Friday, July 6, 2012

Antara Arogansi & Kesuksesan





Mencapai kesuksesan dalam hidup, adalah merupakan dambaan setiap insan. Dari setiap orang yang mengharapkan perubahan kehidupan menjadi lebih baik, pasti ingin merasakan yang namanya sukses. Namun untuk menuju kesuksesan dibutuhkan usaha yang keras dan pengorbanan yang begitu besar. Hal inilah yang membuat tidak semua orang mau menerima resiko menghadapi ujian untuk menggapai kesuksesannya.

Pada tulisan kali ini saya tidak akan membahas tentang bagaimana menggapai kesuksesan, tetapi saya ingin memberikan gambaran tentang sisi negatif dari sebuah kesuksesan yaitu "Arogansi". Arogan adalah sikap angkuh dan sombong yang ditunjukkan seseorang yang merasa dirinya paling hebat, paling pintar, paling berkuasa, paling berperan dibandingkan dengan orang lain. Penyakit mental ini biasanya menjangkiti seseorang yang sedang dalam posisi puncak, karirnya menanjak atau bisnisnya sedang berkembang pesat.

Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan:
"Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving world, if we quit changing, we will ultimately fail.” (Sukses bisa membuat kita jadi arogan. Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika kita berhenti mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau kita berhenti berubah, maka kita akan gagal).

Ungkapan CEO tersebut adalah salah satu dari sekian banyak masukan yang bisa kita dapatkan dalam seminar maupun buku motivasi. Hal ini dikarenakan cukup banyak dari mereka yang sudah pernah meraih kesuksesan pada akhirnya harus jatuh karena terlalu bersikap arogan. Sebetulnya amat disayangkan jika seseorang yang sudah mencapai kesuksesan lalu berbuat arogan. Karena untuk bisa menggapai posisinya yang sekarang tentu dibutuhkan perjuangan yang sangat keras. Beberapa dari mereka harus menggapainya dengan susah payah, rela hidup dalam kesusahan, mau mengorbankan kesenangannya demi untuk mendengar dan belajar bagaimana cara untuk sukses dari orang-orang yang sudah berhasil.

Tetapi ketika kesuksesan sudah ada di genggaman, justru mereka tak lagi mau belajar dan mendengarkan. Mereka menjadi lupa diri, merasa sudah berhasil tidak perlu lagi menerima inputan dari orang lain. Yang dulu hidupnya merakyat, kini berubah menjadi High Class. Yang dulu menganggap semua orang adalah teman, kini orang kaya-lah yang layak menjadi temannya. Yang dulu bersedia menerima nasehat, kini justru menganggap orang lainlah yang harus mau menerima nasehatnya. Sikap dan perilakunya berubah drastis seiring dengan tingkat kesuksesan yang diraihnya. Orang seperti itu akan terbelenggu dengan kesuksesannya sendiri, yang membuat dia tak lagi mau belajar.

Banyak bukti orang yang sudah sukses kemudian mereka kembali lagi ke posisi "NOL" dikarenakan sifat arogansinya. Pada saat di seminar, kita akan bisa mendengarkan sharing dari mereka yang mengalami kebangkrutan karena kesombongannya sendiri. Juga di buku-buku motivasi bisa kita baca kisah-kisah mereka. Bahkan saya sendiri adalah salah satu contoh dari sekian banyak orang yang pernah sukses lalu mengalami keterpurukan. Kisah tentang saya tidak begitu penting, karena saya bukanlah siapa-siapa. Tapi hikmah dibalik apa yang pernah saya alami, bisa menjadi pelajaran khususnya buat diri saya sendiri.

Ada Seorang Pebisnis, dia menceritakan susah payahnya membangun bisnisnya. Cerita yang mengharukan ketika dia harus tidur di kolong jembatan saat tiba di Jakarta ketika remaja. Dengan susah payah dia merangkak dari bawah untuk bertahan hidup. Menikah tanpa uang sepeser pun. Hidup di rumah kontrakan kecil. Akan tetapi, dia tidak patah arang. Dia mengamati cara kerja orang sukses, mencontoh, dan memodifikasi sendiri produknya. Sekarang, dia pun berjaya. Tiga pabrik besar ada di genggamannya. Namun, sayang sekali, perusahan itu sedang diterpa badai masalah internal. Pemicunya tak lain adalah sikap pemimpin yang arogan. Dia otoriter dan antikritik. "Kalau saya bisa, kalian juga harus bisa,” katanya pongah. Dia pun menolak ide-ide baru. Dia mengelola perusahaan dengan serampangan. Tekanan karyawan pun tinggi, sisanya hanya kelompok para 'penjilat' yang tidak berani melawan. Dia menginginkan anak buahnya di-training. Padahal dia sendiri yang perlu up date diri dengan training.

Arogansi bisa terjangkit pada siapa saja. Termasuk seorang pendidik, guru, dosen, yang tiap hari memberi pelajaran bagi orang lain. Maka jika kita ingin meraih kesuksesan dan mempertahankannya, hindarilah sikap arogan pada diri kita. Lalu bagaimana cara menghindari penyakit arogan pada diri?


Sebuah kesuksesan (dalam hal apapun) jangan sampai membuat kita angkuh dan sombong serta tidak lagi mau mendengarkan orang lain. Sebuah perusahaan seperti IBM yang begitu besar dan terkenal pernah mengalami kemerosotan saat arogansi membekap sikap dan pikiran para pemimpin mereka.

Itulah yang terjadi apabila orang berhenti belajar dan merasa diri sudah sampai "Finish". Tanpa disadari lingkungan kita terus belajar, berinovasi, dan berkembang. Sementara jika kita berhenti di posisi yang sama, maka akibatnya kue kesuksesan yang kita peroleh lama-lama menjadi basi. Kita akan terjebak dalam retorika, kalimat, jurus yang itu-itu saja alias usang. Sikap arogan dapat menutup hati dan pikiran kita untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip baru untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah, arogansi berujung pada malapetaka dan kehancuran.

Lalu bagaimana agar kesuksesan yang kita dapat tidak membuat kita bersikap arogan? Mungkin beberapa cara dibawah ini bisa menjadi alternatif untuk diterapkan dalam kehidupan kita:


Sadar Diri.
Meskipun sudah sukses, kita perlu memberi waktu untuk menyadari sikap dan perilaku kita di mata orang lain. Selalu evaluasi apakah nada dan ucapan serta tindak tanduk kita sekarang dapat menyakiti orang lain? Apakah orang-orang yang telah turut membawa kita ke level sukses yang sekarang sudah kita hargai? Jangan sampai ketika masih bersusah payah kita begitu respek, tetapi setelah sukses justru mencampakkan mereka.


Jangan Mudah Terlena.
Waspadai umpan balik yang hanya menghibur kita tetapi tidak membuat kita belajar lagi. Hati-hati dengan orang di sekeliling kita yang hanya mengatakan hal bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan yang baik. Terkadang sebuah kritikan juga sangat dibutuhkan untuk membuat kita terus berkembang menjadi lebih baik.


Peka Terhadap Perubahan.
Dalam buku "Who Moved My Cheese" disimpulkan bahwa kita harus mampu mencium aroma keju, apakah sudah basi ataukah mulai diambil orang lain. Kita pun harus terus mencium dan peka bagaimana orang lain mengembangkan dirinya. Jangan pernah merasa diri paling hebat, kemudian tak mau lagi untuk belajar.


Sopan dan Rendah Hati.
Janganlah prestasi yang kita dapatkan, membuat mata hati kita buta. Apakah kita akan merasa nyaman jikabanyak orang yang membenci dan tidak menyukai kita? Mereka hanya tersenyum didepan kita, sementara dibelakang mereka menghujat kita. Dengan bersikap sopan dan rendah hati akan membuat lebih banyak orang yang akan respek dengan kita.


Kita tahu bahwa semua derajat manusia di mata Tuhan adalah sama. Yang menjadi tolok ukur kesuksesan utama kita sebetulnya bukan kekayan yang kita miliki, karyawan yang tunduk patuh dengan perintah kita, bukan juga penghormatan yang sering kita terima, terutama dari para penjilat. Kesuksesan yang utama adalah seberapa besar yang telah kita lakukan (hingga saat ini) bisa bermanfaat untuk orang lain.

No comments:

Post a Comment