunkan di waktu malam atau pagi supaya utk sesuatu pekerjaan, dia akan bangun dan mengerjakannya tanpa membantah sepatahpun. Dia memang anak yang baik. Tapi…” tambah wanita itu lagi “apabila Bunda kejutkan dia untuk bangun sembahyang, Subuh misalnya, dia mengamuk marah2 sama bunda. membangunkan dia, disuruh pergi ke kios, dalam hujan lebat pun dia akan pergi, tapi kalau dibangungunkan supaya sembahyang, anak Bunda ini akan terus marah marah. Itulah yang Bunda sesalkan.” kata wanita tersebut. Jawabannya itu mengagetkan saya.
Teringat saya kepada Hadist Nabi bahwa barang siapa yang tidak sembahyang, maka akan ditarik cahaya iman dari wajahnya. Mungkin itulah yang berlaku. Wajah pemuda itu bukan saja ditarik cahaya keimanannya, malah diaibkan dengan warna yang hitam. Setelah menceritakan perangai anaknya, wanita tersebut meminta diri untuk pulang. Dia berjalan dengan tenang dan menghilang dikegelapan lorong rumah sakit. Kemudian saya pun memandikan, mengapankan dan menyembahyangkan mayat tersebut.
Selesai urusan itu, saya pulang ke rumah lagi. Saya hrs balik secepatnya, kerana perlu bertugas keesokan harinya sebagai imam disalah satu Masjid. Selang dua tiga hari kemudian, entah kenapa hati saya begitu tergerak untuk menghubungi kerabat mayat pemuda tersebut. Melalui nomor telpon yang diberikan oleh pihak Rumah Sakit, saya hubungi saudara dari mayat yang agak jauh pertalian persaudaraannya. Setelah memperkenalkan diri, saya berkata, “Bapak, kenapa bapak membiarkan orang tua itu datang ke rumah sakit seorang diri di pagi-pagi hari. Rasanya lebih pantas kalau bapak dan keluarga bapak yang datang sebab bapak tinggal tdk jauh dari kota ini.”
Pertanyaan saya itu menyebabkan dia terkejut, “Orang tua yg mana?” katanya. Saya ceritakan tentang wanita tersebut, tentang bentuk badannya, wajahnya, cara bicaranya serta pakaiannya. “Kalau wanita itu yang ustadz maksud, wanita itu adalah Bundanya, tapi…. Bundanya sdah meninggal dunia lima tahun lalu!” Saya terpaku, tidak tau apa yang hendak dikatakan lagi. Jadi ‘apakah’ yang datang menemui saya pagi itu? Hemm …Walau siapa pun wanita itu dalam arti kata sebenarnya, saya yakin ia adalah ‘SESUATU’ yang Allah turunkan untuk memberitahu kita apa yang sebenarnya telah terjadi hingga menyebabkan wajah mayat pemuda tsb berubah jadi hitam. Peristiwa tersebut telah terjadi lebih setahun lalu, tapi masih segar dalam ingatan saya.
Ia mengingatkan saya kepada sebuah Hadits Nabi, yang menyatakn bahwa jika seseorang itu meninggalkan sembahyang satu waktu dengan sengaja, dia akan ditempatkan di neraka selama 80,000 tahun. Bayangkanlah seksaan yang akan dilalui karena satu hari di akhirat sama dengan seribu tahun di dunia. Kalau 80,000 tahun?
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
Thursday, August 30, 2012
Kehilangan Kehormatan Berakibat Ketaatan
Seorang pemuda yang komitmen beragama maju untuk menikah. Dia mulai mencari calon pasangan perempuan. Syarat satu-satunya adalah agar dia seorang wanita yang komitmen, berakhlak, dan kuat agama. Dan setelah melalui pencarian, kini dia telah menemukan gadis tersebut, sebagaimana ciri-ciri yang diinginkan.
Setelah melamar, dan ketika ia telah bersiap-siap untuk menikah, tiba-tiba calon mempelai perempuan menolak dan mengatakan bahwa dia tidak ingin menikah. Keluarganya terheran melihat keputusannya yang mengagetkan, setelah sebelumnya memberikan kesanggupan. Pemuda itu meminta sang gadis untuk menjelaskan penolakannya, namun justru ia membawakan alasan-alasan yang lemah. Setelah itu, perkaranya ditangani oleh ibunya yang merasa sangat sedih dengan keputusan ini. Terlebih, pemuda itu terkenal dengan bagus akhlak dan budi pekertinya.
Setelah sang ibu mendesaknya, dia (calon mempelai perempuan tersebut) berkata kepada ibunya, “Sesungguhnya Allah Maha menutupi (dosa hamba-hambaNya), dan Dia telah menutupiku. Tinggalkanlah aku dan urusanku…” Di hadapan desakan sang ibu yang sangat bingung dengan perkara itu, dia berterus terang kepada sang ibu bahwa dirinya telah kehilangan kehormatannya, namun dia telah bertaubat. Dan bahwa peristiwa itulah yang menyebabkan sikap komitmennya terhadap agamanya, sekaligus sebab penolakannya untuk menikah. Ia meminta ibunya agar merahasiakan perkara itu, dan bahwa ia akan menebus sebab kesalahannya. Ibunya memikirkan perkara itu dan berkata, “Putriku! Selama kamu telah bertaubat kepada Allah, sedang Allah menerima taubat hamba-hambaNya dan memaafkan banyak dosa, maka biarkan aku meminta pendapat pemuda itu, barangkali ia akan menerima atau menutupinya…”
Setelah melalui musyawarah dan diskusi yang panjang, gadis itu pun menerima usulan itu. Sang ibu pun pergi, tidak tahu entah bagaimana akan membuka berita buruk ini kepada sang calon pengantin. Setelah sempat bimbang, tidak lama kemudian ia meminta supaya pemuda itu menemuinya.
Ketika pemuda itu datang, ia membuka permasalahan itu kepadanya dan meminta pendapatnya. Ia menceritakan bahwa putrinya menjadi komitmen terhadap agama setelah perbuatan itu dan telah bertaubat kepada Allah, inilah sebab penolakannya untuk menikah…
Pemuda itu berpikir sejenak, kemudian berkata kepadanya, “Saya sepakat untuk menikah dengannya selama ia telah bertaubat dan kembali kepada Allah dan istiqamah. Dahulu sebelum komitmenku terhadap agama, aku sendiri berada dalam kemaksiatan dan kemungkaran. Sementara kita tidak tahu siapakah yang diterima taubatnya di sisi Allah.”
Wajah sang ibu itu berseri mendengar berita gembira ini dan segera pergi menemui putrinya dengan penuh suka cita, dan dalam waktu yang bersamaan ia merasa takjub dengan sikap ksatria dan keputusan baik pemuda itu, lalu memberitahukan kabar gembira itu kepada putrinya. Dan pernikahan pun terlaksana.
Ketika bertemu, sang wanita banyak menangis. Sementara bahasa isyaratnya mengatakan, “Betapa engkau laki-laki cerdas. Aku akan menjadi istri yang taat bagimu.” Dan Allah pun mempertemukan mereka berdua dengan kebaikan.
Ketika Cinta Telah Berlabuh
Awalnya, aku bertemu dengannya di sebuah acara yang diselenggarakan di rumahku sendiri. Gadis itu sangat berbeda dengan cewek-cewek lain yang sibuk berbicara dengan laki-laki dan berpasang-pasangan. Sedangkan dia dengan pakaian muslimah rapi yang dikenakannya membantu mamaku menyiapkan hidangan dan segala kebutuhan dalam acara tersebut. Sesekali gadis itu bermain di taman bersama anak-anak kecil yang lucu, kulihat betapa lembutnya dia dengan senyuman manis kepada anak-anak. Dari sikapnya itu aku tertarik untuk mengenalnya. Akhirnya dengan pede-nya keberanikan diri untuk mendekatinya dan hendak berkenalan dengannya. Namun, kenyataannya dia menolak bersalaman dengannku, dan cuma mengatakan, “Maaf…” dan berlalu begitu saja meninggalkanku.
Betapa malunya aku terhadap teman-teman yang berada di sekitarku.“Ini cewek kok jual mahal banget !” Padahal begitu banyak cewek yang justru berlomba-lomba mau jadi pacarku. Dia, mau kenalan saja tidak mau !” ujarku. Dari kejadian itu aku menjadi penasaran dengan gadis tersebut. Lalu aku mencari tahu tentangnya. Ternyata dia adalah anak tunggal sahabat rekan bisnis papa. Setiap ada acara pertemuan di rumah gadis itu, aku selalu ikut bersama papa.
Gadis itu bernama Nina, kuliah di Fakultas Kedokteran dan dia anak yang tidak suka berpesta, berfoya-foya, dan keluyuran seperti cewek kebanyakan di kalangan kami. Aku pun jarang melihatnya jika aku pergi ke rumahnya; dengan berbagai alasan yang kudengar dari pembantunya: sakitlah, lagi mengerjakan tugas, atau kecapaian. Pokoknya, dia tidak pernah mau keluar.
Hingga suatu hari aku dan papa sedang bertamu ke rumahnya. Pada saat itu, Nina baru saja pulang dengan busana muslimahnya yang rapi, terlihat turun dari mobil. Namun belum jauh melangkah dia pun terjatuh pingsan dan mukanya terlihat sangat pucat. Kami yang berada di ruang tamu bergegas keluar dan papanya pun menggendong ke kamar serta meminta tolong kami untuk menghubungi dokter. Dari hasil pemeriksaan dokter, Nina harus dirawat di rumah sakit.
Keesokan harinya, aku datang ke rumah sakit bermaksud untuk menjenguknya. Betapa kagetnya aku ketika kutahu Nina terkena leukimia (kanker darah). Aku bertanya, “Kenapa gadis selembut dan sesopan dia harus mengalami hal itu ?”. Perasaan kesalku padanya kini berubah menjadi kasihan dan khawatir. Setiap usai kuliah, kusempatkan untuk datang menjenguknya. Aku mendapatinya sering menangis sendirian. Entah itu karena tidak ada yang menjaganya atau karena penyakit yang diderita.
Beberapa hari di rumah sakit, Nina memintaku keluar setiap kali aku masuk. Aku pun mendatanginya di rumah, tapi dia tidak pernah mau keluar menemuiku dan hanya mengurung diri di dalam kamar. Aku tidak menyerah begitu saja, kucoba menelpon Nina dan berharap dia mau bicara denganku. Namun, dia tetap tidak mau mengangkat telpon dariku, lalu kukirimkan SMS padanya agar dia mau menjadi pacarku, tetapi tidak ada balasan malah HP-nya dinonaktifkan semalaman.
Keesokan harinya aku nekat datang ke rumahnya untuk meminta maaf atas kelancanganku. Ternyata ia akan berangkat ke Makasar, ke kampung orang tuanya. Karena orang tuanya tak dapat mengantarnya, aku pun menawarkan diri untuk mengantarnya, tapi Nina lebih memilih naik taksi dengan alasan tidak mau merepotkan orang lain. Sebelum naik ke mobil, dia menitipkan kertas untukku kepada mamanya.
Alangkah hancur hatiku ketika membaca sebait kalimat yang berbunyi, “Maaf saat ini aku hanya ingin berkonsentrasi kuliah.” Hatiku remuk dan aku pulang dengan perasaan kesal sekali. Ini pertama kalinya aku ingin pacaran, tapi ditolak.Sebenarnya, aku tidak begitu suka dengan hubungan seperti pacaran itu karena begitu banyak dampak negatifnya, sampai ada yang rela bunuh diri karena ditinggalkan kekasihnya –na’udzubillahi min dzalik.
Namun entah mengapa ketika aku melihat Nina hatiku pun tergoda untuk menjalin hubungan itu. Sejak perpisahan itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengannya sampai gelar sarjana aku raih. Lalu aku pun bekerja di perusahaan milik keluargaku sebagai satu-satunya ahli waris. Melihat ketekunanku dalam bekerja, papa Nina ,menyukaiku hingga hubungan kami menjadi akrab dan kuutarakanlah maksudku bahwa aku menyukai Nina, anaknya, dan ternyata papa Nina setuju untuk menjadikanku sebagai menantunya.
24 Oktober 2006, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, aku dan orang tuaku bersilaturahmi ke rumah keluarga Nina dengan maksud untuk membicarakan perjodohan antara aku dan Nina. Tapi pada saat itu Nina baru dirawat di rumah sakit sejak bulan Ramadhan. Saat kutemui, Nina terlihat sangat pucat, lemah, dan senyumannya seakan menghilang dari bibirnya. Hari itu orang tua kami resmi menjodohkan kami. Bahkan aku diminta untuk menjaganya karena orang tuanya akan berangkat ke luar negeri. Tetapi Nina tidak pernah mau meladeniku.
Suatu hari aku mendapati Nina terlihat kesakitan, terlihat darah keluar dari hidung dan mulutnya. Aku bermaksud untuk membantu mengusap darah dan keringat yang ada di wajahnya, tetapi secara spontan dia menamparku pada saat aku menyentuh wajahnya. Betapa
kaget diriku dibuatnya, aku tidak menyangka sama sekali Nina akan manamparku. Sungguh betapa istiqomahnya dia dalam menjaga kehormatan untuk tidak disentuh laki-laki yang bukan muhrimnya. Saat itu aku belum mengetahui tentang masalah ini dalam agama.
Kejadian tersebut secara tak sengaja terlihat mama Nina maka Nina pun dimarahi habis-habisan hingga sebuah tamparan mendarat di pipinya. Kulihat Nina segera melepas infusnya dan berlari menuju kamar mandi. Nina pun mengurung diri di kamar mandi tersebut. Dengan terpaksa kami mendobrak pintu kamar mandi dan kami dapati Nina tergeletak di lantai tak sadarkan diri karena terlalu banyak darah yang keluar.
Setelah sadar, aku berusaha bicara dan meminta maaf kepadanya atas kejadian tadi, namun Nina terus-terusan menangis. Aku pun bertambah bingung apa yang mesti aku lakukan untuk menenangkannya. Tanpa pikir panjang aku memeluknya, tapi Nina malah mendorongku dengan keras dan berlari keluar dari kamar menuju taman. Ketika kudekati Nina berteriak hingga menjadikan orang-orang memukulku karena menyangka aku mengganggu Nina. Karena itulah, Nina semalaman tidur di taman dan aku hanya bisa melihatnya dari kejauhan. Setelah waktu subuh menjelang kulihat Nina beranjak untuk melaksanakan shalat shubuh di masjid, aku pun turut shalat. Namun setelah shalat, tiba-tiba Nina menghilang entah kemana.
Aku mencarinya berkeliling rumah sakit tersebut. Dan lama berselang kulihat banyak kerumunan orang dan ternyata Nina sudah tak sadarkan diri tergeletak dengan HP berada di sampingnya, sepertinya dia bosan telah berbicara dengan seseorang. Keadaan Nina saat itu sangat kritis sehingga pernafasannya harus dibantu dengan oksigen. Kata dokter, paru-paru Nina basah yang mungkin diakibatkan semalaman tidur di taman.
Nina tak kunjung juga sadar. Dengan perasaan khawatir dan bingung aku berdoa dengan menatap wajahnya yang pucat pasi…
Tiba-tiba ada sebuah SMS yang masuk ke HP Nina, tanpa sadar aku pun membaca dan membalas SMS tersebut. Aku juga membuka beberapa SMS yang masuk ke HP-nya dan aku sangat terharu dengan isinya, tenyata banyak sekali orang yang menyayanginya. Di antaranya adalah orang yang bernama Ukhti. Dulu sebelum aku mengetahui Ukhti adalah panggilan untuk saudari perempuan, aku sempat cemburu dibuatnya. Aku mengira Ukhti itu adalah pacar Nina yang menjadi alasan dia menolakku. Setelah Nina tersadar dari pingsannya, aku menunjukkan SMS yang dikirimkan saudari-saudarinya dan dia sangat marah ketika tahu aku sudah membaca dan membalas SMS dari saudari-saudarinya. Dia pun akhirnya melarangku untuk memegang HP-nya apalagi mengangkat atau menghubungi saudari-saudarinya.
Namun, tetap saja aku sering ber-SMS-an dengan saudari-saudarinya untuk mengetahui kenapa sikap Nina begini dan begitu. Dari sinilah aku mendapat sebuah jawaban bahwa Nina tidak mau bersentuhan apalagi berduaan denganku karena aku bukan mahramnya dan Nina menolak untuk berpacaran serta bertunangan denganku karena di dalam Islam tidak ada hal-hal seperti itu dan hal itu merupakan kebiasaan orang-orang non Muslim.
Aku tahu juga Nina mencari seorang ikhwan yang mencintai karena Alloh bukan atss dasar hawa nafsu. Akhirnya aku tahu kan sikap Nina selama ini semata-mata dia hanya ingin menjalankan syariat Islam secara benar. Hari berlalu dan aku terus belajar sedikit demi sedikit tentang Islam dari Nina dan saudari-saudarinya, terutama dalam melaksanakan shalat lima waktu tepat pada waktunya. Saat itu aku merasakan ketenangan dan ketentraman selama menjalankannya dan menimbulkan perasaan rindu kepada Alloh untuk senantiasa beribadah kepada-Nya.
Niatku pun muncul untuk segera menikahi Nina agar tidak terjadi fitnah, namun kondisi Nina semakin memburuk. Dia selalu mengigau memanggil saudari-saudarinya yang dicintainya karena Alloh…..
Melihat hal itu, aku membawanya ke kota Makassar, kampung mama kandung Nina untuk mempertemukannya dengan saudari-saudarinya, Qadarulloh (atas kehendak Alloh), aku tidak berhasil mempertemukan mereka. Yang ada kondisi Nina semakin parah dan penyakitku juga tiba-tiba kambuh sehingga aku pun haus dirawat di rumah sakit. Orang tua Nina datang dan membawanya kembali ke kota Makassar tanpa sepengetahuanku karena pada saat itu aku juga diopname.
Di kota Makassar, Nina diawasi dengan ketat oleh papanya, karena papa Nina kurang suka dengan akhwat, apalagi yang bercadar. Rumah sakit dan rumah yang ditempati Nina dirahasiakan. Dan Nina pun tak tahu di manakah ia berada. Karena kondisinya masih lemah, diapun tak bisa berbuat apa-apa, bahkan ia kadang dibius, apalagi ketika akan dipindahkan dari satu tempat ke tempat yag satunya agar tidak tahu di mana keberadaaannya, karena papanya tidak ingin ada akhwat yang menjenguk Nina. Sampai HPnya pun diambil dari Nina.
Namun, karena Nina masih mempunyai HP yang ia sembunyian dari papanya, sehingga beberapa kali Nina berusaha kabur untuk menemui saudari-saudarinya, akhirnya Nina dikurung di dalam kamar. Mendengar hal itu, aku langsung menyusul Nina ke Makassar dan aku sempat bicara dengannya dari balik pintu. Nina menyuruhku untuk menemui seorang ustadz di sebuah masjid di kota itu. Dari pertemuanku dengan ustadz tersebut aku pun diajak ta’lim beberapa hari dan aku menginap di sana.
Papa Nina menyangka Nina telah mengusirku sehingga ia pun dimarahi. Setibanya di rumah, aku jelaskan duduk perkaranya kepada papa Nina, bahwa ia tidak bersalah dan aku mengatakan agar pernikahan kami dipercepat.
Hari Kamis, 24 November 2006. Kami melangsungkan pernikahan dengan sangat sederhana. Acara tersebut Cuma dihadiri oleh orangtua kami beserta dua orang rekanan papa. Setelah akad nikah aku langsung mengantar ustadz sekalian shalat dhuhur.
Betapa senangnya hatiku, akkhirnya aku bisa merasakan cinta yang tulus karena Alloh. Semoga kami bisa membentuk keluarga sakinah mawaddah, wa rahmah dan senantiasa dalam ketaatan kepada Alloh…..Itulah doaku saat itu.
Sepulang dari mengantar ustadz, perasaan bahagia itu seakan buyar mendapati Nina yang baru saja menjadi istriku tergeletak di lantai, dari hidung dan mulutnya kembali berlumuran darah. Dan tangannya terlihat ada goresan. Kami langsung membawanya ke rumah sakit, diperjalanan, kondisi Nina terlihat sangat lemah. Terdengar suaranya memanggilku dan berkata agar aku harus tetap di jalan yang diridhai-Nya sambil memegang erat tanganku dengan tulus, air mataku tak tertahankan melihat keadaan Nina yang terus berdzikir sambil menangis…..Dia juga selalu menanyakan saudari-saudarinya dimana ?
Setibanya di rumah sakit, aku bertanya-tanya kenapa tangan Nina tergores. Aku pun menulis SMS kepada saudari-saudari Nina. Ternyata, tangan Nina tergores ketika hendak menemui saudari-saudainya dengan keluar dari kamar. Karena pintu kamar terkunci, Nina ingin keluar melalui jendela sehingga menyebabkan tangannya tergores. Nina tak kunjung sadar hingga larut malam, aku pun tertidur dan tidak menyadari kalau Nina bangkit dari tempat tidurnya. Dia ingin sekali menemui saudari-saudarinya dan dia tidak menyadari kalau hari telah larut malam. Dia Cuma berkata, “Pengin ketemu saudariku karena sudah tak ada waktu lagi.” Berhubung Nina masih lemah, dia pun jatuh pingsan setelah bebrapa saat melangkah.
Aku benar-benar kaget dan bingung mau memanggil dokter tapi tidak ada yang menemani Nina. Akhirnya, aku menghubungi salah seorang saudarinya untuk menemani. Setelah aku dan dokter tiba, Nina sudah tidak bernafas dan bergerak lagi. Pertahananku runtuh dan hancurlah harapanku melihat Nina tidak lagi berdaya…. Dokter menyuruhku keluar. Pada saat itu kukira Nina telah tiada, makanya aku segera menulis SMS kepada saudari Nina untuk memberitahu bahwa Nina telah tiada. Namun begitu dokter keluar, masya Alloh !
Denyut jantung Nina kembali beredetak dan ia dinyatakan koma. Aku hendak memberi kabar kepada saudari Nina tapi baterai HP-ku habis dan tiba-tiba penyakitku pun kambuh lagi sehingga aku harus diinfus juga…..
Jam 11.30, perasaanku mengatakan Nina memangilku, maka aku segera bangkit dari tempat tidur dan melepas infus dari tanganku menuju kamar Nina. Kutatap wajah Nina bersamaan dengan kumandang adzan shalat Jum’at. Sembari menjawab adzan, aku terus menatap wajah Nina berharap dia akan membuka matanya.
Begitu lafadz laa ilaaha illallah, suara mesin pendeteksi jantung berbunyi, menandakan bahwa Nina telah tiada. Aku berteriak memanggil dokter, tapi qadarulloh istriku sayang telah pergi untuk selama-lamanya dari dunia ini. Nina langsung dimandikan dan dishalatkan selepas shalat Jum’at, lalu diterbangkan ke rumah papanya di Malaysia. Untuk terakhir kalinya kubuka kain putih yang menutupi wajah Nina. Wajahnya terlihat berseri…..
Aku harus merelakan semua ini, aku harus kuat dan menerima takdir-Nya. Teringat kata-kata Nina, “Berdoalah jika memang Alloh memangilku lebih awal dengan doa, “Ya Alloh, berilah kesabaran dan pahala dari musibah yang menimpaku dan berilah ganti yang lebih baik.”
Setelah pemakaman, aku langsung balik ke Jakarta karena kondisiku yang kurang stabil…Astaghfirullah !!! aku lupa memberitahu saudari-saudari Nina. Mungkin karena aku terlalu larut dalam kesedihan, hingga secara spontanitas aku menghubungi mereka dan menyampaikan bahwa Nina benar-benar talah tiada. Aku tahu pasti, mereka pasti sedih dengan kepergian saudari mereka yang mereka cintai karena Alloh. Dari ketiga saudari Nina, ada seorang yang tidak percaya dan sepertinya dia sangat membenciku. Entah, mengapa sikapnya seperti itu ?
Sekiranya mereka tahu, bahwa sebelum kepergiannya, Nina selalu memanggil nama mereka, tentulah mereka semakin sedih. Dalam HP Nina terlihat banyak SMS yang menunjukkan betapa indahnya ukhuwah dengan saudari-saudarinya.Semoga saudari-saudari Nina memaafkan kesalahannya dan kesalahan diriku pribadi.
“Salam sayang dari Nina tu kakak Rini, Sakinah, dan Aisyah serta akhwat di Makassar. Teruslah berjuang menegakkan dakwah ilallah. Syukran atas perhatian kalian….”
*****
Tak beberapa lama setelah kisah ini dimuat di Media Muslim Muda Elfata, redaksi Elfata menerima SMS dari seorang ukhti, saudari Nina. Isi SMS tersebut adalah, “Afwan , mungkin perlu Elfata sampaikan kepada pembaca mengenai kisah ‘Akhirnya Cintaku Berlabuh karena Alloh’ di mana Kak Nina telah meninggal dan kini Kak Adhit pun telah tiada. Kurang lebih 2 pekan (Kak Adhit –red) dirawat di rumah sakit karena penyakit pada paru-parunya. Sebelum sempat dioperasi, maut telah menjemputnya. Ana menyampaikan hal ini karena masih banyak yang mengirim salam, memberi dukungan ke Kak Adhit yang kubaca di Elfata dan beberapa orang yang kutemui di jalan juga selalu bertanya, Kak Adhit bagaimana ? Ana salah satu ukhti dalam cerita tersebut…Syukran.”
PERCIK RENUNGAN
Subhanalloh ! Kisah Adhit dan Nina di atas dapat kita jadikan sebuah cermin untuk berkaca. Renungkanlah keteguhan Nina untuk tak meladeni tawaran cinta asmara yang tak terselimuti indahnya syariat. Padahal Nina adalah seorang yang sedang membutuhkan dukungan, pertolongan, dan sandaran bahu tempat menangis. Nina berprinsip, meski dalam situasi sesulit apapun, kemurnian syariat tetap harus dijaga dan diamalkan.
Gelombang kesulitan tak harus menjadikan kita surut dalam berkonsisten dengan syariat ini. Bahkan bisa jadi kesulitan demi kesulitan yang kita alami menjadi parameter seberapa jauh kita telah mengamalkan ajaran agama ini. Di lain sisi, ketidaktahuan seseorang akan syariat ini seringkali menjadikan pelakunya bertindak tanpa adanya rambu-rambu yang telah dicanangkan agama.
Namun, bisa jadi ketidaktahuan akan syariat ini menjadi titik awal seseorang merasakan indahnya agama dan manisnya iman sebagaimana yang terjadi pada Adhit, ikhwan yang menceritakan kisahnya ini. Semoga Alloh merahmati mereka, menerima ruh mereka berdua dan
menjadikan mereka berdua termasuk hamba-hamba-Nya yang shalih yang dijanjikan surga-Nya. Amiin.
Sumber: Kumpulan KISAH NYATA UNGGULAN Majalah ELFATA ‘Seindah Cinta ketika Berlabuh’, 2008, Penerbit Fatamedia
Subscribe to:
Posts (Atom)