baiknya kita menyampaikan yang baik, berkata yang baik, menulis yang baik, dan komentar yang baik.
Saturday, March 31, 2012
ETOS KERJA DALAM ISLAM
ETOS KERJA DALAM ISLAM
Oleh. Ahmad Abrar, S.Pd.I, M.Pd.I
A. Pendahuluan
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja.
Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi.
Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
B. Hakekat Etos Kerja dalam Islam
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.
Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya. Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Dalam al-Qur’an dikenal kata itqon yang berarti proses pekerjaan yang sungguh-sungguh, akurat dan sempurna. (An-Naml : 88). Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22)
Pengertian Kerja
Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik dalam hal materi maupun non-materi, intelektual atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniawian atau keakhiratan. Kamus besar bahasa Indonesia susunan WJS Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah.
KH. Toto Tasmara mendefinisikan makan dan bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan bekerja manusia memanusiakan dirinya.
Lebih lanjut dikatakan bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.
Di dalam kaitan ini, al-Qur’an banyak membicarakan tentang aqidah dan keimanan yang diikuti oleh ayat-ayat tentang kerja, pada bagian lain ayat tentang kerja tersebut dikaitkan dengan masalah kemaslahatan, terkadang dikaitkan juga dengan hukuman dan pahala di dunia dan di akhirat. Al-Qur’an juga mendeskripsikan kerja sebagai suatu etika kerja positif dan negatif. Di dalam al-Qur’an banyak kita temui ayat tentang kerja seluruhnya berjumlah 602 kata, bentuknya :
1) Kita temukan 22 kata ‘amilu (bekerja) di antaranya di dalam surat al-Baqarah: 62, an-Nahl: 97, dan al-Mukmin: 40.
2) Kata ‘amal (perbuatan) kita temui sebanyak 17 kali, di antaranya surat Hud: 46, dan al-Fathir: 10.
3) Kata wa’amiluu (mereka telah mengerjakan) kita temui sebanyak 73 kali, diantaranya surat al-Ahqaf: 19 dan an-Nur: 55.
4) Kata Ta’malun dan Ya’malun seperti dalam surat al-Ahqaf: 90, Hud: 92.
5) Kita temukan sebanyak 330 kali kata a’maaluhum, a’maalun, a’maluka, ‘amaluhu, ‘amalikum, ‘amalahum, ‘aamul dan amullah. Diantaranya dalam surat Hud: 15, al-Kahf: 102, Yunus: 41, Zumar: 65, Fathir: 8, dan at-Tur: 21.
6) Terdapat 27 kata ya’mal, ‘amiluun, ‘amilahu, ta’mal, a’malu seperti dalam surat al-Zalzalah: 7, Yasin: 35, dan al-Ahzab: 31.
7) Disamping itu, banyak sekali ayat-ayat yang mengandung anjuran dengan istilah seperti shana’a, yasna’un, siru fil ardhi ibtaghu fadhillah, istabiqul khoirot, misalnya ayat-ayat tentang perintah berulang-ulang dan sebagainya.
Di samping itu, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pekerjaan merupakan bagian dari iman, pembukti bahwa adanya iman seseorang serta menjadi ukuran pahala hukuman, Allah SWT berfirman:
“…barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh…” (Al-Kahfi: 110)
Ada juga ayat al-Qur’an yang menunjukkan pengertian kerja secara sempit misalnya firman Allah SWT kepada Nabi Daud As.
“ Dan Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu…” (al-Anbiya: 80)
Dalam surah al-Jumu’ah ayat 10 Allah SWT menyatakan :
“ Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (al-Jumu’ah: 10)
Pengertian kerja dalam keterangan di atas, dalam Islam amatlah luas, mencakup seluruh pengerahan potensi manusia. Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidup.
Inilah pengertian kerja yang bisa dipakai dalam dunia ketenaga-kerjaan dewasa ini, sedangkan bekerja dalam lingkup pengertian ini adalah orang yang bekerja dengan menerima upah baik bekerja harian, maupun bulanan dan sebagainya.
Pembatasan seperti ini didasarkan pada realitas yang ada di negara-negara komunis maupun kapitalis yang mengklasifikasikan masyarakat menjadi kelompok buruh dan majikan, kondisi semacam ini pada akhirnya melahirkan kelas buruh yang seringkali memunculkan konflik antara kelompok buruh atau pun pergerakan yang menuntut adanya perbaikan situasi kerja, pekerja termasuk hak mereka.
Konsep klasifikasi kerja yang sedemikian sempit ini sama sekali tidak dalam Islam, konsep kerja yang diberikan Islam memiliki pengertian namun demikian jika menghendaki penyempitan pengertian (dengan tidak memasukkan kategori pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan aktivitas spiritual) maka pengertian kerja dapat ditarik pada garis tengah, sehingga mencakup seluruh jenis pekerjaan yang memperoleh keuntungan (upah), dalam pengertian ini tercakup pula para pegawai yang memperoleh gaji tetap dari pemerintah, perusahaan swasta, dan lembaga lainnya.
Pada hakikatnya, pengertian kerja semacam ini telah muncul secara jelas, praktek mu’amalah umat Islam sejak berabad-abad, dalam pengertian ini memperhatikan empat macam pekerja :
1) al-Hirafiyyin; mereka yang mempunyai lapangan kerja, seperti penjahit, tukang kayu, dan para pemilik restoran. Dewasa ini pengertiannya menjadi lebih luas, seperti mereka yang bekerja dalam jasa angkutan dan kuli.
2) al-Muwadzofin: mereka yang secara legal mendapatkan gaji tetap seperti para pegawai dari suatu perusahaan dan pegawai negeri.
3) al-Kasbah: para pekerja yang menutupi kebutuhan makanan sehari-hari dengan cara jual beli seperti pedagang keliling.
4) al-Muzarri’un: para petani.
Pengertian tersebut tentunya berdasarkan teks hukum Islam, diantaranya hadis rasulullah SAW dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi SAW bersabda, berikanlah upah pekerja sebelum kering keringat-keringatnya. (HR. Ibn Majah, Abu Hurairah, dan Thabrani).
Pendapat atau kaidah hukum yang menyatakan : “Besar gaji disesuaikan dengan hasil kerja.” Pendapat atau kaidah tersebut menuntun kita dalam mengupah orang lain disesuaikan dengan porsi kerja yang dilakukan seseorang, sehingga dapat memuaskan kedua belah pihak.
C. Etika Kerja dalam Islam
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai salah seorang diantara kamu yang melakukan pekerjaan dengan itqon (tekun, rapi dan teliti).” (HR. al-Baihaki)
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya. Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon dalam bekerja.
Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Penggunaan istilah perniagaan, pertanian, hutang untuk mengungkapkan secara ukhrawi menunjukkan bagaimana kerja sebagai amal saleh diangkatkan oleh Islam pada kedudukan terhormat.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya. Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tinggi rendahnya nilai kerja itu diperoleh seseorang tergantung dari tinggi rendahnya niat. Niat juga merupakan dorongan batin bagi seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu.
Nilai suatu pekerjaan tergantung kepada niat pelakunya yang tergambar pada firman Allah SWT agar kita tidak membatalkan sedekah (amal kebajikan) dan menyebut-nyebutnya sehingga mengakibatkan penerima merasa tersakiti hatinya.
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (al-Baqarah : 264)
Keterkaitan ayat-ayat di atas memberikan pengertian bahwa taqwa merupakan dasar utama kerja, apapun bentuk dan jenis pekerjaan, maka taqwa merupakan petunjuknya. Memisahkan antara taqwa dengan iman berarti mengucilkan Islam dan aspek kehidupan dan membiarkan kerja berjalan pada wilayah kemashlahatannya sendiri. Bukan kaitannya dalam pembangunan individu, kepatuhan kepada Allah SWT serta pengembangan umat manusia.
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa. Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT. Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman.
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Adapun hal-hal yang penting tentang etika kerja yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
Adanya keterkaitan individu terhadap Allah, kesadaran bahwa Allah melihat, mengontrol dalam kondisi apapun dan akan menghisab seluruh amal perbuatan secara adil kelak di akhirat. Kesadaran inilah yang menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. Dalam sebuah hadis rasulullah bersabda, “sebaik-baiknya pekerjaan adalah usaha seorang pekerja yang dilakukannya secara tulus.” (HR Hambali)
Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (al-Baqarah: 172)
Dilarang memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
Islam tidak membolehkan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
Professionalisme yaitu kemampuan untuk memahami dan melakukan pekerjaan sesuai dengan prinsip-prinsip keahlian. Pekerja tidak cukup hanya memegang teguh sifat amanah, kuat dan kreatif serta bertaqwa tetapi dia juga mengerti dan benar-benar menguasai pekerjaannya. Tanpa professionalisme suatu pekerjaan akan mengalami kerusakan dan kebangkrutan juga menyebabkan menurunnya produktivitas bahkan sampai kepada kesemrautan manajemen serta kerusakan alat-alat produksi
D. Kesimpulan
Ethos kerja seorang muslim ialah semangat menapaki jalan lurus, mengharapkan ridha Allah SWT.
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah (1) Adanya keterkaitan individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya. (2) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan. (3) tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar. (4) tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah. (5) Professionalisme dalam setiap pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1990, Al-Qur’an dan Terjemahan, Depag RI.
Anonim, 1997, Konsep dan etika kerja dalam Islam, Almadani.
Anonim, 1990, Mengangkat Kualitas Hidup Umat, Jakarta : Dirjen BIMAS Islam.
KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja, Jakarta : Gema Insani.
Quraish Shihab, 1998, Wawasan al-Qur’an, Jakarta : Mizan.
Asnan Syafi’I Wagino, Menabur Mutiara Hikmah, Jakarta : Mizan
Apakah Kita Umat yang Sesuai Harapan Rasulullah ?
Sebuah renungan yang memilukan dan menakjubkan. Subhanallah, sampai sebegitukah wajah umat Islam Indonesia umumnya, mungkin juga wajah umat Islam pada khususnya, sungguh tragis, dan memilukan, semoga kita semua sadar akan ke Islam-an kita dan mengikuti jalan lurus yang telah dicontohkan oleh Rasulullah....
>>> Apakah Anda termasuk dalam kategori ini ? Semoga Tidak !
> Saya Muslim dan Sholat 5 Waktu, Tapi..... :
> Tidak bersyukur pada NYA. Padahal dulunya saya amat susah. Allah yang memberi rezeki pada saya. Dengan rezeki itu saya dapat membeli rumah. Dengan rezeki itu saya dapat menampung keluarga. Dengan rezeki itu saya dapat membeli kendaraan dan sebagainya. Tapi.. hati saya masih belum puas Saya masih tamak akan harta dunia dan masih menganggap serba kekurangan, dan tidak ragu untuk mencuri, baik mencuri secara kecil-kecilan, atau mencuri dalam jumlah besar, dan Menerima Suap (Rejeki) dari yang tidak halal...
" Apabila KAMI memberikan Nikmat kepada Manusia, Ia berpaling dan Menjauhkan Diri. " (QS. Fuhshilat: 51)
> Masih sombong dengan ilmu yang saya miliki. Saya masih sombong dengan amal perbuatan yang telah saya perbuat. Saya masih sombong dengan ibadah yang saya lakukan. Saya masih sombong dan menganggap sayalah yang paling pandai. Saya masih sombong dan merasa saya paling dekat dengan Allah SWT. Dengan berbagai macam cara dan berbagai argumen saya debat mereka yang tidak sehaluan dengan saya dan saya hancurkan Rumah Ibadah mereka, saya aniaya dan saya siksa mereka dan keluarga mereka. Padahal saya sendiri belum tahu, ridhokah Allah SWT dengan apa yang telah saya perbuat itu.
" Janganlah kamu seperti orang2 yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka adalah orang2 yang Fasik. " (QS. Al Hasyr: 19)
> Masih menggunakan ilmu hitam untuk menjatuhkan musuh musuhku. Saya masih mempercayai selain Allah, Percaya kepada Jimat meminta kepada kuburan. Saya menggunakan uang bahkan harta serta pangkat dan kekuasaan untuk menjatuhkan manusia yang saya tidak suka...
* Barang siapa yang minta bantuan Jin, menggunakan Dukun atau Pesugihan, berarti dia telah menjerumuskan dirinya dalam Dosa. Allah SWT berfirman : "Dan bahwasanya ada beberapa orang manusia meminta pertolongan jin-jin, jin-jin itu menambah bagi mereka dosa...." (QS. Al Jin: 6)
> Merengut dan mencaci maki bila saya ditimpa musibah, walaupun sebenarnya saya tahu sesuatu musibah itu datangnya dari Allah, karena perbuatan dan prilaku saya sendiri. Seharusnya saya sadar kepada siapakah saya mencaci maki itu ?
" Manusia itu tiada jemu memohon keberhasilan, dan jika mereka ditimpa malapetaka, maka ia menjadi putus asa lagi putus harapan." (QS. Fushshilat: 49)
> Menuntut ilmu semata mata mempersiapkan diri untuk berdebat dengan orang lain atau untuk menduga keilmuan mereka dan sengaja mencari cari yang tidak sehaluan dengan saya, dan memaksa mereka mengikuti jejak langkah saya, padahal seharusnya saya sadar tujuan kita menuntut ilmu adalah supaya kita dapat berbuat amal sholeh dan beribadah dengan khusyuk dan tidak melakukan syirik kepada Allah (mempersekutukan Allah SWT dengan yang lainnya)
" Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan Orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat ". (QS. Al Mujaadilah: 11)
> Amat bakhil dan kikir mengeluarkan uang untuk zakat dan sedekah kepada fakir miskin atau kepada anak yatim piatu karena saya takut hartaku habis dan jatuh miskin. Mengabaikan anak isteri yang kelaparan dan menderita di rumah, kerena saya merasa sebagai raja di dalam rumah tangga dan boleh berbuat sesuka hati.
" Kalau mereka sungguh2 ridho dengan yang Allah berikan kepada mereka, dan berkata ; Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan karunia-NYA. Sesungguhnya kami orang2 yang berharap." (QS. At Taubah:59)
> Masih menyimpan sifat dengki dan khianat kepada teman teman yang sukses dinaikkan pangkatnya atau dinaikan gajinya dan atau berhasil dalam usahanya, padahal mereka berusaha dan bekerja sungguh sungguh dan saya hanya bekerja seperti hidup segan mati tak mau.
" Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (zikir, shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ankabut: 45)
> Ingat pada Allah hanya lima waktu itu saja dan pada masa lainnya saya lupa pada NYA. Jika Sholat saya 7 menit, maka cuma 7 menit itu saja ingat pada NYA. Mungkin dalam 7 menit itu pun saya masih ingat selain daripada NYA.
" Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu ketika kamu bangun Berdiri. Dan bertasbihlah Kepada-Nya beberapa saat di malam hari dan di Waktu Terbenam bintang-bintang (di waktu Fajar)." (QS. Ath Thur: 48-49)
> Tidak faham dan tidak tahu serta tidak menjalankan dengan benar firman Allah yang terangkum :
" Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya orang-orang yang berbuat Riya dan enggan (menolong dengan) barang berguna." (QS. Al Ma�un)
" Ingatlah, Hanya dengan mengingat Allah-lah Hati Menjadi Tenang." (QS. Ar-Ra'd: 28)
" Karena itu, Ingatlah kepada-KU, Niscaya Aku Ingat (pula) Kepadamu." (QS. Al-Baqarah: 152)
" Laki-laki dan Perempuan yang banyak mengingat Allah." (QS. Al-Ahzab: 35)
" Wahai orang-orang yang beriman, banyaklah kamu mengingat nama Allah dan bertasbilhlah diwaktu pagi dan petang." (QS. Al-Munafiqun 9, Ali-Imron: 41)
" Dan, ingatlah Rabbmu jika kamu lupa." (QS. Al-Kahfi: 24)
JADIKAN AKU TELEVISI!!
Suatu hari seorang guru wanita meminta murid-muridnya di sebuah sekolah dasar (SD) agar menulis sebuah karangan, inti tulisannya adalah meminta kepada Allah agar di beri apa saja yang mereka inginkan.
Setelah guru ini kembali kerumahnya, lalu dia mulai membuka semua karangan murid-muridnya.
Tiba-tiba dia terfokus dengan satu karangan yang di tulis oleh seorang anak, sehingga membuatnya terharu dan sampai menangis. Kebetulan sewaktu dia sedang membaca tulisan anak muridnya, suaminya masuk rumah setelah pulang dari tempat kerja.
Setelah masuk suaminya keheranan melihat sang istri menangis, lalu berkata: "Apa yang membuatmu menangis hai istriku?"
Istirnya menjawab: "Sebuah karangan bebas di tulis oleh salah seorang murid saya...Silahkan kamu baca sendiri!"
Lalu suaminya pun membaca tulisan murid tersebut, yang berbunyi:
"Ilahi (Ya Allah) Pada petang ini aku memohon kepada-Mu akan satu permintaan khusus sekali....Bahwa JADIKANLAH AKU TELEVISI!
Karna aku ingin menempati tempatnya (posisinya), aku ingin hidup sepertinya; supaya aku bisa mendapat tempat khusus dirumah. Sehingga semua keluargaku bergerumun di sekelilingku.
Mereka benar-benar serius mendengar kata-kataku, sehingga aku menjadi pusat perhatian mereka.
Mereka mendengarkan aku tanpa harus memotong kata-kataku dan tanpa membalas dengan pertanyaan (dan kemarahan), aku ingin mendapat servis istimewa sebagaimana di alami oleh televisi.
Sehingga walaupun aku tidak hidup, aku ingin di temani oleh ayah ketika beliau pulang dari kerja, walaupun dia kecapean.
Aku ingin Ibuku benar-benar memperhatikanku, hingga walaupun dia lagi kesal atau sedih.
Aku ingin saudara dan saudariku bertengkar karna memilih duduk menemaniku, aku ingin merasakan bahwa keluargaku mengenyampingkan segala sesuatu, suapaya menghabiskan sebagian waktunya bersamaku!
Akhirnya dan bukan terakhir kali, aku ingin dari-MU Wahai Tuhan-ku...agar Engkau jadikan aku sanggup membahagiakan mereka.
Aku bisa menghibur mereka semuanya...
Ya Rabb (Tuhan-ku) aku tidak meminta dari-MU sesuatu yang banyak...aku hanya meminta agar aku bisa hidup seperti televisi!!"
Setelah membaca tulisan tersebut, sang suami berkata sambil mendesus, "Ya Allah!! anak ini benar-benar kasihan sekali..betapa jahat orang tuanya??!!!!
Namun sang istrinya semakin keras tangisannya, lalu berkata sambil terisak: "Yang kamu baca itu adalah karangan (tulisan) yang ditulis oleh ANAK KITA!!".
Sunday, March 25, 2012
Dasar Gombal
Suatu kata yang sering dijadikan andalan adalah perhatian yang sangat berlebihan. Seorang akhwat adalah wanita biasa, mereka juga suka bila diperhatikan. Apalagi bila dalam hati mereka juga menyimpan penyakit, sehingga perhatian yang diberikan sang ikhwan bak kipas yang mengipas bara api didalam hatinya.
Perhatian, adalah sebuah cara yang sangat efektif untuk menjebol dinding hati yang terkunci rapat.Sedikit bahasa iba dan kasihan dipoles dengan rasa memelas yang mengenaskan, cukup menjadi bumbu yang sangat jitu untuk melunakkan kerasnya hati sang akhwat. Awalnya mungkin saja timbul penolakan. Atas nama sikap militansi, semuanya kudu dipertahankan. Jaga image, dan segala kehormatan diri, tak mudah luruh meski diserbu aneka jurus penakluk cinta. Wajah yang dingin cenderung ketus, suara yang datar cenderung kasar, dan sikap yang berlebihan, akhirnya tergerus oleh perhatian sang ikhwan yang sangat sakti melenakan.
Siapa yang akan tahan denga suara perwira yang lembut nan berwibawa. Siapa juga yang akan tahan dengan pesona kelelakian yangnampak di setiap tutur kata dan pembawaan. Di saat hati rapuh, maka saatnya untuk luluh, terengkuh dahsyatnya tipu muslihat yang ampuh.
Segala ayat al-Qur’an dijadikan hujjah pelengkap, hadits-hadist pun tak luput dari incaran untuk membuat rayuan yang lebih natural, alami, dan terkesan “nyunah”. Bahasa yang penuh logika pengembangan, rumus-rumus asal, dan bunyi-bunyi rima yang melambungkan asa siapa pun wanita di dunia ini pasti takluk mendengarnya.
Bermain Puisi
Tiba-tiba mereka menjadi pujangga yang bermain kata-kata, meluncur lancar dari mulutnya. Otaknya mendadak cerdas memilih kata romantis sokpuitis meski kadang memang terdengar narsis.
Segala puisi dibaca dan dikutip dari sumbernya, dikirim dengan frekuensi sesering mungkin ke nomor hape tujuan. Siapa lagi kalau bukan sang akhwat yang diincar sejak awal. SMS pun berbalas dengan penuh harap dan cemas. Tangan terasa gatal, menari-nari du atas tuts hape yang sudah usang. Angka dan hurufnya sudah hilang, tersapu keringat sang ikhwan yang lebih suka SMS daripada menelepon kekasih idaman.
Janji Menikahi
Ini mungkin termasuk yang paling sering terdengar. Belum juga ada lamaran apapun, tiba-tiba seorang ikhwan dengan sangat enteng berjanji akan menikahi. Setelah semuanya lulus, setelah kuliah selesai, dan setelah dia mendapatkan pekerjaaan.
Maka menunggulah sang akhwat denga penuh harap.Hari demi hari, minggu demi minggu, dan pekan demi pekan dilalui. Dalam dadanya ada sebuah keinginan mendalam datanganya hari bahagia. Berdampingan di kamar pengantin nan megah dan indah. Sungguhlah berkesan. Tapi sayang, dia hanya mendapati janji sang ikhwan. Harapannya pupus dan kandas di tengah jalan. Janji itu menguap berita yang tak ada kabar.
Jago Bila Merayu
Ada ribuan bualan yang memenuhi mulut sang ikhwan. Terkadang malah sengaja mencari bacaan dari majalah wanita untuk mencari tahu seperti apakah sosok wanita itu. Saking gegap gempitanya merayu, ayat-ayat dan hadits nabi pun bisa menjadi bahan penyedap rayuan demi menaklukkan hati sang akhwat.
Kalau yang dirayu wanita biasa-biasa saja, dan bukan akhwat, mungkin setangkai mawar, puisi yang indah dan segepok cokelat bisa menjadi modal. Tapi kalau yang dirayu adalah akhwat, mungkin bisa jadi beda barang yang digunakan. Puisi diambilkan dari kata bijak para ulama, hadits tentang cinta dan sayang, menjalin ukhuwah dan silaturahmi. Sedangkan cokelat dan bunga bisa diganti dengan tasbih dan mukenah.
Perhatian, adalah sebuah cara yang sangat efektif untuk menjebol dinding hati yang terkunci rapat.Sedikit bahasa iba dan kasihan dipoles dengan rasa memelas yang mengenaskan, cukup menjadi bumbu yang sangat jitu untuk melunakkan kerasnya hati sang akhwat. Awalnya mungkin saja timbul penolakan. Atas nama sikap militansi, semuanya kudu dipertahankan. Jaga image, dan segala kehormatan diri, tak mudah luruh meski diserbu aneka jurus penakluk cinta. Wajah yang dingin cenderung ketus, suara yang datar cenderung kasar, dan sikap yang berlebihan, akhirnya tergerus oleh perhatian sang ikhwan yang sangat sakti melenakan.
Siapa yang akan tahan denga suara perwira yang lembut nan berwibawa. Siapa juga yang akan tahan dengan pesona kelelakian yangnampak di setiap tutur kata dan pembawaan. Di saat hati rapuh, maka saatnya untuk luluh, terengkuh dahsyatnya tipu muslihat yang ampuh.
Segala ayat al-Qur’an dijadikan hujjah pelengkap, hadits-hadist pun tak luput dari incaran untuk membuat rayuan yang lebih natural, alami, dan terkesan “nyunah”. Bahasa yang penuh logika pengembangan, rumus-rumus asal, dan bunyi-bunyi rima yang melambungkan asa siapa pun wanita di dunia ini pasti takluk mendengarnya.
Bermain Puisi
Tiba-tiba mereka menjadi pujangga yang bermain kata-kata, meluncur lancar dari mulutnya. Otaknya mendadak cerdas memilih kata romantis sokpuitis meski kadang memang terdengar narsis.
Segala puisi dibaca dan dikutip dari sumbernya, dikirim dengan frekuensi sesering mungkin ke nomor hape tujuan. Siapa lagi kalau bukan sang akhwat yang diincar sejak awal. SMS pun berbalas dengan penuh harap dan cemas. Tangan terasa gatal, menari-nari du atas tuts hape yang sudah usang. Angka dan hurufnya sudah hilang, tersapu keringat sang ikhwan yang lebih suka SMS daripada menelepon kekasih idaman.
Janji Menikahi
Ini mungkin termasuk yang paling sering terdengar. Belum juga ada lamaran apapun, tiba-tiba seorang ikhwan dengan sangat enteng berjanji akan menikahi. Setelah semuanya lulus, setelah kuliah selesai, dan setelah dia mendapatkan pekerjaaan.
Maka menunggulah sang akhwat denga penuh harap.Hari demi hari, minggu demi minggu, dan pekan demi pekan dilalui. Dalam dadanya ada sebuah keinginan mendalam datanganya hari bahagia. Berdampingan di kamar pengantin nan megah dan indah. Sungguhlah berkesan. Tapi sayang, dia hanya mendapati janji sang ikhwan. Harapannya pupus dan kandas di tengah jalan. Janji itu menguap berita yang tak ada kabar.
Jago Bila Merayu
Ada ribuan bualan yang memenuhi mulut sang ikhwan. Terkadang malah sengaja mencari bacaan dari majalah wanita untuk mencari tahu seperti apakah sosok wanita itu. Saking gegap gempitanya merayu, ayat-ayat dan hadits nabi pun bisa menjadi bahan penyedap rayuan demi menaklukkan hati sang akhwat.
Kalau yang dirayu wanita biasa-biasa saja, dan bukan akhwat, mungkin setangkai mawar, puisi yang indah dan segepok cokelat bisa menjadi modal. Tapi kalau yang dirayu adalah akhwat, mungkin bisa jadi beda barang yang digunakan. Puisi diambilkan dari kata bijak para ulama, hadits tentang cinta dan sayang, menjalin ukhuwah dan silaturahmi. Sedangkan cokelat dan bunga bisa diganti dengan tasbih dan mukenah.
Maksa banget!
Nasihat Ibrahim bin Adham
Suatu ketika Ibrahim bin Adham, seorang alim yang terkenal zuhud dan wara’nya, melewati pasar yang ramai. Selang beberapa saat beliau pun dikerumuni banyak orang yang ingin minta nasehat. Salah seorang di antara mereka bertanya, “Wahai Guru! Allah telah berjanji dalam kitab-Nya bahwa Dia akan mengabulkan doa hamba-Nya. Kami telah berdoa setiap hari, siang dan malam, tapi mengapa sampai saat ini doa kami tidak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham diam sejenak lalu berkata, “Saudara sekalian. Ada sepuluh hal yang menyebabkan doa kalian tidak dijawab oleh Allah.
Pertama, kalian mengenal Allah, namun tidak menunaikan hak-hak-Nya.
Kedua, kalian membaca Al-Quran, tapi kalian tidak mau mengamalkan isinya.
Ketiga, kalian mengakui bahwa iblis adalah musuh yang sangat nyata, namun dengan suka hati kalian mengikuti jejak dan perintahnya.
Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah, tetapi kalian suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya.
Kelima, kalian sangat menginginkan surga, tapi kalian tak pernah melakukan amalan ahli surga.
Keenam, kalian takut dimasukkan ke dalam neraka, namun kalian dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.
Ketujuh, kalian mengaku bahwa kematian pasti datang, namun tidak pernah mempersiapkan bekal untuk menghadapinya.
Kedelapan, kalian sibuk mencari aib orang lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri.
Kesembilan, kalian setiap hari memakan rezeki Allah, tapi kalian lupa mensyukuri nikmat-Nya.
Kesepuluh, kalian sering mengantar jenazah ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang serupa.”
Setelah mendengar nasehat itu, orang-orang itu menangis.
Dalam kesempatan lain Ibrahim kelihatan murung lalu menangis, padahal tidak terjadi apa-apa. Seseorang bertanya kepadanya. Ibrahim menjawab,
Ibrahim bin Adham diam sejenak lalu berkata, “Saudara sekalian. Ada sepuluh hal yang menyebabkan doa kalian tidak dijawab oleh Allah.
Pertama, kalian mengenal Allah, namun tidak menunaikan hak-hak-Nya.
Kedua, kalian membaca Al-Quran, tapi kalian tidak mau mengamalkan isinya.
Ketiga, kalian mengakui bahwa iblis adalah musuh yang sangat nyata, namun dengan suka hati kalian mengikuti jejak dan perintahnya.
Keempat, kalian mengaku mencintai Rasulullah, tetapi kalian suka meninggalkan ajaran dan sunnahnya.
Kelima, kalian sangat menginginkan surga, tapi kalian tak pernah melakukan amalan ahli surga.
Keenam, kalian takut dimasukkan ke dalam neraka, namun kalian dengan senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.
Ketujuh, kalian mengaku bahwa kematian pasti datang, namun tidak pernah mempersiapkan bekal untuk menghadapinya.
Kedelapan, kalian sibuk mencari aib orang lain dan melupakan cacat dan kekurangan kalian sendiri.
Kesembilan, kalian setiap hari memakan rezeki Allah, tapi kalian lupa mensyukuri nikmat-Nya.
Kesepuluh, kalian sering mengantar jenazah ke kubur, tapi tidak pernah menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang serupa.”
Setelah mendengar nasehat itu, orang-orang itu menangis.
Dalam kesempatan lain Ibrahim kelihatan murung lalu menangis, padahal tidak terjadi apa-apa. Seseorang bertanya kepadanya. Ibrahim menjawab,
“Saya melihat kubur yang akan saya tempati kelak sangat mengerikan, sedangkan saya belum mendapatkan penangkalnya. Saya melihat perjalanan di akhirat yang begitu jauh, sementara saya belum punya bekal apa-apa. Serta saya melihat Allah mengadili semua makhluk di Padang Mahsyar, sementara saya belum mempunyai alas an yang kuat untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan saya selama hidup di dunia.”
Sumber: Sabili
Sumber: Sabili
Khalid bin Walid R A
Menurut Al-Waqidi dan lainnya, mereka berkata: Satu peristiwa, pada pertempuran Yarmuk, keluarlah dari barisan musuh seorang panglima besar musyrik, lalu dia menyeru Khalid bin Al-Walid untuk keluar dari barisan kaum Muslimin. Khalid pun keluar dengan kuda tangkasnya, hingga hampir-hampir kedua kuda itu berlaga kerana ketangkasannya. Maka berkatalah panglima pasukan musyrik itu yang bernama Jarjah:
“Engkaukah yang dikenal Khalid, panglima pasukan ini?”.
“Ya, aku Khalid pedang Allah!” jawab Khalid.
“Khalid, pedang Allah?” tanya Jarjah lagi.
“Ya”, jawab Khalid. “Dan engkau siapa?”
“Aku Jarjah, panglima perang!”
“Apa maksudmu memanggil aku ke sini?” tanya Khalid.
“Hai Khalid! Bicaralah yang benar, dan jangan berdusta! Sebab orang yang merdeka itu tidak berdusta. Dan jangan pula engkau menipuku, kerana orang yang berkedudukan seperti engkau ini tidak akan menipu yang lain, apa lagi bila hal itu ada pertaliannya dengan Allah!” jarjah ingin menguji kejujuran Khalid.
“Baiklah”, jawab Khalid. “Aku akan berkata benar dan menjawab sesuai dengan kehendakmu!”
“Engkau mengaku diri sebagai pedang Allah, bukan?” tanya Jarjah.
“Ya”, jawab Khalid pendek
“Apakah Allah telah menurunkan pedang itu dari langit kepada Utusan kamu, lalu dia menyerahkan pedang itu kepadamu, dan engkau tidak akan menghunuskan kepada sesiapa pun, melainkan engkau akan mengalahkannya?” Jarjah meminta penerangan dari Khalid.
“Tidak!” jawab Khalid pendek lagi.
“Oh, tidak?!” Jarjah mengejek. “Jadi bagaimana engkau dipanggil sebagai pedang Allah? Bukankah itu ajaib sekali?!” Jarjah menambah lagi.
“Tidak ajaib, jika engkau mendengar cerita yang sebenarnya!” jawab Khalid.
“Kalau begitu ceritakanlah kepadaku!” pinta Jarjah.
“Sekarang dengarlah ceritanya: Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kita UtusanNya, lalu Beliau mengajak kami memeluk Islam, tetapi kami menjauhkan diri darinya, dan kami sekalian menyingkirkannya. Meskipun begitu ada juga setengah dari kami yang mempercayainya dan mengikutnya, manakala yang lain mendustakannya dan menentangnya, dan jika engkau ingin tahu aku adalah di antara orang-orang yang mendustakannya dan menentangnya”, Khalid menceritakan dirinya dengan jujur.
“Sesudah itu?” tanya Jarjah yang mendengar dengan penuh minat.
“Kemudian Allah telah melembutkan hati kami, dan membukakan pemikiran kami, lalu kami diberiNya petunjuk untuk memeluk Islam, dan kami pun memberikan kesetiaan kami kepadanya”, Khalid berdiam sebentar mengenang dirinya di masa lalu.
“Kemudian, apa yang berlaku?” tanya Jarjah lagi
‘Kerana aku memeluk Islam itulah, maka beliau berkata kepadaku: Hai Khalid! Engkau ini adalah pedang dari pedang-pedang Allah, yang dihunuskan Allah ke atas kaum musyrik, dan beliau mendoakan bagiku dengan kemenangan!” jelas Khalid.
“Sebab itulah engkau dikenal dengan pedang Allah?!” tanya Jarjah.
“Ya, aku rasakan itu, dan aku orang yang paling keras di antara pasukan Islam ke atas kaum musyrik”, ‘jelas Khalid lagi.
“Baiklah”, tanya Jarjah. “Engkau membawa pasukanmu ke sini itu, untuk apa?”
Aku datang ke sini untuk menyeru orang-orang seperti kamu kepada Islam, dan mempercayai Tuhan yang Satu!” jawab Khalid.
“Tuhan yang Satu?” tanya Jarjah.
“Ya, dengan menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwasanya Muhammad itu adalah Utusan Allah, serta meyakini bahwa apa yang dibawa Muhammad itu adalah dari Allah yang Maha Mulia”, terang Khalid.
“Kalau kami tidak mahu menerimanya?”
“Bayar upeti, dan kami akan melindungi kamu!”
“Kalau kami tidak mahu membayar upeti itu?”
“Kami akan memerangi kamu habis-habisan!”
“Baiklah, apa kedudukan orang yang mengikut seruanmu itu, dan yang mendampingkan diri dalam apa yang engkau seru itu?”
‘Kedudukannya dengan kami sama tentang apa yang difardhukan Allah ke atas kami sekalian, baik dia orang berpangkat atau orang yang rendah, yang pertama memeluk Islam dan yang kebelakangan! Yakni siapa yang mengikut Muhammad sekarang ini akan memperoleh pahala yang sama dengan siapa yang telah mengikutnya lama sebelum ini, iaitu balasannya dan kelebihannya?!”
“Bagaimana itu?” Jarjah meminta penjelasan.
“Ya”, jawab Khalid, “bahkan boleh jadi lebih utama lagi”.
“Bagaimana sampai begitu? Bagaimana agamamu menyamakan orang-orang ini dengan kamu, padahal kamu sudah mendahului mereka?” tanya Jarjah.
“Mudah saja!” jawab Khalid. “Kita orang-orang yang terdahulu memeluk Islam secara terpaksa, kerana kita telah menentangnya sebelum itu. Kemudian kita memberikan kesetiaan kami kepadanya sedang dia hidup di sisi kita, berita-berita langit sedang turun kepadanya, dia memberitahu kita tentang firman-firman Allah itu serta dibuktikannya dengan keterangan-keterangan yang tidak dapat diragukannya lagi”, kata Khalid.
“Jadi, apa alasannya?” tanya Jarjah lagi.
“Jadi orang-orang seperti kita ini sudah melihat semua bukti-bukti itu, dan kami mendengar sendiri darinya, sudah seharusnyalah kami mengikutnya dan menganut kepercayaannya. Tetapi kamu tidak seperti kami, kamu tidak melihat apa yang kami lihat, dan kamu tidak mendengar seperti apa yang kami dengar dan berbagai keajaiban dan bukti-bukti yang membenarkan seruan dan dakwaannya. Jadi barangsiapa yang mengikut perkara ini di antara kamu dengan kebenaran dan niat yang baik, tentulah dia lebih utama dari kami”.
Jarjah terharu dengan penerangan Khalid itu, lalu dia berkata: “Demi Allah, aku yakin engkau telah mengatakan yang benar, dan engkau tidak menipuku!”
“Demi Allah, aku telah berkata yang benar, tiada suatu pun yang aku sembunyikan, dan Allah telah membantuku untuk menjawab soalan-soalanmu itu dengan yang benar”, terang Khalid.
“Kalau begitu, apa gunanya lagi aku menyandang perisai ini”, kata Jarjah, dia lalu melepaskannya, sambil memeluk Khalid dan berkata: “Hai Khalid! Ajarkanlah aku agama Islam itu!” pinta Jarjah.
Khalid Ialu mengajak Jarjah datang ke kemahnya, lalu disiramkan ke atasnya dengan qirbah air (kulit kambing yang dibuat untuk mengisi air), kemudian diajaknya Jarjah bersembahyang dengannya dua rakaat.
Akhirnya pasukan Romawi kecewa apabila Jarjah tidak kembali lagi kepada mereka. Lalu mereka memulai penyerangannya kepada pasukan Islam, dan pada mulanya mereka merasa bangga dengan kemenangan kecil di mana mereka dapat mematahkan sayap-sayap pasukan Islam, kecuali yang sedang dipertahankan oleh lkrimah bin Abu jahal ra. dan Al-Harits bin Hisyam ra. Khalid bin Walid ra. pun keluar ke medan peperangan untuk menyelamatkan pasukan Islam, dan keluar bersamanya Jarjah yang baru memeluk Islam. Keduanya pun memimpin pasukan Islam di tengah-tengah pasukan Romawi yang mencoba mengepung pasukan Islam.
Pasukan Islam pun berteriak semangat dan menggempur di belakang panglimanya, si pedang Allah, sehingga akhirnya pasukan Romawi tidak mampu bertahan lagi, dan mereka pun mundur kebarisan mereka yang asal. Khalid terus berjuang pedang dengan pedang bersama-sama pasukan Islam yang telah kembali semangat perjuangannya, sedang Jarjah turut berjuang sebelah-menyebelah dengan pasukan Islam dari sejak tengahari hingga matahari akan terbenam, dan masuk waktu maghrib.
Pasukan Islam bersembahyang shalat Dzhuhur dan Asar secara menunduk-nunduk saja kerana hebatnya pertarungan yang berlaku di antara dua pihak itu. Akhimya Jarjah, moga-moga Allah merahmatinya, gugur syahid setelah mendapat luka-luka berat, dan dia tidak bersembahyang kepada Allah selain dua rakaat yang dikerjakannya dengan Khalid ra. ketika dia memeluk Islam itu.
(Al-Bidayah Wan-Nihayah 7:12 – Menurut Abu Nu’aim dalam “Dalaa’ilun Nubuwah”, nama panglima Romawi itu ialah jarjir bukan jarjah.)
“Engkaukah yang dikenal Khalid, panglima pasukan ini?”.
“Ya, aku Khalid pedang Allah!” jawab Khalid.
“Khalid, pedang Allah?” tanya Jarjah lagi.
“Ya”, jawab Khalid. “Dan engkau siapa?”
“Aku Jarjah, panglima perang!”
“Apa maksudmu memanggil aku ke sini?” tanya Khalid.
“Hai Khalid! Bicaralah yang benar, dan jangan berdusta! Sebab orang yang merdeka itu tidak berdusta. Dan jangan pula engkau menipuku, kerana orang yang berkedudukan seperti engkau ini tidak akan menipu yang lain, apa lagi bila hal itu ada pertaliannya dengan Allah!” jarjah ingin menguji kejujuran Khalid.
“Baiklah”, jawab Khalid. “Aku akan berkata benar dan menjawab sesuai dengan kehendakmu!”
“Engkau mengaku diri sebagai pedang Allah, bukan?” tanya Jarjah.
“Ya”, jawab Khalid pendek
“Apakah Allah telah menurunkan pedang itu dari langit kepada Utusan kamu, lalu dia menyerahkan pedang itu kepadamu, dan engkau tidak akan menghunuskan kepada sesiapa pun, melainkan engkau akan mengalahkannya?” Jarjah meminta penerangan dari Khalid.
“Tidak!” jawab Khalid pendek lagi.
“Oh, tidak?!” Jarjah mengejek. “Jadi bagaimana engkau dipanggil sebagai pedang Allah? Bukankah itu ajaib sekali?!” Jarjah menambah lagi.
“Tidak ajaib, jika engkau mendengar cerita yang sebenarnya!” jawab Khalid.
“Kalau begitu ceritakanlah kepadaku!” pinta Jarjah.
“Sekarang dengarlah ceritanya: Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kita UtusanNya, lalu Beliau mengajak kami memeluk Islam, tetapi kami menjauhkan diri darinya, dan kami sekalian menyingkirkannya. Meskipun begitu ada juga setengah dari kami yang mempercayainya dan mengikutnya, manakala yang lain mendustakannya dan menentangnya, dan jika engkau ingin tahu aku adalah di antara orang-orang yang mendustakannya dan menentangnya”, Khalid menceritakan dirinya dengan jujur.
“Sesudah itu?” tanya Jarjah yang mendengar dengan penuh minat.
“Kemudian Allah telah melembutkan hati kami, dan membukakan pemikiran kami, lalu kami diberiNya petunjuk untuk memeluk Islam, dan kami pun memberikan kesetiaan kami kepadanya”, Khalid berdiam sebentar mengenang dirinya di masa lalu.
“Kemudian, apa yang berlaku?” tanya Jarjah lagi
‘Kerana aku memeluk Islam itulah, maka beliau berkata kepadaku: Hai Khalid! Engkau ini adalah pedang dari pedang-pedang Allah, yang dihunuskan Allah ke atas kaum musyrik, dan beliau mendoakan bagiku dengan kemenangan!” jelas Khalid.
“Sebab itulah engkau dikenal dengan pedang Allah?!” tanya Jarjah.
“Ya, aku rasakan itu, dan aku orang yang paling keras di antara pasukan Islam ke atas kaum musyrik”, ‘jelas Khalid lagi.
“Baiklah”, tanya Jarjah. “Engkau membawa pasukanmu ke sini itu, untuk apa?”
Aku datang ke sini untuk menyeru orang-orang seperti kamu kepada Islam, dan mempercayai Tuhan yang Satu!” jawab Khalid.
“Tuhan yang Satu?” tanya Jarjah.
“Ya, dengan menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwasanya Muhammad itu adalah Utusan Allah, serta meyakini bahwa apa yang dibawa Muhammad itu adalah dari Allah yang Maha Mulia”, terang Khalid.
“Kalau kami tidak mahu menerimanya?”
“Bayar upeti, dan kami akan melindungi kamu!”
“Kalau kami tidak mahu membayar upeti itu?”
“Kami akan memerangi kamu habis-habisan!”
“Baiklah, apa kedudukan orang yang mengikut seruanmu itu, dan yang mendampingkan diri dalam apa yang engkau seru itu?”
‘Kedudukannya dengan kami sama tentang apa yang difardhukan Allah ke atas kami sekalian, baik dia orang berpangkat atau orang yang rendah, yang pertama memeluk Islam dan yang kebelakangan! Yakni siapa yang mengikut Muhammad sekarang ini akan memperoleh pahala yang sama dengan siapa yang telah mengikutnya lama sebelum ini, iaitu balasannya dan kelebihannya?!”
“Bagaimana itu?” Jarjah meminta penjelasan.
“Ya”, jawab Khalid, “bahkan boleh jadi lebih utama lagi”.
“Bagaimana sampai begitu? Bagaimana agamamu menyamakan orang-orang ini dengan kamu, padahal kamu sudah mendahului mereka?” tanya Jarjah.
“Mudah saja!” jawab Khalid. “Kita orang-orang yang terdahulu memeluk Islam secara terpaksa, kerana kita telah menentangnya sebelum itu. Kemudian kita memberikan kesetiaan kami kepadanya sedang dia hidup di sisi kita, berita-berita langit sedang turun kepadanya, dia memberitahu kita tentang firman-firman Allah itu serta dibuktikannya dengan keterangan-keterangan yang tidak dapat diragukannya lagi”, kata Khalid.
“Jadi, apa alasannya?” tanya Jarjah lagi.
“Jadi orang-orang seperti kita ini sudah melihat semua bukti-bukti itu, dan kami mendengar sendiri darinya, sudah seharusnyalah kami mengikutnya dan menganut kepercayaannya. Tetapi kamu tidak seperti kami, kamu tidak melihat apa yang kami lihat, dan kamu tidak mendengar seperti apa yang kami dengar dan berbagai keajaiban dan bukti-bukti yang membenarkan seruan dan dakwaannya. Jadi barangsiapa yang mengikut perkara ini di antara kamu dengan kebenaran dan niat yang baik, tentulah dia lebih utama dari kami”.
Jarjah terharu dengan penerangan Khalid itu, lalu dia berkata: “Demi Allah, aku yakin engkau telah mengatakan yang benar, dan engkau tidak menipuku!”
“Demi Allah, aku telah berkata yang benar, tiada suatu pun yang aku sembunyikan, dan Allah telah membantuku untuk menjawab soalan-soalanmu itu dengan yang benar”, terang Khalid.
“Kalau begitu, apa gunanya lagi aku menyandang perisai ini”, kata Jarjah, dia lalu melepaskannya, sambil memeluk Khalid dan berkata: “Hai Khalid! Ajarkanlah aku agama Islam itu!” pinta Jarjah.
Khalid Ialu mengajak Jarjah datang ke kemahnya, lalu disiramkan ke atasnya dengan qirbah air (kulit kambing yang dibuat untuk mengisi air), kemudian diajaknya Jarjah bersembahyang dengannya dua rakaat.
Akhirnya pasukan Romawi kecewa apabila Jarjah tidak kembali lagi kepada mereka. Lalu mereka memulai penyerangannya kepada pasukan Islam, dan pada mulanya mereka merasa bangga dengan kemenangan kecil di mana mereka dapat mematahkan sayap-sayap pasukan Islam, kecuali yang sedang dipertahankan oleh lkrimah bin Abu jahal ra. dan Al-Harits bin Hisyam ra. Khalid bin Walid ra. pun keluar ke medan peperangan untuk menyelamatkan pasukan Islam, dan keluar bersamanya Jarjah yang baru memeluk Islam. Keduanya pun memimpin pasukan Islam di tengah-tengah pasukan Romawi yang mencoba mengepung pasukan Islam.
Pasukan Islam pun berteriak semangat dan menggempur di belakang panglimanya, si pedang Allah, sehingga akhirnya pasukan Romawi tidak mampu bertahan lagi, dan mereka pun mundur kebarisan mereka yang asal. Khalid terus berjuang pedang dengan pedang bersama-sama pasukan Islam yang telah kembali semangat perjuangannya, sedang Jarjah turut berjuang sebelah-menyebelah dengan pasukan Islam dari sejak tengahari hingga matahari akan terbenam, dan masuk waktu maghrib.
Pasukan Islam bersembahyang shalat Dzhuhur dan Asar secara menunduk-nunduk saja kerana hebatnya pertarungan yang berlaku di antara dua pihak itu. Akhimya Jarjah, moga-moga Allah merahmatinya, gugur syahid setelah mendapat luka-luka berat, dan dia tidak bersembahyang kepada Allah selain dua rakaat yang dikerjakannya dengan Khalid ra. ketika dia memeluk Islam itu.
(Al-Bidayah Wan-Nihayah 7:12 – Menurut Abu Nu’aim dalam “Dalaa’ilun Nubuwah”, nama panglima Romawi itu ialah jarjir bukan jarjah.)
Surat Imam Hasan Al Bashri untuk Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz
“Aku akan menggambarkan kepadamu bahwa dunia ini adalah satu masa di antara dua masa yang lain. Satu masa telah lampau, satu masa akan datang, dan satu masa lagi saat di mana engkau hidup sekarang.
Adapun masa lampau dan yang akan datang, tidaklah memiliki kenikmatan dan juga tidak ada rasa sakit yang bisa dirasakan sekarang.
Tinggallah dunia ini saat di mana engkau hidup sekarang ini.
Saat itulah yang sering memperdayamu hingga lupa dengan akhirat, dan perjalanan yang bisa mengantarkanmu menuju neraka.
Sesungguhnya hari ini – bila engkau mengerti – ibarat tamu yang mampir ke rumahmu dan akan segera pergi meninggalkan rumahmu.
Apabila engkau memberi penginapan yang baik dan menghormatinya, ia akan menjadi saksi atas dirimu, memujimu, dan berbuat benar untuk dirimu.
Akan tetapi bila engkau memberi penginapan yang jelek, melayaninya dengan kasar, maka ia akan terus terbayang di depan matamu.
Hari ini dan hari esok bagaikan dua orang bersaudara yang masing-masing bertamu kepadamu secara bergantian. Ketika yang pertama singgah, engkau bersikap jelek kepadanya dan tidak memberikan pelayanan yang baik antara engkau dan dia. Lalu di hari kemudian saudaranya yang akan berkata : “Sesungguhnya saudaraku telah engkau perlakukan buruk. Sekarang aku datang setelahnya. Bila engkau melayaniku dengan baik, niscaya engkau dapat membayar perlakuan burukmu terhadap saudaraku, dan aku akan memaafkan apa yang telah engkau perbuat (terhadap saudaraku). Maka cukuplah engkau memberi pelayanan kepadaku apabila aku singgah dan menemuimu setelah kepergian saudaraku tadi. Dengan itu engkau telah mendapat keuntungan sebagai gantinya bila engkau mau berpikir. Gapailah apa yang telah engkau sia-siakan.
Bila yang datang kemudian engkau perlakukan seperti sebelumnya, alangkah meruginya hidupmu di dunia akibat persaksian keduanya atas kejahatanmu. Sisa umurmu tidak akan berguna dan berharga lagi. Apabila engkau kumpulkan dunia seluruhnya, tidak akan dapat menggantikannya meskipun hanya satu hari yang tersia-siakan. Maka, janganlah engkau jual hari ini, dan jangan engkau ganti hari ini dengan dunia tanpa faedah yang berharga. Janganlah sampai terjadi, bahwa orang yang telah dikubur saja lebih menghargai apa yang ada di hadapanmu daripada dirimu sendiri, padahal semua itu milikmu.
Demi Allah, apabila orang yang telah dikebumikan itu ditanya : ‘Ini dunia beserta seisinya, dari awal sampai akhirnya, yang bisa engkau pergunakan untuk anak cucumu setelah kematianmu, agar mereka dapat berfoya-foya, yang keinginanmu hanyalah mereka; dan ini satu hari yang disediakan untukmu yang dapat engkau gunakan untuk beramal bagi dirimu” – manakah yang engkau pilih ? Tentu ia akan memilih satu hari yang terakhir. Tidak ada sesuatu yang dapat diperbandingkan dengan satu hari itu, melainkan ia pasti memilih hari itu karena kesukaannya dan penghormatannya terhadap hari itu.
Bahkan apabila hanya dicukupkan satu jam, untuk diperbandingkan dengan berkali-kali lipat dari apa yang telah kita paparkan tadi; pasti ia juga akan memilih yang satu jam tadi.
Meskipun dengan segala yang kita sebutkan dengan berbagai kelipatannya diberikan kepada orang lain. Bahkan apabila ia diberikan (pahala) satu kata yang ia ucapkan, untuk diperbandingkan dengan berlipat-lipat dari yang disebutkan tadi, pasti ia akan memilih satu kata itu.
Maka mulailah hari ini! Cermatilah hari-harimu untuk kemaslahatanmu.
Waspadailah kehinaan yang datang di akhir kehidupanmu. Janganlah engkau merasa aman untuk tidak dibantah oleh ucapanmu sendiri. Semoga nasihat ini berguna buatmu dan buat kami sendiri. Semoga Allah memberikan rizki kepada kita dengan akhir kehidupan yang baik.
As-Salaamu ‘alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh”.
[Diambilkan dari kitab Hilyatul-Auliyaa’ 2/39 yang ditulis oleh Abu Nu'aim Al Ashfahaniy]
Assassin, Ninja Pembunuh pada Zaman Perang Salib
Penulisan sejarah tentang Perang Salib sampai hari ini masih menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab. Salah satunya tentang peranan kaum Hashyashyin, sebuah sekte (ordo) khusus pembunuh dari kelompok Ismailiyah-Qaramithah, salah satu cabang dari kelompok Syiah di bawah Dinasti Fathimiyah. Hashyashyin (Asassins) “guru” bagi Knights Templar

Konon, Hashyashyin ini merupakan “guru” dari Knights Templar yang dibentuk oleh Ordo Sion di tahun 1118 Masehi. Keduanya — Hashyashyin maupun Templar-memiliki banyak kemiripan. Mulai dari struktur organisasi, pembangkangan terhadap agama (bid’ah) dan bahkan dianggap agnostik (tidak meyakini agama apapun kecuali doktrin pemimpinnya), kepandaiannya dalam berperang, membunuh, serta keterampilan dalam hal pengunaan racun, serta adanya ritual-ritual khusus yang penuh dengan warna mistis-paganistik.
Bahkan banyak penulis sejarawan modern menganggap Sekte Syiah Qaramithah—asal muasal gerakan Assassins — sebagai kelompok Bolsyewisme-Islam atau cenderung komunistis. Pendiri sekte ini bernama Hamdan al-Qarmath, seorang Irak yang gemar pada ilmu-ilmu perbintangan dan kebatinan, mirip dengan pengikut Kabbalah (Hitti, History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present, 2002).Templar sendiri sesungguhnya pengikut Kabbalah, walau mereka mengaku sebagai pemeluk Kristen pada awalnya.
Penaklukkan Jurusalem Oleh Dinasti Fatimiyah.
Sebab itu, banyak sejarawan Barat yang menuding di antara kedua sekte khusus pencabut nyawa ini sesungguhnya terjalin satu kerjasama dalam bentuk yang tersembunyi. Salah satu yang memunculkan dugaan ini adalah Prof. Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab University Edinburgh, Skotlandia. Skotlandia sendiri dikenal sebagai wilayah basis dari Freemasonry yang lahir di darah ini selepas penumpasan Templar oleh Raja Perancis, King Philipe le Bel, yang dibantu Paus Clement V di tahun 1307 M.
Profesor Hillenbrand dalam bukunya “The Crusade, Islamic Perspective” (1999) menulis bahwa setahun sebelum pasukan salib gelombang pertama yang dikomandani Godfroi de Bouillon tiba di pintu Yerusalem di tahun 1099 dan merebutnya, Yerusalem diserang oleh pasukan dari Dinasti Fathimiyah-Syiah yang berpusat di Mesir dan merebutnya dari tangan kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang beraliran Sunni. Jadi, ketika pasukannya Godfroi tiba di pintu kota Yerusalem, kota suci itu sebenarnya telah berada di bawah kekuasaan Bani Fathimiyah.
Atas kejadian ini, Hillebrand mempertanyakan tidak adanya catatan khusus dari para sejarawan Muslim. “Serangan tiba-tiba yang dilakukan al-Afdhal (Wazir dari Dinasti Fathimiyah Mesir) ke Yerusalem, dengan waktu yang amat tepat, memerlukan penjelasan yang belum diberikan para sarjana Islam. Mengapa al-Afdhal melakukan serangan ini? Apakah karena ia telah tahu lebih dulu soal rencana para Tentara Salib? Bila demikian, apakah ia merebut Yerusalem untuk kepentingan Tentara Salib, yang sebelumnya telah menjalin aliansi dengannya?” tulis Hillebrand.
Salah satu hipotesis yang dikemukakan peraih The King Faisal International Prize for Islamic Studies ini adalah, bahwa pasukannya al-Afdhal telah dikhianati oleh Godfroi de Bouillon, karena sesungguhnya Kaisar Byzantium—Kristen Timur yang bertentangan secara ideologi dengan Kristen Barat yang mengirimkan Tentara Salib—telah memberitahu al-Afdhal bahwa pasukan Salib Kristen Barat akan segera tiba di Yerusalem. Pemberitahuan ini diberikan Kaisar Byzantium tidak lama berselang setelah Konsili Clermont usai.
Bisa jadi, demikian Hillebrand, al-Afdhal menginvasi Yerusalem agar Godfroi menahan pasukannya dan bisa berbagi kekuasaan, karena al-Afdhal mengira Tentara Salib atau ‘Bangsa Frank’ menurut Hillenbrand bisa dijadikan sekutu yang baik menghadapi Muslim Sunni.
Namun yang terjadi tidak demikian. “Tentara Salib hendak menguasai Yerusalem untuk dirinya sendiri, ” tulisnya. Lantas di mana peranan Assassins dalam hal ini?
Peran Tersembunyi Assassins
Menjelang Perang Salib pertama, dunia Barat dan Timur masing-masing mengalami perpecahan (schisma) yang hebat. Dunia Barat setidaknya menjadi dua kekuatan besar: Kristen Timur yang berpusat di Byzantium dan Kristen Barat yang berpusat di Roma. Secara diam-diam, Sekte Gereja Yohanit yang sesungguhnya agnostik-paganistik menyusup ke Vatikan dan menyusun kekuatannya.
Di sisi lain Dunia Islam juga terbagi menjadi dua kekuatan besar yang juga saling memusuhi yakniKekhalifahan Abbasiyah yang sunni dan Kekhalifahan Fathimiyah yang syiah yang berpusat di Mesir.
Carole Hillenbrand menulis, “Dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, sejak 1092 M, terjadi rentetan pembersihan semua pemimpin politik terkemuka Dunia Islam dari Mesir hingga ke timur. Tahun 1092, seorang menteri terkemuka Dinasti Seljuk sunni bernama Nizam al-Mulk terbunuh (belakangan diketahui Assassins-lah yang melakukan itu). ”
Tahun 1092 M Dijuluki Tahun Kematian
Tiga bulan kemudian, Sultan Maliksyah, sultan ketiga Seljuk yang telah berkuasa dengan gemilang selama duapuluh tahun juga meninggal dengan sebab-sebab yang mencurigakan. Kuat dugaan ia juga telah diracun Assassins. Tak lama kemudian, permaisuri dan cucu-cucunya pun meninggal dengan cara yang tak lazim. Para sejarawan Islam memandang tahun 1092 M sebagai “Tahun Kematian”.
Apalagi dengan peristiwa meninggalnya Khalifah Fathimiyah Syiah di Mesir, al-Muntanshir, musuh besar Seljuk, yang juga terjadi pada tahun itu. Dua tahun kemudian, 1094, Khalifah Abbasiyah alMuqtadhi juga meninggal.
Rentetan perubahan yang berjalan amat cepat ini oleh Hillenbrand disamakan dengan terjadinya Perestroika di Uni Soviet yang mengakibatkan kehancuran dan perpecahan. Berbagai sekte dan negara kecil-kecil memisahkan diri dan menjadi kekuatannya masing-masing. Dunia Islam menjelang Konsili Clermont di tahun 1096 sudah berubah menjadi dunia yang penuh kekacauan dan anarki.
Asassin Bertugas Menciptakan Perpecahan Di Kalangan Islam
Hillenbrand mengajukan pertanyaan: “Momentum ini bagi pasukan Salib sungguh menguntungkan. Apakah saat itu pasukan Salib telah diberitahu bahwa saat itu merupakan momentum yang sangat bagus untuk menyerang Yerusalem?”
Jika di balik, pertanyaan Hillenbrand sebenarnya bisa lebih menukik, seperti: “Adakah kekacauan di Dunia Islam ini telah diatur? Assassins bertugas menimbulkan perpecahan di kalangan Islam dengan melakukan serangkaian pembunuhan di berbagai dinasti Islam yang kuat, dan di lain sisi Ordo Yohanit (Peter The Hermit dan Godfroi de Bouillon sebagai dua tokohnya) di saat yang sama menyusup ke Vatikan dan memprovokasi Paus agar mengobarkan Perang Salib untuk merebut Yerusalem.
Apalagi sejarah mencatat bahwa hanya setahun sebelum pasukan Salib tiba di depan gerbang Yerusalem, kota suci itu telah jatuh ke tangan Dinasti Fathimiyah. Adakah ini merupakan persekongkolan antara Assassins dengan Ordo Yohanit di mana keduanya memang diketahui cenderung kepada ilmu-ilmu ramalan, perbintangan, sihir, dan sebagainya yang menjurus pada ajaran Kabbalah.
Dengan kata lain, adalah semua kejadian besar itu merupakan hasil konspirasi yang dilakukan Ordo Kabbalah dengan pembagian kerja: Assassins bekerja di Dunia Islam, sedangkan Yohanit (Ordo Sion dan kemudian Templar) bekerja di Dunia Kristen?
Bukan rahasia umum lagi bila Assassins dan Templar di kemudian hari benar-benar melakukan kerjasama. Templar sering mengorder Assassins untuk membunuh musuh-musuh politiknya. Salah satu korban dari Assassins adalah Richard The Lion Heart. Salahuddin al-Ayyubi sendiri pernah menerima terror dari Assassins.
Target Asassins : Richard The Lion Heart dan Salahuddin Al-Ayyubi
Suatu pagi, Salahuddin terbangun dari tidur di dalam tendanya dan menemukan sepotong kue yang telah diracun di atas dadanya dengan tulisan, “Anda berada dalam kekuasaan kami. ” Sejak itu Salahudin makin yakin bahwa dia tidak bisa meremehkan Assassins. Dan hal ini terbukti kemudian, setelah membebaskan Yerusalem, Salahudin terus melakukan pembebasan hingga ke Benteng Alamut, markas besar Assassins di Persia, sebelum akhirnya ke Mesir untuk melakukan pembersihan terhadap sekte Syiah.
Sebutan Hashyashyin atau dalam lidah orang Barat “Assassins” berasal dari catatan Marcopolo. Pelaut ternama dari Venesia ini pada tahun 1271-1272 melintasi daerah Alamut, sebuah benteng besar di atas karang yang sangat kuat dan memiliki taman yang sangat indah di dalamnya, di wilayah Persia.
Dalam catatannya tentang Benteng Alamut dan aktivitas sekte Syiah pimpinan Hasan al-Sabbah, yang diistilahkan oleh Marcopolo sebagai kaum Assassins, pelaut Italia ini menulis:
“…Beberapa pemuda yang berumur duabelas hingga duapuluh tahun yang memiliki semangat tarung yang tinggi, dibawa masuk ke dalam taman yang berada di tengah-tengah benteng. Mereka dibawa masuk bergiliran, sekitar empat, enam, atau sepuluh pemuda. Sebelumnya, mereka disuguhi minuman keras dan candu yang membuat mereka mabuk berat atu tertidur pulas. Baru setelah itu mereka diangkat dan dipindahkan ke dalam taman.
Ketika bangun, para pemuda itu mendaati dirinya berada di tengah taman yang sangat indah. Mereka dikelilingi para gadis-gadis perawan yang mengenakan pakaian sungguh menggoda. Para gadis itu menghibur, merayu, dan melayani keinginan para pemuda tersebut. Mereka sungguh-sungguh dimanjakan.
Para pemuda itu menyangka mereka sedang berada di surga. Sehingga ketika Hasan al-Sabbahsebagai pimpinan tertinggi Hashyashyin memberi tugas atau perintah kepada mereka maka mereka akan dengan senang hati akan melaksanakannya.
“Surga” yang sangat indah telah menantikan para pemuda tersebut jika tugasnya selesai. “Saat kau kembali, bidadari-bidadariku akan membawamu ke surga. Dan jika pun kau mati, kau pun akan pergi juga ke surga, ” ujarnya. Penggunaan candu atau Hashyishy inilah yang oleh Marcopolo, kelompok ini disebut kaum Hashyashyin.
Old Man of the Mountain
Freya Stark, seorang wartawati Inggris berdarah campuran Perancis-Italia, ketika menjabat sebagai Staf Redaksi Bagdad Times di Bagdad, Irak, banyak melakukan perjalanan jurnalistiknya. Perempuan yang menguasai bahasa Arab dan Parsi ini atas izin Shah Iran di tahun 1930-1931 mengunjungi sisa-sisa Benteng Alamut di Persia. Stark merupakan perempuan asing pertama yang menjejakkan kakinya di wilayah bekas pusat kekuasaan kaum Assassins ini.
Stark membuat peta baru yang terperinci atas wilayah tersebut dan catatan perjalanannya menjadi sebuah buku yang sangat menarik berjudul “The Valley of the Assassins”. Dalam bukunya, Stark menulis tentang latar belakang dan perkembangan kelompok Assassins. Stark berpedoman kepada literatur-literatur tertua dalam Dunia Islam.“Assassins itu sebuah sekte Parsi. Cabang dari aliran Syiah Ismailiyah, yang memuliakan Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi Muhammad, beserta Imam-Imam turunan dari garis Ali, ” demikian Stark (hal. 159).
Asassins dan Komunisme
Aliran Ismailiyah memisahkan diri dari aliran-aliran lainnya sepeninggal Imam ke-7, Imam Jafar al-Shadiq. Walau mengaku sebagai Syiah dan pengikut Ali, namun berlainan dengan aliran lainnya, maka Assassins tidak mewajibkan shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Pandangan ‘keagamaan’ Assassins juga unik karena lebih condong kepada Komune (pada abad ke-20 dikenal sebagai paham Komunisme)—penyamarataan sosial. Bahkan di dalam beberapa ritual religinya, Assassins juga melakukan ritus-ritus yang kerap ditemukan pada pengikut paganisme-Kabalis. Seperti halnya ritus di dalam Taman Alamut yang nyaris serupa dengan ritus pesta seks Caligula atau Nero di zaman Romawi.
Tulisan Stark yang dikutip oleh Joesoef Sou’yb dalam ‘Sejarah Daulat Abasiah’ Jilid III (Bulan Bintang, 1978) menyatakan, “Kelompok Assassins dipimpin oleh sebuah keluarga Persia yang kaya raya namun gila perang. Mereka itu menyerahkan hidupnya untuk merongrong dan menghancurkan secara berangsur-angsur terhadap segala jenis keimanan Islam dengan suatu sistem pentahbisan (inisiasi) secara halus dan pelan-pelan, melalui beberapa tahap (marhalah), menusukkan kesangsian-kesangsian terhadap agama Islam, hingga kemudian si anggota menjadi seseorang yang mendewa-dewakan pemikiran bebas dan bersikap bebas pula (liberal). ” (hal. 61)
Paparan Stark di atas merupakan alat utama pengrusakkan agama-agama samawi yang dilakukan oleh kaum Kabbalis. Seperti yang telah diulas dalam banyak sekali literatur, ketiga agama samawi yang dirusak oleh kaum Kabbalah ini adalah Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Ke dalam agama Yahudi yang sesungguhnya memiliki Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a. S., kaum Kabbalah ini menyisipkan ayat-ayat palsu sehingga Taurat menjadi rancu dan berantakan. Lantas kaum Kabbalah ini membuat satu kitab yang dikatakan sebagai ‘titah Tuhan kepada Nabi Musa yang tidak tercatat’ (seperti halnya Hadits Qudsi di dalam agama Islam, hanya saja Hadist Qudsi merupakan sesuatu yang benar berasal dari Allah SWT), yang disebutnya sebagai Kitab Talmud. Kitab Talmud ini pun akhirnya menjadi ‘lebih suci dan tinggi’ ketimbang Taurat, sehingga kaum Yahudi ini menjadi kaum yang dimurkai Allah SWT.
Ke dalam agama Nasrani, kaum Kabbalah memasukkan seorang Yahudi Talmudian bernama Paulus dari Tarsus. Paulus ini yang tidak pernah bertemu dengan Yesus karena zaman kehidupannya jauh berbeda, membuat Kitab Perjanjian Baru, yang disebutkan sebagai penggenapan Bibel Perjanjian Lama (Taurat). Ke dalam Perjanjian Lama pun-seperti halnya Taurat Musa—disisipkan ayat-ayat palsu sehingga mustahil untuk kita menemukan mana yang asli dan mana yang tidak.
Lalu ke dalam agama Islam, kaum Kabbalah ini memasukkan seorang Yahudi juga yang berpura-pura sebagai orang Islam bernama Abdullah bin Saba. Abdullah bin Saba inilah yang memecah umat Islam ke dalam dua kutub besar yakni Sunni dan Syiah, sesuatu yang tidak ada saat Rasulullah SAW masih hidup.
Sesuatu yang bukan kebetulan, ujar Stark, bahwa keluarga Persia tersebut memusatkan aktivitasnya di Mesir atas nama Dinasti Fathimiyah. Mesir sejak zaman purba merupakan salah satu pusat berkembangnya ajaran Kabbalah.
Salah satu tonggak Kabbalah di Mesir Kuno adalah di masa kekuasaan para Firaun, yang berkuasa ditopang oleh “Dua Kaki” yakni Militer dan Penyihir. Di masa Nabi Musa as., para penyihir ini sebagian ada yang meninggalkan ajaran Kabbalah dan kembali ke Islam. Namun Dewan Penyihir Tertinggi (Majelis Ordo Kabbalah) tetap memusuhi Nabi Musa a. S dan menyusupkan seorang anggotanya ke dalam umatnya Nabi Musa untuk memalingkan kaumnya dari ketauhidan. Al-Qur’an mencatat orang yang disusupkan itu bernama Samiri.
Di Mesir, cikal bakal Assassins ini menyusup ke semua lini dan menguasai posisi-posisi penting. Salah seorang dai Ismailiyah yang berasal dari kota Rayy di Persia bernama Hassan al-Sabbah muncul sebagai tokoh di Mesir. Hassan al-Sabbah inilah yang kemudian mendirikan sekte Assassins dan memegang jabatan sebagai Pemimpin Agung yang pertama dari kelompok tersebut (The First Grandmaster of the Assassins).
Kharisma dan kebrutalan Hassan al-Sabbah menjadikannya dai yang amat disegani. Ia kemudian menciptakan ideologi bagi kelompoknya sendiri, melaksanakan pelatihan-pelatihan militerisme dan intelijen secara sembunyi-sembunyi, dan sebagainya.
“Ia menciptakan suatu penemuannya sendiri, membawa ide baru ke dalam dunia politik pada masanya itu. Prinsip pembunuhan yang cuma karena haus darah telah dikembangkannya menjadi satu alat politik berasaskan sumpah, ” tulis Sou’yb. Dan tentu saja, proyek-proyek pembunuhan diam-diam terhadap lawan-lawan politik pihak yang memesannya telah menjadi ladang usaha yang sangat menguntungkan. Assassins pun menangguk keuntungan material yang sangat besar dari usahanya.
The Secret Garden of Assasins
The Secret Garden atau Taman Rahasia yang terletak di tengah Benteng Alamut di Persia, merupakan tempat inisiasi para anggota baru yang kisahnya telah dipaparkan di atas. Ritual yang dilakukan Assassins di Taman Rahasia tersebut mirip dengan yang dilakukan para Templar di Rosslyn Chapel atau di kuil-kuil mereka, yakni berakhir dengan pesta seks yang disebutnya sebagai penyatuan suci menuju Tuhan.

Reruntuhan Benteng Alamut, Markas Pembentukan Asassins
Hassan al-Sabbah merupakan pendiri sekaligus Grandmaster Assassins. Hasan berasal dari daratan Persia. Ferdinand Tottle dalam bukunya berjudul Munjid fil Adabi (1956) menulis bahwa Hassan dikirim oleh Ibnu Attash di tahun 1072 M ke Mesir untuk menemui Khalif al-Muntashir dari Daulah Fathimiyah yang beraliran Syiah.
Mesir kala itu dikuasai kelompok syiah, di mana Perguruan Tinggi Al-Azhar merupakan lembaga pendidikan ternama kaum Syiah. Hasan menuntut pendidikan di lembaga tersebut.
Sepuluh tahun kemudian, dalam usia ke-31, Hasan kembali ke Persia. Ketika Ibnu Attash wafat, Hassan menggantikan kedudukannya. Sebelum Hassan kembali ke Persia, Assassins masih menjadi gerakan bawah tanah yang belum berani menampakkan diri di atas permukaan. Dan ketika Hassan telah kembali, maka Assassins baru menampakkan diri sebagai satu gerakan dalam Sekte Syiah Ismailiyah yang beda dengan sekte-sekte lainnya.
Asassins Aliran Sesat Ciptaan Yahudi
Assassins sebenarnya bukan hanya beda di permukaan, tapi memiliki perbedaan secara substansial dan doktrinal. Secara akidah sebenarnya Assassins tidak lagi bisa dipandang sebagai bagian dari kaum Muslimin karena mereka tidak mewajibkan sholat, zakat, dan puasa, sesuatu yang sangat esensial di dalam Islam.
Sekembalinya Hassan ke Persia, gerakan Assassins mulai memperluas pengaruhnya ke seluruh penjuru Persia dengan merebut wilayah-wilayah strategis. Wilayah Iran Utara sampai pesisir Laut Kaspia, yang sejak zaman Romawi banyak berdiri kota-kota benteng menjadi sasaran utama. Beberapa kota benteng yang kokoh berdiri di antaranya Alamut, Girdkuh, dan Lamiasar berhasil dikuasai.
Benteng Alamut merupakan benteng terkuat karena berdiri di atas puncak pegunungan di mana hanya ada satu jalan untuk keluar dan masuk, itu pun sangat sulit dan terjal. Di dalam benteng yang merupakan peninggalan dari Kaisar Romawi Trajanus (98-117M) terdapat ruangan-ruangan yang membingungkan dan sebuah taman rahasia di tengahnya, di mana tidak setiap orang bisa mengaksesnya. Oleh Hassan al-Sabbah, Benteng Alamut digunakan sebagai markas besar kelompok tersebut.
Dari Alamut inilah kelompok Assassins menyebarkan terror ke seluruh lapisan kerajaan, baik dari pihak Syiah maupun lawannya Sunni-Abasiyah dan Seljuk. Masa-masa itu dikenal sebagai masa The Great Terror. Kekuatan Assassins ini demikian melegenda hingga menjadi pembicaraan kaum Salib Eropa.
Ditumpas Shalahuddin al-Ayyubi

Shalahuddin Al-Ayyubi
Selain Tentara Salib dengan Ksatria Templar dan Hospitaller-nya, pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi juga harus menghadapi kelompok Assassins. Shalahuddin tidak bisa melupakan bagaimana Assassins pernah mengancam dirinya dengan menaruh kue beracun di atas dadanya saat dia tengah tertidur.Sebab itu, setelah membebaskan Yerusalem dengan mengalahkan Tentara Salib di tahun 1187, Shalahuddin tidak berhenti. Panglima pasukan Islam itu terus menyusuri ke utara, membebaskan daerah-daerah lainnya hingga mengejar kaum Assassins ke Benteng Alamut.
Pasca serangan yang dilakukan pasukannya Shalahuddin, kemudian pasukannya Mongol, kelompok Assassins menyebar ke berbagai wilayah, utamanya Lebanon, Persia, dan Suriah. Bertahun-tahun kemudian, kelompok ini tidak lagi terdengar dan istilah “Asassins” telah mengalami perubahan makna menjadi “Pembunuh Bayaran”. Dalam budaya pop, istilah ini diangkat ke dalam novel-novel dan layar perak.
Dalam kancah konflik di dunia Arab, anak-keturunan kelompok ini dikenal sebagai kaum Druze, suatu kelompok pro-komunis di Lebanon dan Suriah. Namun beberapa kelompok kecil masih bertahan hingga kini di sekitar wilayah tersebut.
Catatan Yang Hilang
Sampai hari ini, sejarawan masih bersilang pendapat soal hubungan antara Sekte Assassins dengan Ksatria Templar (dan Ordo Sion tentunya). Carolle Hillebrand dalam karyanya yang mendapat penghargaan dari King Faisal termasuk yang percaya bahwa di bawah permukaan, di masa sebelum dan sesudah Perang Salib, antara kedua kelompok ini sebenarnya terdapat kerjasama yang unik.
Keduanya memiliki kemiripan di dalam memahami kitab suci agamanya masing-masing. Baik Templar maupun Assassins dituduh telah melakukan heresy atau bid’ah, karena keduanya memahami kitab sucinya lebih dari sekadar apa yang tertulis dan meyakini ada pesan-pesan tidak tertulis di dalam teks-teksnya. Kalangan sejarawan menyebut mereka berdua sebagai kelompok esoteris. Sebab itu, ritual-ritual keagamaan keduanya pun mirip.
Konon, Hashyashyin ini merupakan “guru” dari Knights Templar yang dibentuk oleh Ordo Sion di tahun 1118 Masehi. Keduanya — Hashyashyin maupun Templar-memiliki banyak kemiripan. Mulai dari struktur organisasi, pembangkangan terhadap agama (bid’ah) dan bahkan dianggap agnostik (tidak meyakini agama apapun kecuali doktrin pemimpinnya), kepandaiannya dalam berperang, membunuh, serta keterampilan dalam hal pengunaan racun, serta adanya ritual-ritual khusus yang penuh dengan warna mistis-paganistik.
Bahkan banyak penulis sejarawan modern menganggap Sekte Syiah Qaramithah—asal muasal gerakan Assassins — sebagai kelompok Bolsyewisme-Islam atau cenderung komunistis. Pendiri sekte ini bernama Hamdan al-Qarmath, seorang Irak yang gemar pada ilmu-ilmu perbintangan dan kebatinan, mirip dengan pengikut Kabbalah (Hitti, History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present, 2002).Templar sendiri sesungguhnya pengikut Kabbalah, walau mereka mengaku sebagai pemeluk Kristen pada awalnya.
Penaklukkan Jurusalem Oleh Dinasti Fatimiyah.
Sebab itu, banyak sejarawan Barat yang menuding di antara kedua sekte khusus pencabut nyawa ini sesungguhnya terjalin satu kerjasama dalam bentuk yang tersembunyi. Salah satu yang memunculkan dugaan ini adalah Prof. Carole Hillenbrand, Guru Besar Studi Islam dan Bahasa Arab University Edinburgh, Skotlandia. Skotlandia sendiri dikenal sebagai wilayah basis dari Freemasonry yang lahir di darah ini selepas penumpasan Templar oleh Raja Perancis, King Philipe le Bel, yang dibantu Paus Clement V di tahun 1307 M.
Profesor Hillenbrand dalam bukunya “The Crusade, Islamic Perspective” (1999) menulis bahwa setahun sebelum pasukan salib gelombang pertama yang dikomandani Godfroi de Bouillon tiba di pintu Yerusalem di tahun 1099 dan merebutnya, Yerusalem diserang oleh pasukan dari Dinasti Fathimiyah-Syiah yang berpusat di Mesir dan merebutnya dari tangan kekuasaan Dinasti Abbasiyyah yang beraliran Sunni. Jadi, ketika pasukannya Godfroi tiba di pintu kota Yerusalem, kota suci itu sebenarnya telah berada di bawah kekuasaan Bani Fathimiyah.
Atas kejadian ini, Hillebrand mempertanyakan tidak adanya catatan khusus dari para sejarawan Muslim. “Serangan tiba-tiba yang dilakukan al-Afdhal (Wazir dari Dinasti Fathimiyah Mesir) ke Yerusalem, dengan waktu yang amat tepat, memerlukan penjelasan yang belum diberikan para sarjana Islam. Mengapa al-Afdhal melakukan serangan ini? Apakah karena ia telah tahu lebih dulu soal rencana para Tentara Salib? Bila demikian, apakah ia merebut Yerusalem untuk kepentingan Tentara Salib, yang sebelumnya telah menjalin aliansi dengannya?” tulis Hillebrand.
Salah satu hipotesis yang dikemukakan peraih The King Faisal International Prize for Islamic Studies ini adalah, bahwa pasukannya al-Afdhal telah dikhianati oleh Godfroi de Bouillon, karena sesungguhnya Kaisar Byzantium—Kristen Timur yang bertentangan secara ideologi dengan Kristen Barat yang mengirimkan Tentara Salib—telah memberitahu al-Afdhal bahwa pasukan Salib Kristen Barat akan segera tiba di Yerusalem. Pemberitahuan ini diberikan Kaisar Byzantium tidak lama berselang setelah Konsili Clermont usai.
Bisa jadi, demikian Hillebrand, al-Afdhal menginvasi Yerusalem agar Godfroi menahan pasukannya dan bisa berbagi kekuasaan, karena al-Afdhal mengira Tentara Salib atau ‘Bangsa Frank’ menurut Hillenbrand bisa dijadikan sekutu yang baik menghadapi Muslim Sunni.
Namun yang terjadi tidak demikian. “Tentara Salib hendak menguasai Yerusalem untuk dirinya sendiri, ” tulisnya. Lantas di mana peranan Assassins dalam hal ini?
Peran Tersembunyi Assassins
Menjelang Perang Salib pertama, dunia Barat dan Timur masing-masing mengalami perpecahan (schisma) yang hebat. Dunia Barat setidaknya menjadi dua kekuatan besar: Kristen Timur yang berpusat di Byzantium dan Kristen Barat yang berpusat di Roma. Secara diam-diam, Sekte Gereja Yohanit yang sesungguhnya agnostik-paganistik menyusup ke Vatikan dan menyusun kekuatannya.
Di sisi lain Dunia Islam juga terbagi menjadi dua kekuatan besar yang juga saling memusuhi yakniKekhalifahan Abbasiyah yang sunni dan Kekhalifahan Fathimiyah yang syiah yang berpusat di Mesir.
Carole Hillenbrand menulis, “Dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, sejak 1092 M, terjadi rentetan pembersihan semua pemimpin politik terkemuka Dunia Islam dari Mesir hingga ke timur. Tahun 1092, seorang menteri terkemuka Dinasti Seljuk sunni bernama Nizam al-Mulk terbunuh (belakangan diketahui Assassins-lah yang melakukan itu). ”
Tahun 1092 M Dijuluki Tahun Kematian
Tiga bulan kemudian, Sultan Maliksyah, sultan ketiga Seljuk yang telah berkuasa dengan gemilang selama duapuluh tahun juga meninggal dengan sebab-sebab yang mencurigakan. Kuat dugaan ia juga telah diracun Assassins. Tak lama kemudian, permaisuri dan cucu-cucunya pun meninggal dengan cara yang tak lazim. Para sejarawan Islam memandang tahun 1092 M sebagai “Tahun Kematian”.
Apalagi dengan peristiwa meninggalnya Khalifah Fathimiyah Syiah di Mesir, al-Muntanshir, musuh besar Seljuk, yang juga terjadi pada tahun itu. Dua tahun kemudian, 1094, Khalifah Abbasiyah alMuqtadhi juga meninggal.
Rentetan perubahan yang berjalan amat cepat ini oleh Hillenbrand disamakan dengan terjadinya Perestroika di Uni Soviet yang mengakibatkan kehancuran dan perpecahan. Berbagai sekte dan negara kecil-kecil memisahkan diri dan menjadi kekuatannya masing-masing. Dunia Islam menjelang Konsili Clermont di tahun 1096 sudah berubah menjadi dunia yang penuh kekacauan dan anarki.
Asassin Bertugas Menciptakan Perpecahan Di Kalangan Islam
Hillenbrand mengajukan pertanyaan: “Momentum ini bagi pasukan Salib sungguh menguntungkan. Apakah saat itu pasukan Salib telah diberitahu bahwa saat itu merupakan momentum yang sangat bagus untuk menyerang Yerusalem?”
Jika di balik, pertanyaan Hillenbrand sebenarnya bisa lebih menukik, seperti: “Adakah kekacauan di Dunia Islam ini telah diatur? Assassins bertugas menimbulkan perpecahan di kalangan Islam dengan melakukan serangkaian pembunuhan di berbagai dinasti Islam yang kuat, dan di lain sisi Ordo Yohanit (Peter The Hermit dan Godfroi de Bouillon sebagai dua tokohnya) di saat yang sama menyusup ke Vatikan dan memprovokasi Paus agar mengobarkan Perang Salib untuk merebut Yerusalem.
Apalagi sejarah mencatat bahwa hanya setahun sebelum pasukan Salib tiba di depan gerbang Yerusalem, kota suci itu telah jatuh ke tangan Dinasti Fathimiyah. Adakah ini merupakan persekongkolan antara Assassins dengan Ordo Yohanit di mana keduanya memang diketahui cenderung kepada ilmu-ilmu ramalan, perbintangan, sihir, dan sebagainya yang menjurus pada ajaran Kabbalah.
Dengan kata lain, adalah semua kejadian besar itu merupakan hasil konspirasi yang dilakukan Ordo Kabbalah dengan pembagian kerja: Assassins bekerja di Dunia Islam, sedangkan Yohanit (Ordo Sion dan kemudian Templar) bekerja di Dunia Kristen?
Bukan rahasia umum lagi bila Assassins dan Templar di kemudian hari benar-benar melakukan kerjasama. Templar sering mengorder Assassins untuk membunuh musuh-musuh politiknya. Salah satu korban dari Assassins adalah Richard The Lion Heart. Salahuddin al-Ayyubi sendiri pernah menerima terror dari Assassins.
Target Asassins : Richard The Lion Heart dan Salahuddin Al-Ayyubi
Suatu pagi, Salahuddin terbangun dari tidur di dalam tendanya dan menemukan sepotong kue yang telah diracun di atas dadanya dengan tulisan, “Anda berada dalam kekuasaan kami. ” Sejak itu Salahudin makin yakin bahwa dia tidak bisa meremehkan Assassins. Dan hal ini terbukti kemudian, setelah membebaskan Yerusalem, Salahudin terus melakukan pembebasan hingga ke Benteng Alamut, markas besar Assassins di Persia, sebelum akhirnya ke Mesir untuk melakukan pembersihan terhadap sekte Syiah.
Sebutan Hashyashyin atau dalam lidah orang Barat “Assassins” berasal dari catatan Marcopolo. Pelaut ternama dari Venesia ini pada tahun 1271-1272 melintasi daerah Alamut, sebuah benteng besar di atas karang yang sangat kuat dan memiliki taman yang sangat indah di dalamnya, di wilayah Persia.
Dalam catatannya tentang Benteng Alamut dan aktivitas sekte Syiah pimpinan Hasan al-Sabbah, yang diistilahkan oleh Marcopolo sebagai kaum Assassins, pelaut Italia ini menulis:
“…Beberapa pemuda yang berumur duabelas hingga duapuluh tahun yang memiliki semangat tarung yang tinggi, dibawa masuk ke dalam taman yang berada di tengah-tengah benteng. Mereka dibawa masuk bergiliran, sekitar empat, enam, atau sepuluh pemuda. Sebelumnya, mereka disuguhi minuman keras dan candu yang membuat mereka mabuk berat atu tertidur pulas. Baru setelah itu mereka diangkat dan dipindahkan ke dalam taman.
Ketika bangun, para pemuda itu mendaati dirinya berada di tengah taman yang sangat indah. Mereka dikelilingi para gadis-gadis perawan yang mengenakan pakaian sungguh menggoda. Para gadis itu menghibur, merayu, dan melayani keinginan para pemuda tersebut. Mereka sungguh-sungguh dimanjakan.
Para pemuda itu menyangka mereka sedang berada di surga. Sehingga ketika Hasan al-Sabbahsebagai pimpinan tertinggi Hashyashyin memberi tugas atau perintah kepada mereka maka mereka akan dengan senang hati akan melaksanakannya.
“Surga” yang sangat indah telah menantikan para pemuda tersebut jika tugasnya selesai. “Saat kau kembali, bidadari-bidadariku akan membawamu ke surga. Dan jika pun kau mati, kau pun akan pergi juga ke surga, ” ujarnya. Penggunaan candu atau Hashyishy inilah yang oleh Marcopolo, kelompok ini disebut kaum Hashyashyin.
Old Man of the Mountain
Freya Stark, seorang wartawati Inggris berdarah campuran Perancis-Italia, ketika menjabat sebagai Staf Redaksi Bagdad Times di Bagdad, Irak, banyak melakukan perjalanan jurnalistiknya. Perempuan yang menguasai bahasa Arab dan Parsi ini atas izin Shah Iran di tahun 1930-1931 mengunjungi sisa-sisa Benteng Alamut di Persia. Stark merupakan perempuan asing pertama yang menjejakkan kakinya di wilayah bekas pusat kekuasaan kaum Assassins ini.
Stark membuat peta baru yang terperinci atas wilayah tersebut dan catatan perjalanannya menjadi sebuah buku yang sangat menarik berjudul “The Valley of the Assassins”. Dalam bukunya, Stark menulis tentang latar belakang dan perkembangan kelompok Assassins. Stark berpedoman kepada literatur-literatur tertua dalam Dunia Islam.“Assassins itu sebuah sekte Parsi. Cabang dari aliran Syiah Ismailiyah, yang memuliakan Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi Muhammad, beserta Imam-Imam turunan dari garis Ali, ” demikian Stark (hal. 159).
Asassins dan Komunisme
Aliran Ismailiyah memisahkan diri dari aliran-aliran lainnya sepeninggal Imam ke-7, Imam Jafar al-Shadiq. Walau mengaku sebagai Syiah dan pengikut Ali, namun berlainan dengan aliran lainnya, maka Assassins tidak mewajibkan shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Pandangan ‘keagamaan’ Assassins juga unik karena lebih condong kepada Komune (pada abad ke-20 dikenal sebagai paham Komunisme)—penyamarataan sosial. Bahkan di dalam beberapa ritual religinya, Assassins juga melakukan ritus-ritus yang kerap ditemukan pada pengikut paganisme-Kabalis. Seperti halnya ritus di dalam Taman Alamut yang nyaris serupa dengan ritus pesta seks Caligula atau Nero di zaman Romawi.
Tulisan Stark yang dikutip oleh Joesoef Sou’yb dalam ‘Sejarah Daulat Abasiah’ Jilid III (Bulan Bintang, 1978) menyatakan, “Kelompok Assassins dipimpin oleh sebuah keluarga Persia yang kaya raya namun gila perang. Mereka itu menyerahkan hidupnya untuk merongrong dan menghancurkan secara berangsur-angsur terhadap segala jenis keimanan Islam dengan suatu sistem pentahbisan (inisiasi) secara halus dan pelan-pelan, melalui beberapa tahap (marhalah), menusukkan kesangsian-kesangsian terhadap agama Islam, hingga kemudian si anggota menjadi seseorang yang mendewa-dewakan pemikiran bebas dan bersikap bebas pula (liberal). ” (hal. 61)
Paparan Stark di atas merupakan alat utama pengrusakkan agama-agama samawi yang dilakukan oleh kaum Kabbalis. Seperti yang telah diulas dalam banyak sekali literatur, ketiga agama samawi yang dirusak oleh kaum Kabbalah ini adalah Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Ke dalam agama Yahudi yang sesungguhnya memiliki Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a. S., kaum Kabbalah ini menyisipkan ayat-ayat palsu sehingga Taurat menjadi rancu dan berantakan. Lantas kaum Kabbalah ini membuat satu kitab yang dikatakan sebagai ‘titah Tuhan kepada Nabi Musa yang tidak tercatat’ (seperti halnya Hadits Qudsi di dalam agama Islam, hanya saja Hadist Qudsi merupakan sesuatu yang benar berasal dari Allah SWT), yang disebutnya sebagai Kitab Talmud. Kitab Talmud ini pun akhirnya menjadi ‘lebih suci dan tinggi’ ketimbang Taurat, sehingga kaum Yahudi ini menjadi kaum yang dimurkai Allah SWT.
Ke dalam agama Nasrani, kaum Kabbalah memasukkan seorang Yahudi Talmudian bernama Paulus dari Tarsus. Paulus ini yang tidak pernah bertemu dengan Yesus karena zaman kehidupannya jauh berbeda, membuat Kitab Perjanjian Baru, yang disebutkan sebagai penggenapan Bibel Perjanjian Lama (Taurat). Ke dalam Perjanjian Lama pun-seperti halnya Taurat Musa—disisipkan ayat-ayat palsu sehingga mustahil untuk kita menemukan mana yang asli dan mana yang tidak.
Lalu ke dalam agama Islam, kaum Kabbalah ini memasukkan seorang Yahudi juga yang berpura-pura sebagai orang Islam bernama Abdullah bin Saba. Abdullah bin Saba inilah yang memecah umat Islam ke dalam dua kutub besar yakni Sunni dan Syiah, sesuatu yang tidak ada saat Rasulullah SAW masih hidup.
Sesuatu yang bukan kebetulan, ujar Stark, bahwa keluarga Persia tersebut memusatkan aktivitasnya di Mesir atas nama Dinasti Fathimiyah. Mesir sejak zaman purba merupakan salah satu pusat berkembangnya ajaran Kabbalah.
Salah satu tonggak Kabbalah di Mesir Kuno adalah di masa kekuasaan para Firaun, yang berkuasa ditopang oleh “Dua Kaki” yakni Militer dan Penyihir. Di masa Nabi Musa as., para penyihir ini sebagian ada yang meninggalkan ajaran Kabbalah dan kembali ke Islam. Namun Dewan Penyihir Tertinggi (Majelis Ordo Kabbalah) tetap memusuhi Nabi Musa a. S dan menyusupkan seorang anggotanya ke dalam umatnya Nabi Musa untuk memalingkan kaumnya dari ketauhidan. Al-Qur’an mencatat orang yang disusupkan itu bernama Samiri.
Di Mesir, cikal bakal Assassins ini menyusup ke semua lini dan menguasai posisi-posisi penting. Salah seorang dai Ismailiyah yang berasal dari kota Rayy di Persia bernama Hassan al-Sabbah muncul sebagai tokoh di Mesir. Hassan al-Sabbah inilah yang kemudian mendirikan sekte Assassins dan memegang jabatan sebagai Pemimpin Agung yang pertama dari kelompok tersebut (The First Grandmaster of the Assassins).
Kharisma dan kebrutalan Hassan al-Sabbah menjadikannya dai yang amat disegani. Ia kemudian menciptakan ideologi bagi kelompoknya sendiri, melaksanakan pelatihan-pelatihan militerisme dan intelijen secara sembunyi-sembunyi, dan sebagainya.
“Ia menciptakan suatu penemuannya sendiri, membawa ide baru ke dalam dunia politik pada masanya itu. Prinsip pembunuhan yang cuma karena haus darah telah dikembangkannya menjadi satu alat politik berasaskan sumpah, ” tulis Sou’yb. Dan tentu saja, proyek-proyek pembunuhan diam-diam terhadap lawan-lawan politik pihak yang memesannya telah menjadi ladang usaha yang sangat menguntungkan. Assassins pun menangguk keuntungan material yang sangat besar dari usahanya.
The Secret Garden of Assasins
The Secret Garden atau Taman Rahasia yang terletak di tengah Benteng Alamut di Persia, merupakan tempat inisiasi para anggota baru yang kisahnya telah dipaparkan di atas. Ritual yang dilakukan Assassins di Taman Rahasia tersebut mirip dengan yang dilakukan para Templar di Rosslyn Chapel atau di kuil-kuil mereka, yakni berakhir dengan pesta seks yang disebutnya sebagai penyatuan suci menuju Tuhan.
Reruntuhan Benteng Alamut, Markas Pembentukan Asassins
Hassan al-Sabbah merupakan pendiri sekaligus Grandmaster Assassins. Hasan berasal dari daratan Persia. Ferdinand Tottle dalam bukunya berjudul Munjid fil Adabi (1956) menulis bahwa Hassan dikirim oleh Ibnu Attash di tahun 1072 M ke Mesir untuk menemui Khalif al-Muntashir dari Daulah Fathimiyah yang beraliran Syiah.
Mesir kala itu dikuasai kelompok syiah, di mana Perguruan Tinggi Al-Azhar merupakan lembaga pendidikan ternama kaum Syiah. Hasan menuntut pendidikan di lembaga tersebut.
Sepuluh tahun kemudian, dalam usia ke-31, Hasan kembali ke Persia. Ketika Ibnu Attash wafat, Hassan menggantikan kedudukannya. Sebelum Hassan kembali ke Persia, Assassins masih menjadi gerakan bawah tanah yang belum berani menampakkan diri di atas permukaan. Dan ketika Hassan telah kembali, maka Assassins baru menampakkan diri sebagai satu gerakan dalam Sekte Syiah Ismailiyah yang beda dengan sekte-sekte lainnya.
Asassins Aliran Sesat Ciptaan Yahudi
Assassins sebenarnya bukan hanya beda di permukaan, tapi memiliki perbedaan secara substansial dan doktrinal. Secara akidah sebenarnya Assassins tidak lagi bisa dipandang sebagai bagian dari kaum Muslimin karena mereka tidak mewajibkan sholat, zakat, dan puasa, sesuatu yang sangat esensial di dalam Islam.
Sekembalinya Hassan ke Persia, gerakan Assassins mulai memperluas pengaruhnya ke seluruh penjuru Persia dengan merebut wilayah-wilayah strategis. Wilayah Iran Utara sampai pesisir Laut Kaspia, yang sejak zaman Romawi banyak berdiri kota-kota benteng menjadi sasaran utama. Beberapa kota benteng yang kokoh berdiri di antaranya Alamut, Girdkuh, dan Lamiasar berhasil dikuasai.
Benteng Alamut merupakan benteng terkuat karena berdiri di atas puncak pegunungan di mana hanya ada satu jalan untuk keluar dan masuk, itu pun sangat sulit dan terjal. Di dalam benteng yang merupakan peninggalan dari Kaisar Romawi Trajanus (98-117M) terdapat ruangan-ruangan yang membingungkan dan sebuah taman rahasia di tengahnya, di mana tidak setiap orang bisa mengaksesnya. Oleh Hassan al-Sabbah, Benteng Alamut digunakan sebagai markas besar kelompok tersebut.
Dari Alamut inilah kelompok Assassins menyebarkan terror ke seluruh lapisan kerajaan, baik dari pihak Syiah maupun lawannya Sunni-Abasiyah dan Seljuk. Masa-masa itu dikenal sebagai masa The Great Terror. Kekuatan Assassins ini demikian melegenda hingga menjadi pembicaraan kaum Salib Eropa.
Ditumpas Shalahuddin al-Ayyubi
Shalahuddin Al-Ayyubi
Selain Tentara Salib dengan Ksatria Templar dan Hospitaller-nya, pasukan Shalahuddin Al-Ayyubi juga harus menghadapi kelompok Assassins. Shalahuddin tidak bisa melupakan bagaimana Assassins pernah mengancam dirinya dengan menaruh kue beracun di atas dadanya saat dia tengah tertidur.Sebab itu, setelah membebaskan Yerusalem dengan mengalahkan Tentara Salib di tahun 1187, Shalahuddin tidak berhenti. Panglima pasukan Islam itu terus menyusuri ke utara, membebaskan daerah-daerah lainnya hingga mengejar kaum Assassins ke Benteng Alamut.
Pasca serangan yang dilakukan pasukannya Shalahuddin, kemudian pasukannya Mongol, kelompok Assassins menyebar ke berbagai wilayah, utamanya Lebanon, Persia, dan Suriah. Bertahun-tahun kemudian, kelompok ini tidak lagi terdengar dan istilah “Asassins” telah mengalami perubahan makna menjadi “Pembunuh Bayaran”. Dalam budaya pop, istilah ini diangkat ke dalam novel-novel dan layar perak.
Dalam kancah konflik di dunia Arab, anak-keturunan kelompok ini dikenal sebagai kaum Druze, suatu kelompok pro-komunis di Lebanon dan Suriah. Namun beberapa kelompok kecil masih bertahan hingga kini di sekitar wilayah tersebut.
Catatan Yang Hilang
Sampai hari ini, sejarawan masih bersilang pendapat soal hubungan antara Sekte Assassins dengan Ksatria Templar (dan Ordo Sion tentunya). Carolle Hillebrand dalam karyanya yang mendapat penghargaan dari King Faisal termasuk yang percaya bahwa di bawah permukaan, di masa sebelum dan sesudah Perang Salib, antara kedua kelompok ini sebenarnya terdapat kerjasama yang unik.
Keduanya memiliki kemiripan di dalam memahami kitab suci agamanya masing-masing. Baik Templar maupun Assassins dituduh telah melakukan heresy atau bid’ah, karena keduanya memahami kitab sucinya lebih dari sekadar apa yang tertulis dan meyakini ada pesan-pesan tidak tertulis di dalam teks-teksnya. Kalangan sejarawan menyebut mereka berdua sebagai kelompok esoteris. Sebab itu, ritual-ritual keagamaan keduanya pun mirip.
Kekasih Pilihan
Pada suatu kelas extention, seorang dosen mengadakan suatu permainan kecil kepada mahasiswanya yang
sudah berumah tangga.
“Mari Kita buat satu permainan, mohon satu orang bantu saya sebentar.”
Kemudian salah satu mahasiswa berjalan menuju Papan Tulis.
Dosen: ”Silahkan Tulis 10 nama yg paling dekat dengan anda pada papan Tulis !”
Dalam sekejap sudah dituliskan semuanya oleh mahasiswa tersebut. Ada nama tetangganya, nama orang tuanya, kekasihnya, anaknya dan lain-lain.
Dosen: ”Sekarang silahkan coret 2 nama yg menurut anda tidak penting !”
Mahasiswa itu lalu mencoret nama tetangganya.
Dosen: ”Silahkan Coret 2 lagi !”
Mahasiswa itu lalu mencoret nama teman-teman kantornya.
Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”
Mahasiswa Itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan seterus sampai tersisa 3 nama yaitu orang tuanya, istrinya, dan anaknya.
Suasana kelas hening. Mereka mengira semua sudah selesai dan tidak ada lagi yg harus dipilih.
Tiba tiba Dosen Berkata : ”Silahkan Coret 1 lagi !”
Mahasiswa itu perlahan mengambil pilihan yg amat sulit lalu dia mencoret nama orang tuanya secara perlahan.
Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”
Hatinya menjadi bingung. Kemudian mengangkat kapur dan lambat laun mencoret nama anaknya. Dalam sekejap waktu mahasiswa itupun menangis.
Setelah suasana tenang sang Dosen bertanya kepada Mahasiswa itu. “Orang terkasihmu bukan orang tuamu dan anakmu? Orang tua yang membesarkan Anda, anak anda adalah darah daging anda , sedang istri itu bisa di cari lagi. Tapi mengapa anda berbalik memilih istri anda sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan?”
Semua orang didalam kelas terpana dan menunggu apa jawaban dari Mahasiswa tersebut.
Lalu mahasiswa itu perlahan berkata, “Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan meninggalkan saya, sedang anak jika sudah dewasa setelah itu menikah pasti meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah istri saya.”
*****
Saudaraku…
Rugi dan binasalah suami-suami yang tidak menghargai isteri mereka.
Karena isteri inilah yang telah memberikan segalanya.
Dia telah memberikan kita anak, mengurus rumah, keuangan.
Menyiapkan makanan, baju dan menjadi penghibur kita .
Dan dia akan tetap setia menemani dan mengurus kita sampai ajal menjemput, walaupun yang lain telah pergi dengan urusannya.
Biarpun tak secantik bintang, tetapi dia adalah isterimu.
Dan dialah yang halal untukmu.
Sayangi dan syukuri…..
Firman Allah :
“Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Kemudian apabila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisaa:19)
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Janganlah seorang mukmin membenci mukminah, jika ia tidak suka salah satu akhlaq (istri)nya, ia menyukai daripadanya akhlaq yang lain” –atau beliau bersabda ; “sesuatu yang lainnya”. (HR.Muslim)
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Berwasiatlah kepada wanita dengan baik, sebab wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok pada tulang rusuk adalah bagian atasnya. Maka apabila kamu langsung meluruskannya maka kamu telah mematahkannya. Dan apabila kamu membiarkannya, maka dia akan bengkok selamanya, maka berpesan-pesanlah kepada wanita”. (HR.Bukhari-Muslim)
”Wanita itu bagaikan tulang rusuk, jika kamu meluruskannya (secara paksa) maka kamu mematahkannya, dan jika kamu mencari kepuasan daripadanya maka kamu akan mendapatkannya, dan padanya tetap ada yang bengkok”. (HR.Bukhari-Muslim)
Dari Mu’awiyah Ibn Haidah ra, dia berkata :”Saya bertanya kepada Rasulullah : ”Wahai Rasulullah apa hak istri salah seorang kami atas suaminya ?”. Beliau menjawab :”Kamu memberinya makan kalau kamu makan, kamu memberinya pakaian kalau kamu berpakaian, jangan memukul wajah, jangan mencaci menjelek-jelekkan dan jangan berpisah ranjang dengannya kecuali dalam satu rumah”. *) (HR.Abu Daud, hadits hasan)
Dari Abddullah Ibn Umar Ibn Al-Ash ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : ”Dunia ini adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah”. (HR.Muslim)
sudah berumah tangga.
“Mari Kita buat satu permainan, mohon satu orang bantu saya sebentar.”
Kemudian salah satu mahasiswa berjalan menuju Papan Tulis.
Dosen: ”Silahkan Tulis 10 nama yg paling dekat dengan anda pada papan Tulis !”
Dalam sekejap sudah dituliskan semuanya oleh mahasiswa tersebut. Ada nama tetangganya, nama orang tuanya, kekasihnya, anaknya dan lain-lain.
Dosen: ”Sekarang silahkan coret 2 nama yg menurut anda tidak penting !”
Mahasiswa itu lalu mencoret nama tetangganya.
Dosen: ”Silahkan Coret 2 lagi !”
Mahasiswa itu lalu mencoret nama teman-teman kantornya.
Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”
Mahasiswa Itu mencoret lagi satu nama dari papan tulis dan seterus sampai tersisa 3 nama yaitu orang tuanya, istrinya, dan anaknya.
Suasana kelas hening. Mereka mengira semua sudah selesai dan tidak ada lagi yg harus dipilih.
Tiba tiba Dosen Berkata : ”Silahkan Coret 1 lagi !”
Mahasiswa itu perlahan mengambil pilihan yg amat sulit lalu dia mencoret nama orang tuanya secara perlahan.
Dosen: ”Silahkan Coret 1 lagi !”
Hatinya menjadi bingung. Kemudian mengangkat kapur dan lambat laun mencoret nama anaknya. Dalam sekejap waktu mahasiswa itupun menangis.
Setelah suasana tenang sang Dosen bertanya kepada Mahasiswa itu. “Orang terkasihmu bukan orang tuamu dan anakmu? Orang tua yang membesarkan Anda, anak anda adalah darah daging anda , sedang istri itu bisa di cari lagi. Tapi mengapa anda berbalik memilih istri anda sebagai orang yang paling sulit untuk dipisahkan?”
Semua orang didalam kelas terpana dan menunggu apa jawaban dari Mahasiswa tersebut.
Lalu mahasiswa itu perlahan berkata, “Sesuai waktu yang berlalu, orang tua akan pergi dan meninggalkan saya, sedang anak jika sudah dewasa setelah itu menikah pasti meninggalkan saya juga, yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah istri saya.”
*****
Saudaraku…
Rugi dan binasalah suami-suami yang tidak menghargai isteri mereka.
Karena isteri inilah yang telah memberikan segalanya.
Dia telah memberikan kita anak, mengurus rumah, keuangan.
Menyiapkan makanan, baju dan menjadi penghibur kita .
Dan dia akan tetap setia menemani dan mengurus kita sampai ajal menjemput, walaupun yang lain telah pergi dengan urusannya.
Biarpun tak secantik bintang, tetapi dia adalah isterimu.
Dan dialah yang halal untukmu.
Sayangi dan syukuri…..
Firman Allah :
“Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang patut. Kemudian apabila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikannya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisaa:19)
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Janganlah seorang mukmin membenci mukminah, jika ia tidak suka salah satu akhlaq (istri)nya, ia menyukai daripadanya akhlaq yang lain” –atau beliau bersabda ; “sesuatu yang lainnya”. (HR.Muslim)
Dari Abu Hurairah ra., dia berkata :”Rasulullah SAW bersabda :”Berwasiatlah kepada wanita dengan baik, sebab wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, dan yang paling bengkok pada tulang rusuk adalah bagian atasnya. Maka apabila kamu langsung meluruskannya maka kamu telah mematahkannya. Dan apabila kamu membiarkannya, maka dia akan bengkok selamanya, maka berpesan-pesanlah kepada wanita”. (HR.Bukhari-Muslim)
”Wanita itu bagaikan tulang rusuk, jika kamu meluruskannya (secara paksa) maka kamu mematahkannya, dan jika kamu mencari kepuasan daripadanya maka kamu akan mendapatkannya, dan padanya tetap ada yang bengkok”. (HR.Bukhari-Muslim)
Dari Mu’awiyah Ibn Haidah ra, dia berkata :”Saya bertanya kepada Rasulullah : ”Wahai Rasulullah apa hak istri salah seorang kami atas suaminya ?”. Beliau menjawab :”Kamu memberinya makan kalau kamu makan, kamu memberinya pakaian kalau kamu berpakaian, jangan memukul wajah, jangan mencaci menjelek-jelekkan dan jangan berpisah ranjang dengannya kecuali dalam satu rumah”. *) (HR.Abu Daud, hadits hasan)
Dari Abddullah Ibn Umar Ibn Al-Ash ra., bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : ”Dunia ini adalah kesenangan, dan sebaik-baik kesenangan dunia adalah wanita shalihah”. (HR.Muslim)
Air Mata Yang Membahagiakan
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya;
[1] seorang pemimpin yang adil,
[2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid,
[4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’,
[6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan
[7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).
Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”.
Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’
Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”.
Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?!
Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”
Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”
Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah!
Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74).
[1] seorang pemimpin yang adil,
[2] seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid,
[4] dua orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’,
[6] seorang yang bersedekah secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan
[7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang [berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang seribu dinar!”.
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab, “Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata, “Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763] dan Muslim [800]).
Dari Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”.
Maka ‘Asiyah pun terdiam lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan kemudian mengerjakan shalat.’
Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah [tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air mata]!”.
Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat (Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi hamba yang pandai bersyukur?!
Sesungguhnya tadi malam telah turun sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran : 190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu. Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak memperdulikanku lagi.”
Abu Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan yang amat dalam.
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”
Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah!
Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74).
Sang Penawar Kegalauan; Al Qur’an
SETIAP insan pasti menginginkan kesenangan, kesejahteraan, kenikmatan dan kenyamanan. Tidak ada siapapun yang mau hidupnya dipenuhi kesusahan, kesengsaraan dan dikelilingi masalah berpanjangan.
Kadangkala atas sebab tertentu seseorang itu mengalami bermacam masalah penyakit jiwa seperti tekanan perasaan, pusing, resah gelisah dan lebih parah lagi mungkin menyebabkan seseorang tidak dapat membuat pertimbangan dengan baik

Begitu juga apabila Allah mengaruniakan nikmat berupa kekayaan kepadanya, maka timbul sikap bakhil dalam dirinya untuk menolong orang yang memerlukan bantuan. Allah berfirman : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),” (Surah al-Ma’arij, ayat 19-25)
Tekanan perasaan juga berlaku disebabkan seseorang itu tidak mengingat Allah, kurang menghayati dan melaksanakan ajaran Islam. Mereka lebih mementingkan tuntutan hawa nafsu semata tanpa mempedulikan keperluan rohani. Mereka lebih suka hiburan dan melupakan amal salih yang mengantarkan kepada taqwa seperti sholat, Tilawah al-Quran, berzikir dan sebagainya.
Maka tidak mustahil insan seperti ini akan mudah mengalami penyakit jiwa atau tekanan perasaan. Allah berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Surah Thaha, ayat 124)
Amat menyedihkan pada masa ini ada sebagian umat Islam yang mengabaikan pendidikan al-Quran, tidak mengikut petunjuk dan bimbingan al-Quran dalam urusan kehidupan mereka, apalagi menggunakannya sebagai penawar untuk mengobati penyakit jiwa yang mereka alami. Ada antara kita coba menyelesaikan masalah dengan cara bertentangan syariat seperti berjudi, meminum khomr dan mengambil undian. Bahkan ada menjadikan orang lain sebagai tempat melepaskan geram seperti melakukan penyiksaan terhadap isteri atau anak, memukul atau membunuh orang dan berkemungkinan juga bertindak membunuh diri sendiri.
Semua itu dilakukan kerana mereka beranggapan dengan cara begitu permasalahan mereka dapat diatasi. Hakikatnya, perlakuan seperti itu hanya akan menambahkan lagi kekusutan jiwa atau tekanan perasaan.
Sesungguhnya, bagi yang ingin memperoleh suasana hidup aman damai, sejahtera, harmoni dan tenang jiwa, agama Islam menggariskan panduan yang sangat hebat untuk merawat penyakit jiwa atau tekanan perasaan, diantaranya:
Sentiasa berzikir (mengingat Allah). Allah berfirman: “…Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya; (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Surah al-Ra’d, ayat 27-28)
Melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Firman Allah: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (Surah al-Lail, ayat 5-10)
Menyucikan jiwa dengan menjauhi segala sifat madzmumah (sifat yang tercela) seperti hasad dengki, fitnah, takabur (menyombong diri), riya, dan terlalu cinta dunia. Allah berfirman: “sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Surah al-Syam, ayat 9-10)
Sesungguhnya kekuatan iman berperan sebagai benteng dalam mengarungi cobaan kehidupan di dunia ini. Oleh itu, dengan kembali kepada Al Islam dan mengamalkannya, jiwa manusia akan selamat dari kegelisahan dan kekacauan.
Dan Jangan sampai disebabkan terlalu sibuk mengejar kesenangan dan kemewahan dunia mengakibatkan kita lupa kepada ajaran Islam. Sesungguhnya Allah memberikan jaminan bahawa manusia yang ikhlas melaksanakan segala ajaran-Nya akan mempunyai hati dan jiwa yang tenteram.
Kadangkala atas sebab tertentu seseorang itu mengalami bermacam masalah penyakit jiwa seperti tekanan perasaan, pusing, resah gelisah dan lebih parah lagi mungkin menyebabkan seseorang tidak dapat membuat pertimbangan dengan baik
Sebenarnya apabila kita merujuk kepada al-Quran, memang dijelaskan sebab penyakit itu berlaku diantaranya seseorang itu tidak dapat menerima ujian Allah. Contoh, apabila seseorang itu diberikan ujian oleh Allah dengan berbentuk kesusahan, bala bencana seperti banjir, kemarau, kebakaran, kemiskinan, kematian atau penyakit, maka jiwanya akan mulai gelisah dan berkeluh kesah.
Begitu juga apabila Allah mengaruniakan nikmat berupa kekayaan kepadanya, maka timbul sikap bakhil dalam dirinya untuk menolong orang yang memerlukan bantuan. Allah berfirman : “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),” (Surah al-Ma’arij, ayat 19-25)
Tekanan perasaan juga berlaku disebabkan seseorang itu tidak mengingat Allah, kurang menghayati dan melaksanakan ajaran Islam. Mereka lebih mementingkan tuntutan hawa nafsu semata tanpa mempedulikan keperluan rohani. Mereka lebih suka hiburan dan melupakan amal salih yang mengantarkan kepada taqwa seperti sholat, Tilawah al-Quran, berzikir dan sebagainya.
Maka tidak mustahil insan seperti ini akan mudah mengalami penyakit jiwa atau tekanan perasaan. Allah berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Surah Thaha, ayat 124)
Amat menyedihkan pada masa ini ada sebagian umat Islam yang mengabaikan pendidikan al-Quran, tidak mengikut petunjuk dan bimbingan al-Quran dalam urusan kehidupan mereka, apalagi menggunakannya sebagai penawar untuk mengobati penyakit jiwa yang mereka alami. Ada antara kita coba menyelesaikan masalah dengan cara bertentangan syariat seperti berjudi, meminum khomr dan mengambil undian. Bahkan ada menjadikan orang lain sebagai tempat melepaskan geram seperti melakukan penyiksaan terhadap isteri atau anak, memukul atau membunuh orang dan berkemungkinan juga bertindak membunuh diri sendiri.
Semua itu dilakukan kerana mereka beranggapan dengan cara begitu permasalahan mereka dapat diatasi. Hakikatnya, perlakuan seperti itu hanya akan menambahkan lagi kekusutan jiwa atau tekanan perasaan.
Sesungguhnya, bagi yang ingin memperoleh suasana hidup aman damai, sejahtera, harmoni dan tenang jiwa, agama Islam menggariskan panduan yang sangat hebat untuk merawat penyakit jiwa atau tekanan perasaan, diantaranya:
Sentiasa berzikir (mengingat Allah). Allah berfirman: “…Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya; (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Surah al-Ra’d, ayat 27-28)
Melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Firman Allah: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa,dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (Surah al-Lail, ayat 5-10)
Menyucikan jiwa dengan menjauhi segala sifat madzmumah (sifat yang tercela) seperti hasad dengki, fitnah, takabur (menyombong diri), riya, dan terlalu cinta dunia. Allah berfirman: “sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Surah al-Syam, ayat 9-10)
Sesungguhnya kekuatan iman berperan sebagai benteng dalam mengarungi cobaan kehidupan di dunia ini. Oleh itu, dengan kembali kepada Al Islam dan mengamalkannya, jiwa manusia akan selamat dari kegelisahan dan kekacauan.
Dan Jangan sampai disebabkan terlalu sibuk mengejar kesenangan dan kemewahan dunia mengakibatkan kita lupa kepada ajaran Islam. Sesungguhnya Allah memberikan jaminan bahawa manusia yang ikhlas melaksanakan segala ajaran-Nya akan mempunyai hati dan jiwa yang tenteram.
Utamakan Penilaian Allah
Salah satu yang membuat kita jadi munafik adalah ketika berkumpul dengan orang-orang. Kita lebih sibuk mengatur kata dan sikap supaya terlihat baik dalam pandangan mereka. Padahal, yang paling penting adalah mengatur hati supaya diterima Allah (dirihai-Nya).
Penilaian orang terhadap kita sama sekali tidaklah penting. Yang penting penilaian Allah. Dipuji orang jika Allah tidak ridha, hanya rugi yang didapat. Sebaliknya, dicaci orang tapi Allah ridha, maka kita termasuk beruntung.
Ketika sedang sendiri, sadari bahwa Allah Maha Tahu isi hati. Sebelah kiri dan kanan ada malaikat yang siap mencatat segala amalan. Ketika berjalan, kita cenderung mengatur gerak supaya kelihatan bagus, kelihatan gagah di mata manusia. Seharusnya, kita sibuk bertanya pada hati kita. Ada ujub atau tidak, ada riya atau tidak. Bagus berjalan tegap, tapi kalau niatnya supaya terlihat gagah, tidak ada untungnya.
Jika kita berjumpa dengan orang, dan hendak berbicara, tanya terlebih dahulu hati kita.
Apakah bicaranya ini karena riya atau pamer? Apakah perlu kita bicara? Apakah pembicaraan ini sedang mengangkat diri atau menjatuhkan orang?
Misalnya sedang mengajar, periksa terlebih dahulu hati kita. Apa ingin dilihat sebagai guru yang pintar atau hebat. Kalau kita selalu berusaha mengawasi hati, maka akan terlahir ketulusan. Allah akan menggunakan lisan dan sikap kita menjadi bertenaga. Mungkin sederhana tapi ada tenaganya.
Kalau kita duduk dan ada orang disamping kita, jangan berbuat sopan hanya untuk dilihat dan dinilai baik. Berbuat sopanlah karena amalan tersebut memang disukai Allah. Kalau kita terus sibuk memeriksa hati, maka hati nurani akan bicara. Kalau bertanya ke hati, pasti hati menjawab.
Orang yang kenal Allah, akan lebih menikmati saat-saat kesendiriannya. Tidakada rekayasa sikap, ucapan, bahkan perasaan untuk dipuji orang. Allah Maha Dekat, Maha Melihat, dan Maha Tahu segala isi hati dan perbuatan kita. Tanyalah para kekasih Allah, pasti mereka senang menyendiri. Keluarnya untuk manfaat. Keluar dalam tugas atau pekerjaan. Bukan untuk menyenangkan dirinya. Wallahu’alam bishawab.
Penilaian orang terhadap kita sama sekali tidaklah penting. Yang penting penilaian Allah. Dipuji orang jika Allah tidak ridha, hanya rugi yang didapat. Sebaliknya, dicaci orang tapi Allah ridha, maka kita termasuk beruntung.
Ketika sedang sendiri, sadari bahwa Allah Maha Tahu isi hati. Sebelah kiri dan kanan ada malaikat yang siap mencatat segala amalan. Ketika berjalan, kita cenderung mengatur gerak supaya kelihatan bagus, kelihatan gagah di mata manusia. Seharusnya, kita sibuk bertanya pada hati kita. Ada ujub atau tidak, ada riya atau tidak. Bagus berjalan tegap, tapi kalau niatnya supaya terlihat gagah, tidak ada untungnya.
Jika kita berjumpa dengan orang, dan hendak berbicara, tanya terlebih dahulu hati kita.
Apakah bicaranya ini karena riya atau pamer? Apakah perlu kita bicara? Apakah pembicaraan ini sedang mengangkat diri atau menjatuhkan orang?
Misalnya sedang mengajar, periksa terlebih dahulu hati kita. Apa ingin dilihat sebagai guru yang pintar atau hebat. Kalau kita selalu berusaha mengawasi hati, maka akan terlahir ketulusan. Allah akan menggunakan lisan dan sikap kita menjadi bertenaga. Mungkin sederhana tapi ada tenaganya.
Kalau kita duduk dan ada orang disamping kita, jangan berbuat sopan hanya untuk dilihat dan dinilai baik. Berbuat sopanlah karena amalan tersebut memang disukai Allah. Kalau kita terus sibuk memeriksa hati, maka hati nurani akan bicara. Kalau bertanya ke hati, pasti hati menjawab.
Orang yang kenal Allah, akan lebih menikmati saat-saat kesendiriannya. Tidakada rekayasa sikap, ucapan, bahkan perasaan untuk dipuji orang. Allah Maha Dekat, Maha Melihat, dan Maha Tahu segala isi hati dan perbuatan kita. Tanyalah para kekasih Allah, pasti mereka senang menyendiri. Keluarnya untuk manfaat. Keluar dalam tugas atau pekerjaan. Bukan untuk menyenangkan dirinya. Wallahu’alam bishawab.
Rusaknya Agama Karena Tamak
Dari putra Ka’b bin Malik dari ayahnya, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الرَّجُلِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan dalam sekawanan kambing lebih merusak terhadapnya daripada merusaknya ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan terhadap agamanya.” (Shahih, HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban. Lihat Shahih At-Targhib Wat Tarhib no. 1710)

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahu berkata:
“Ini sebuah perumpamaan yang agung sekali. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan sebagai perumpamaan rusaknya agama seorang muslim karena ambisinya terhadap harta dan kedudukan di dunia. Juga bahwa rusaknya agama karena hal tersebut tidak lebih ringan dari hancurnya sekawanan kambing karena serangan dua ekor serigala pemangsa yang lapar di malam hari saat penggembala tidak menjaganya. Kedua serigala itu memangsa kambing tersebut dan memakannya.
Seperti diketahui, tidak akan ada yang selamat dari sergapan serigala tersebut dalam kondisi seperti ini kecuali sedikit. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberitakan bahwa ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan merusak agamanya di mana ini tidak lebih ringan dari perusakan serigala tersebut terhadap sekawanan kambing itu, bahkan mungkin sama atau lebih parah.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mengisyaratkan bahwa agama seorang muslim tidak akan selamat bila dia berambisi terhadap harta dan kedudukan di dunia ini kecuali sedikit (dari agamanya), sebagaimana kambing-kambing tersebut tidak selamat dari sergapan serigala melainkan sedikit. Dengan demikian, perumpamaan ini mengandung peringatan keras dari kejahatan ambisi terhadap harta dan kedudukan di dunia.
>> Ambisi terhadap harta ada dua macam:
*Pertama
sangat cinta harta dan sangat berupaya mencarinya dari jalan-jalannya yang mubah serta berlebihan dalam mencarinya. Sangat serius dalam memperolehnya dari berbagai jalannya dengan getol dan bersusah payah.
Terdapat dalam sebagian riwayat bahwa sebab munculnya hadits ini adalah jatuhnya sebagian orang ke dalam jenis ini
Bila dalam ambisi harta benda tidak ada efek kecuali sekadar menyia-nyiakan umur yang mulia yang (membuatnya) tidak berharga –padahal semestinya dapat ia gunakan untuk memperoleh derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal.
Namun dia sia-siakan dengan ambisinya dalam mencari rezeki, yang (sebenarnya) telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jamin dan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi-bagi. Padahal seseorang tidak mendapatkannya melainkan sesuai dengan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya, lantas ia sendiri tidak memanfaatkannya bahkan meninggalkannya untuk orang lain, berpisah dengannya, tinggal perhitungannya ia tanggung sedang manfaatnya untuk orang lain– cukuplah ini sebagai cela bagi seorang yang ambisius. Seorang yang berambisi menyia-nyiakan waktunya yang mulia dan berspekulasi dengan dirinya.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Yakin adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan mengakibatkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan engkau tidak iri kepada seorang pun karena rezeki yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, engkau tidak mencela seorang pun atas apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala belum berikan kepadamu.
Karena sesungguhnya rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak dapat digiring oleh ambisi seseorang. Tidak pula dapat ditolak oleh kebencian seseorang. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala–dengan keadilan-Nya– menjadikan ketenangan dan kebahagiaannya pada keyakinan dan keridhaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikan kegundahan dan kesedihannya pada keraguan dan kemarahan…
*Kedua,
ambisi terhadap harta lebih dari apa yang disebutkan pada macam yang pertama. Sehingga dia mencari harta dari jalan-jalan yang haram dan tidak menunaikan hak yang wajib.
Ini termasuk syuh (ambisi) yang tercela.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan siapa yang dipelihara dari syuh (kekikiran) dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)
Dalam Sunan Abu Dawud dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا
“Berhati-hatilah kalian dari syuh (ambisi), karena hal itu menghancurkan orang yang sebelum kalian. Memerintahkan mereka untuk memutus hubungan silaturrahmi, maka mereka memutusnya. Memerintahkan mereka untuk tidak berinfak, mereka pun tidak berinfak. Memerintahkan mereka untuk berbuat jahat, mereka pun berbuat jahat.”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“Berhati-hatilah kalian dari syuh, karena hal itu telah membuat binasa orang-orang sebelum kalian, membuat mereka menumpahkan darah, dan menghalalkan sesuatu yang diharamkan atas mereka.”
Sekelompok ulama mengatakan:
“Syuh berarti ambisi besar yang membuat penyandangnya mengambil sesuatu yang tidak halal dan tidak mau menunaikan hak yang wajib. Hakikatnya adalah jiwanya sangat merindukan apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia dilarang darinya, serta seseorang tidak merasa puas dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan berupa harta, kebutuhan nikahnya, ataupun selainnya.”
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah halalkan untuk kita hal-hal yang baik dari makanan, minuman, atau pakaian, serta kebutuhan nikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan memanfaatkan itu semua tanpa melalui jalurnya yang halal.
Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan untuk memerangi orang-orang kafir yang memerangi serta menghalalkan harta mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengharamkan hal-hal yang jelek selain itu dari makanan, minuman, pakaian, dan kebutuhan nikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga haramkan atas kita untuk menumpahkan darah tanpa alasan yang benar.
Barangsiapa membatasi diri pada apa yang dihalalkan maka dia adalah seorang mukmin. Sedangkan barangsiapa yang melampaui (batas) kepada yang dilarang maka ini yang disebut syuh yang tercela, dan ini bertentangan dengan iman. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa syuh itu memerintahkan kepada pemutusan hubungan silaturrahmi, kejahatan, dan kebakhilan.
Kebakhilan itu sendiri bermakna seseorang menahan apa yang ada di tangannya (tidak mau menginfakkannya). Adapun syuh bermakna mengambil sesuatu yang bukan miliknya dengan cara yang zalim dan permusuhan, baik itu harta atau yang lainnya. Sampai-sampai disebut bahwa syuh itu merupakan pokok segala maksiat.
Dengan makna inilah, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan ulama salaf yang lainnya menafsirkan kata syuh dan kebakhilan. Dari sinilah kita mengetahui makna hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak akan berkumpul antara syuh dan iman dalam qalbu seorang mukmin.”
Juga hadits yang lain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sebaik-baik iman adalah kesabaran dan samahah.”
Kesabaran tersebut ditafsirkan dengan sabar menahan diri dari hal-hal yang diharamkan. Sedangkan samahah di sini ditafsirkan dengan menunaikan kewajiban.
Terkadang kata syuh juga berarti kebakhilan atau sebaliknya. Akan tetapi pada asalnya adalah berbeda antara keduanya sesuai dengan yang kami sebutkan. Ketika ambisi kepada harta itu sampai kepada derajat semacam ini, maka dengan ini agama seseorang akan dengan nyata terkurangi. Karena ia tidak melaksanakan kewajiban dan melakukan yang haram, yang menyebabkan menurunnya agama seseorang tanpa diragukan sehingga tidak tersisa lagi kecuali sedikit. (Syarh Hadits Ma Dzi’bani Ja’i’ani)
مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الرَّجُلِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
“Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan dalam sekawanan kambing lebih merusak terhadapnya daripada merusaknya ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan terhadap agamanya.” (Shahih, HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Hibban. Lihat Shahih At-Targhib Wat Tarhib no. 1710)
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullahu berkata:
“Ini sebuah perumpamaan yang agung sekali. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan sebagai perumpamaan rusaknya agama seorang muslim karena ambisinya terhadap harta dan kedudukan di dunia. Juga bahwa rusaknya agama karena hal tersebut tidak lebih ringan dari hancurnya sekawanan kambing karena serangan dua ekor serigala pemangsa yang lapar di malam hari saat penggembala tidak menjaganya. Kedua serigala itu memangsa kambing tersebut dan memakannya.
Seperti diketahui, tidak akan ada yang selamat dari sergapan serigala tersebut dalam kondisi seperti ini kecuali sedikit. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memberitakan bahwa ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan merusak agamanya di mana ini tidak lebih ringan dari perusakan serigala tersebut terhadap sekawanan kambing itu, bahkan mungkin sama atau lebih parah.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mengisyaratkan bahwa agama seorang muslim tidak akan selamat bila dia berambisi terhadap harta dan kedudukan di dunia ini kecuali sedikit (dari agamanya), sebagaimana kambing-kambing tersebut tidak selamat dari sergapan serigala melainkan sedikit. Dengan demikian, perumpamaan ini mengandung peringatan keras dari kejahatan ambisi terhadap harta dan kedudukan di dunia.
>> Ambisi terhadap harta ada dua macam:
*Pertama
sangat cinta harta dan sangat berupaya mencarinya dari jalan-jalannya yang mubah serta berlebihan dalam mencarinya. Sangat serius dalam memperolehnya dari berbagai jalannya dengan getol dan bersusah payah.
Terdapat dalam sebagian riwayat bahwa sebab munculnya hadits ini adalah jatuhnya sebagian orang ke dalam jenis ini
Bila dalam ambisi harta benda tidak ada efek kecuali sekadar menyia-nyiakan umur yang mulia yang (membuatnya) tidak berharga –padahal semestinya dapat ia gunakan untuk memperoleh derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal.
Namun dia sia-siakan dengan ambisinya dalam mencari rezeki, yang (sebenarnya) telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jamin dan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi-bagi. Padahal seseorang tidak mendapatkannya melainkan sesuai dengan apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya, lantas ia sendiri tidak memanfaatkannya bahkan meninggalkannya untuk orang lain, berpisah dengannya, tinggal perhitungannya ia tanggung sedang manfaatnya untuk orang lain– cukuplah ini sebagai cela bagi seorang yang ambisius. Seorang yang berambisi menyia-nyiakan waktunya yang mulia dan berspekulasi dengan dirinya.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Yakin adalah engkau tidak mencari ridha manusia dengan mengakibatkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan engkau tidak iri kepada seorang pun karena rezeki yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, engkau tidak mencela seorang pun atas apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala belum berikan kepadamu.
Karena sesungguhnya rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak dapat digiring oleh ambisi seseorang. Tidak pula dapat ditolak oleh kebencian seseorang. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala–dengan keadilan-Nya– menjadikan ketenangan dan kebahagiaannya pada keyakinan dan keridhaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikan kegundahan dan kesedihannya pada keraguan dan kemarahan…
*Kedua,
ambisi terhadap harta lebih dari apa yang disebutkan pada macam yang pertama. Sehingga dia mencari harta dari jalan-jalan yang haram dan tidak menunaikan hak yang wajib.
Ini termasuk syuh (ambisi) yang tercela.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan siapa yang dipelihara dari syuh (kekikiran) dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9)
Dalam Sunan Abu Dawud dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا
“Berhati-hatilah kalian dari syuh (ambisi), karena hal itu menghancurkan orang yang sebelum kalian. Memerintahkan mereka untuk memutus hubungan silaturrahmi, maka mereka memutusnya. Memerintahkan mereka untuk tidak berinfak, mereka pun tidak berinfak. Memerintahkan mereka untuk berbuat jahat, mereka pun berbuat jahat.”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
اتَّقُوا الشُّحَّ فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“Berhati-hatilah kalian dari syuh, karena hal itu telah membuat binasa orang-orang sebelum kalian, membuat mereka menumpahkan darah, dan menghalalkan sesuatu yang diharamkan atas mereka.”
Sekelompok ulama mengatakan:
“Syuh berarti ambisi besar yang membuat penyandangnya mengambil sesuatu yang tidak halal dan tidak mau menunaikan hak yang wajib. Hakikatnya adalah jiwanya sangat merindukan apa yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan dia dilarang darinya, serta seseorang tidak merasa puas dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan berupa harta, kebutuhan nikahnya, ataupun selainnya.”
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah halalkan untuk kita hal-hal yang baik dari makanan, minuman, atau pakaian, serta kebutuhan nikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan memanfaatkan itu semua tanpa melalui jalurnya yang halal.
Allah Subhanahu wa Ta’ala halalkan untuk memerangi orang-orang kafir yang memerangi serta menghalalkan harta mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengharamkan hal-hal yang jelek selain itu dari makanan, minuman, pakaian, dan kebutuhan nikah. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga haramkan atas kita untuk menumpahkan darah tanpa alasan yang benar.
Barangsiapa membatasi diri pada apa yang dihalalkan maka dia adalah seorang mukmin. Sedangkan barangsiapa yang melampaui (batas) kepada yang dilarang maka ini yang disebut syuh yang tercela, dan ini bertentangan dengan iman. Oleh karenanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa syuh itu memerintahkan kepada pemutusan hubungan silaturrahmi, kejahatan, dan kebakhilan.
Kebakhilan itu sendiri bermakna seseorang menahan apa yang ada di tangannya (tidak mau menginfakkannya). Adapun syuh bermakna mengambil sesuatu yang bukan miliknya dengan cara yang zalim dan permusuhan, baik itu harta atau yang lainnya. Sampai-sampai disebut bahwa syuh itu merupakan pokok segala maksiat.
Dengan makna inilah, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan ulama salaf yang lainnya menafsirkan kata syuh dan kebakhilan. Dari sinilah kita mengetahui makna hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak akan berkumpul antara syuh dan iman dalam qalbu seorang mukmin.”
Juga hadits yang lain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Sebaik-baik iman adalah kesabaran dan samahah.”
Kesabaran tersebut ditafsirkan dengan sabar menahan diri dari hal-hal yang diharamkan. Sedangkan samahah di sini ditafsirkan dengan menunaikan kewajiban.
Terkadang kata syuh juga berarti kebakhilan atau sebaliknya. Akan tetapi pada asalnya adalah berbeda antara keduanya sesuai dengan yang kami sebutkan. Ketika ambisi kepada harta itu sampai kepada derajat semacam ini, maka dengan ini agama seseorang akan dengan nyata terkurangi. Karena ia tidak melaksanakan kewajiban dan melakukan yang haram, yang menyebabkan menurunnya agama seseorang tanpa diragukan sehingga tidak tersisa lagi kecuali sedikit. (Syarh Hadits Ma Dzi’bani Ja’i’ani)
Tuesday, March 20, 2012
Jangan Membela Orang Fasik Dan Menghujat Orang Sholeh
Orang bilang bahwa media modern sekuler memiliki motto “bad news is good news”. Artinya setiap kejadian buruk malah menjadi sumber penghasilan.
Oleh karenanya media bermotto seperti itu sangat rajin mengumpulkan dan menyebarluaskan berbagai kejadian yang mengandung kemaksiatan, perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan kriminalitas.
Semakin heboh suatu kejadian semakin bersemangat para kuli tinta sekuler memburunya. Itulah realitas berbagai media yang sejatinya berkarakter “modern sekuler”. Dia tidak peduli jika berita yang disebarluaskan melanggar akhlak ajaran Allah سبحانه و تعالى Al-Islam.
Ia hanya mengutamakan bagaimana caranya agar tiras atau ratingnya tinggi di mata para pembaca, pendengar atau pemirsanya. Semakin tinggi tiras, maka semakin besar income yang dihasilkan. Inilah realita dunia media-massa pada umumnya di zaman penuh fitnah dewasa ini.
Sampai di sini sesungguhnya masalah yang timbul sudah cukup parah. Sebab keadaan ini menjadikan masyarakat setiap hari harus mendengar, menyaksikan dan mengunyah-ngunyah berbagai berita buruk yang sudah barang tentu mempengaruhi otak dan hatinya. Dan akibat selanjutnya masyarakat cenderung mengalami de-sensitisasi (penurunan kehalusan perasaan/penginderaan) terhadap berbagai perilaku kemaksiatan, perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan kriminalitas yang diberitakan media-massa.
Artinya masyarakat kian hari menjadi kian terbiasa dengan berbagai keburukan tersebut sehingga menjadi toleran terhadap semua hal keji itu. Akibat puncaknya hilanglahghirah (kecemburuan) di dalam diri dan akhirnya spirit amar ma’ruf nahi munkar (menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran) menjadi pupus kalau tidak bisa dibilang mati sama sekali.
Sulit menemukan media dewasa ini yang berfungsi sebagai pelita di tengah kegelapan zaman penuh fitnah. Media yang menyebabkan manusia menjadi ingat dan tunduk-merendah kepada sang Pencipta Alam Raya, Allah سبحانه و تعالى . Yang menyebarluaskan optimisme akan masa depan cerah kebangkitan kembali dienullah Al-Islam. Yang meyakinkan masyarakat bahwa hanya dengan kembali kepada Al-Islam sajalah dunia akan menemukan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan hakiki. Yang tidak ikut terkotak ke dalam fanatisme kelompok, golongan maupun partai alias media partisan. Yang senantiasa mengingatkan masyarakat bahwa kehidupan dunia bersifat fana dan bakal sirna, sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan sejati dan abadi. Yang meyakinkan ummat bahwa sepahit apapun penderitaan dunia, sesungguhnya ia tidak setara dan tidak patut disejajarkan dengan kesengsaraan hakiki Murka dan Neraka Allah di akhirat kelak nanti. Yang terus-menerus menyadarkan masyarakat bahwa senikmat apapun kesenangan dunia, namun ia tidak pantas diburu dan dikejar sebagaimana seharusnya berkompetisi memburu kebahagiaan hakiki dan lestari Ridho dan Jannah Allah di akhirat kelak. Yang menyemangati setiap orang beriman agar selalu memperjuangkan ihdal-husnayain (satu dari dua kebaikan), yakni isy kariiman (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) atau mut syahiidan (mati syahid).
Sampai di sini sesungguhnya masalah yang timbul sudah cukup parah. Tetapi masalahnya tidak cuma itu. Sudahlah media yang beredar umumnya sekuler lalu ditambah lagi dengan realitas pahit bahwa masyarakat yang menikmati media seperti itu umumnya merupakan masyarakat yang mudah terprovokasi.
Masyarakat penikmat media sekuler tadi sangat mudah dipancing emosinya untuk berreaksi yang sungguh jauh dari dewasa dan bertanggung-jawab, apalagi bersikap Islami...! Dalam merespon media penyebar kerusakan kebanyakan masyarakat terbelah menjadi dua. Sebagian menjadi corong yang turut menyebarkan lebih lanjut apapun berita atau info media tadi. Padahal boleh jadi sebenarnya berita yang disebarkan tidak benar alias palsu.
Sehingga kadangkala orang yang menyebarkan berita tadi tanpa sadar telah terlibat dalam menghujat orang yang sholeh semata-mata karena ia tidak suka kepada orang tersebut atau kelompok dimana orang tersebut merupakan anggota di dalamnya. Tetapi bisa juga terjadi bahwa tanpa sadar kita secara membabi-buta alias taqlid membela orang yang memang benar-benar terlibat suatu kemaksiatan semata-mata karena yang diberitakan itu adalah kawan dekat atau teman sekelompok, golongan atau partai.
Sungguh kita sedang menjalani era penuh fitnah. Masyarakat begitu mudahnya terpancing untuk harus berfihak ketika mengikuti suatu isyu yang ditebar media. Seolah hanya ada dua pilihan sikap. Menyetujui isi pemberitaan atau mengingkarinya. Padahal menyetujui seringkali berarti turut menebar fitnah, gosip dan dusta. Sebaliknya, mengingkari terkadang menyebabkan hilangnya sikap obyektif dan menyuburkan fanatisme kelompok yang bersifat irrasional. Right or wrong is my group, my organization and my party. Oleh karenanya Allah سبحانه و تعالى sangat mengharuskan seorang muslim bersikap adil dan obyektif.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ
شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ
أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. (QS An-Nisa 135)
Janganlah karena fihak yang memperoleh pemberitaan negatif di media adalah “orang dekat” kita maka dengan membabi-buta kita bela dia. Seolah orang dekat kita itu tidak pernah terlibat kesalahan dan dosa.
Waspadalah saudaraku, jangan sampai tanpa sadar kita malah membela dengan kacamata kuda seseorang yang sebenarnya dikategorikan Allah سبحانه و تعالى sebagai orangfasiq (jahat). Janganlah spirit keorganisasian dibiarkan berkembang menjadi virus ta’ashshub (fanatisme golongan) yang dibenci Allah سبحانه و تعالى dan Rasulullah Muhammad صلى الله عليه و سلم .
Ingat, semua kita pasti akan mempertanggung-jawabkan apapun yang telah kita sikapi, ucapkan dan perbuat.
Jangan asal membeo kepada fihak yang kita merasa sudah dekat dengannya. Padahal siapapun di dunia ini –selain Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم - bisa tergelincir ke dalam kesalahan dan dosa. Selain Allah سبحانه و تعالى dan RasulNya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم tidak ada fihak yang dapat meng-claim dirinya atau kelompoknya sebagai pemilik kebenaran sejati.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(QS Al-Israa 36)
Seperti misalnya kasus seorang pejabat aktifis Islam yang mengutip ayat dari Kitab Suci selain Al-Qur’an. Maka timbul kehebohan di masyarakat. Banyak aktifis Islam lainnya yang mengecam perbuatan tersebut. Mereka memandang apa perlunya tindakan seperti itu dilakukan, tidakkah cukup mengutip dari Al-Qur’an saja sebagai daftar firman Allah سبحانه و تعالى yang telah sempurna dan lengkap? Kemudian secara otomatis muncullah pembelaan dari aktifis seorganisasi dengan pejabat tersebut. Ia melakukan pembelaan yang sedemikian ilmiah dalam sebuah tulisan panjang.
Maksudnya adalah memberikan alasan argumentatif dalam rangka justifikasi perbuatan sang pejabat. Tulisan tersebut cukup bermutu. Tetapi sayang ketika sang pejabat itu sendiri di-tabayyun (dimintai penjelasannya) kemudian diwawancarai langsung oleh media untuk ditanyakan apa sebenarnya latar belakang ia mengutip Kitab Suci selain Al-Qur’an, maka ia mengaku dirinya merupakan sosok inklusif yang menghadirkan Islam Rahmatan Lil 'Alamien.
Lalu ia mengatakan bahwa penyebutan terhadap ayat di Kitab Suci selain Al-Qur’an itu menunjukkan partainya tidak memiliki pandangan sempit. Artinya, apa yang begitu panjang lebar dan ilmiah dijadikan pembelaan oleh kawan separtainya justeru dibantah oleh pejabat itu sendiri. Ini sudah cukup bagi kita untuk memperoleh gambaran akan situasi yang sebenarnya. Wallahu a’lam.
Tetapi demikian pula sebaliknya, janganlah kebencian kita kepada orang atau kelompok tertentu menyebabkan kita ikut-ikutan menjadi usil sebagaimana usilnya para insan media sekuler. Semata-mata karena kita senang melihat fihak lawan politik kita tersingkap aib dan kelemahannya di depan publik.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ
شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ
وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَى أَلا تَعْدِلُوا
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS Al-Maidah 8)
Betapapun tidak setujunya kita terhadap kiprah seseorang atau suatu kelompok tertentu hal itu tidak boleh menjadi pembenaran atas penyebarluasan aib dan kesalahan mereka.
Kita harus senantiasa ingat dan yakin bahwa para malaikat tidak pernah lalai mencatat setiap perbuatan manusia, baik dikerjakan di tempat terbuka maupun tertutup. Dan Allah سبحانه و تعالى merupakan Dzat Yang Maha Adil. Allah سبحانه و تعالى pasti akan memberikan ganjaran yang setimpal atas setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun. Setiap amal kebaikan akan memperoleh reward yang setimpal dan setiap amal keburukan memperoleh hukuman yang juga setimpal.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.(QS Az-Zalzalah 7-8)
Oleh karenanya media bermotto seperti itu sangat rajin mengumpulkan dan menyebarluaskan berbagai kejadian yang mengandung kemaksiatan, perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan kriminalitas.
Semakin heboh suatu kejadian semakin bersemangat para kuli tinta sekuler memburunya. Itulah realitas berbagai media yang sejatinya berkarakter “modern sekuler”. Dia tidak peduli jika berita yang disebarluaskan melanggar akhlak ajaran Allah سبحانه و تعالى Al-Islam.
Ia hanya mengutamakan bagaimana caranya agar tiras atau ratingnya tinggi di mata para pembaca, pendengar atau pemirsanya. Semakin tinggi tiras, maka semakin besar income yang dihasilkan. Inilah realita dunia media-massa pada umumnya di zaman penuh fitnah dewasa ini.
Sampai di sini sesungguhnya masalah yang timbul sudah cukup parah. Sebab keadaan ini menjadikan masyarakat setiap hari harus mendengar, menyaksikan dan mengunyah-ngunyah berbagai berita buruk yang sudah barang tentu mempengaruhi otak dan hatinya. Dan akibat selanjutnya masyarakat cenderung mengalami de-sensitisasi (penurunan kehalusan perasaan/penginderaan) terhadap berbagai perilaku kemaksiatan, perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan kriminalitas yang diberitakan media-massa.
Artinya masyarakat kian hari menjadi kian terbiasa dengan berbagai keburukan tersebut sehingga menjadi toleran terhadap semua hal keji itu. Akibat puncaknya hilanglahghirah (kecemburuan) di dalam diri dan akhirnya spirit amar ma’ruf nahi munkar (menegakkan kebaikan dan mencegah kemungkaran) menjadi pupus kalau tidak bisa dibilang mati sama sekali.
Sulit menemukan media dewasa ini yang berfungsi sebagai pelita di tengah kegelapan zaman penuh fitnah. Media yang menyebabkan manusia menjadi ingat dan tunduk-merendah kepada sang Pencipta Alam Raya, Allah سبحانه و تعالى . Yang menyebarluaskan optimisme akan masa depan cerah kebangkitan kembali dienullah Al-Islam. Yang meyakinkan masyarakat bahwa hanya dengan kembali kepada Al-Islam sajalah dunia akan menemukan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan hakiki. Yang tidak ikut terkotak ke dalam fanatisme kelompok, golongan maupun partai alias media partisan. Yang senantiasa mengingatkan masyarakat bahwa kehidupan dunia bersifat fana dan bakal sirna, sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan sejati dan abadi. Yang meyakinkan ummat bahwa sepahit apapun penderitaan dunia, sesungguhnya ia tidak setara dan tidak patut disejajarkan dengan kesengsaraan hakiki Murka dan Neraka Allah di akhirat kelak nanti. Yang terus-menerus menyadarkan masyarakat bahwa senikmat apapun kesenangan dunia, namun ia tidak pantas diburu dan dikejar sebagaimana seharusnya berkompetisi memburu kebahagiaan hakiki dan lestari Ridho dan Jannah Allah di akhirat kelak. Yang menyemangati setiap orang beriman agar selalu memperjuangkan ihdal-husnayain (satu dari dua kebaikan), yakni isy kariiman (hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) atau mut syahiidan (mati syahid).
Sampai di sini sesungguhnya masalah yang timbul sudah cukup parah. Tetapi masalahnya tidak cuma itu. Sudahlah media yang beredar umumnya sekuler lalu ditambah lagi dengan realitas pahit bahwa masyarakat yang menikmati media seperti itu umumnya merupakan masyarakat yang mudah terprovokasi.
Masyarakat penikmat media sekuler tadi sangat mudah dipancing emosinya untuk berreaksi yang sungguh jauh dari dewasa dan bertanggung-jawab, apalagi bersikap Islami...! Dalam merespon media penyebar kerusakan kebanyakan masyarakat terbelah menjadi dua. Sebagian menjadi corong yang turut menyebarkan lebih lanjut apapun berita atau info media tadi. Padahal boleh jadi sebenarnya berita yang disebarkan tidak benar alias palsu.
Sehingga kadangkala orang yang menyebarkan berita tadi tanpa sadar telah terlibat dalam menghujat orang yang sholeh semata-mata karena ia tidak suka kepada orang tersebut atau kelompok dimana orang tersebut merupakan anggota di dalamnya. Tetapi bisa juga terjadi bahwa tanpa sadar kita secara membabi-buta alias taqlid membela orang yang memang benar-benar terlibat suatu kemaksiatan semata-mata karena yang diberitakan itu adalah kawan dekat atau teman sekelompok, golongan atau partai.
Sungguh kita sedang menjalani era penuh fitnah. Masyarakat begitu mudahnya terpancing untuk harus berfihak ketika mengikuti suatu isyu yang ditebar media. Seolah hanya ada dua pilihan sikap. Menyetujui isi pemberitaan atau mengingkarinya. Padahal menyetujui seringkali berarti turut menebar fitnah, gosip dan dusta. Sebaliknya, mengingkari terkadang menyebabkan hilangnya sikap obyektif dan menyuburkan fanatisme kelompok yang bersifat irrasional. Right or wrong is my group, my organization and my party. Oleh karenanya Allah سبحانه و تعالى sangat mengharuskan seorang muslim bersikap adil dan obyektif.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ
شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ
أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. (QS An-Nisa 135)
Janganlah karena fihak yang memperoleh pemberitaan negatif di media adalah “orang dekat” kita maka dengan membabi-buta kita bela dia. Seolah orang dekat kita itu tidak pernah terlibat kesalahan dan dosa.
Waspadalah saudaraku, jangan sampai tanpa sadar kita malah membela dengan kacamata kuda seseorang yang sebenarnya dikategorikan Allah سبحانه و تعالى sebagai orangfasiq (jahat). Janganlah spirit keorganisasian dibiarkan berkembang menjadi virus ta’ashshub (fanatisme golongan) yang dibenci Allah سبحانه و تعالى dan Rasulullah Muhammad صلى الله عليه و سلم .
Ingat, semua kita pasti akan mempertanggung-jawabkan apapun yang telah kita sikapi, ucapkan dan perbuat.
Jangan asal membeo kepada fihak yang kita merasa sudah dekat dengannya. Padahal siapapun di dunia ini –selain Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم - bisa tergelincir ke dalam kesalahan dan dosa. Selain Allah سبحانه و تعالى dan RasulNya Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم tidak ada fihak yang dapat meng-claim dirinya atau kelompoknya sebagai pemilik kebenaran sejati.
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(QS Al-Israa 36)
Seperti misalnya kasus seorang pejabat aktifis Islam yang mengutip ayat dari Kitab Suci selain Al-Qur’an. Maka timbul kehebohan di masyarakat. Banyak aktifis Islam lainnya yang mengecam perbuatan tersebut. Mereka memandang apa perlunya tindakan seperti itu dilakukan, tidakkah cukup mengutip dari Al-Qur’an saja sebagai daftar firman Allah سبحانه و تعالى yang telah sempurna dan lengkap? Kemudian secara otomatis muncullah pembelaan dari aktifis seorganisasi dengan pejabat tersebut. Ia melakukan pembelaan yang sedemikian ilmiah dalam sebuah tulisan panjang.
Maksudnya adalah memberikan alasan argumentatif dalam rangka justifikasi perbuatan sang pejabat. Tulisan tersebut cukup bermutu. Tetapi sayang ketika sang pejabat itu sendiri di-tabayyun (dimintai penjelasannya) kemudian diwawancarai langsung oleh media untuk ditanyakan apa sebenarnya latar belakang ia mengutip Kitab Suci selain Al-Qur’an, maka ia mengaku dirinya merupakan sosok inklusif yang menghadirkan Islam Rahmatan Lil 'Alamien.
Lalu ia mengatakan bahwa penyebutan terhadap ayat di Kitab Suci selain Al-Qur’an itu menunjukkan partainya tidak memiliki pandangan sempit. Artinya, apa yang begitu panjang lebar dan ilmiah dijadikan pembelaan oleh kawan separtainya justeru dibantah oleh pejabat itu sendiri. Ini sudah cukup bagi kita untuk memperoleh gambaran akan situasi yang sebenarnya. Wallahu a’lam.
Tetapi demikian pula sebaliknya, janganlah kebencian kita kepada orang atau kelompok tertentu menyebabkan kita ikut-ikutan menjadi usil sebagaimana usilnya para insan media sekuler. Semata-mata karena kita senang melihat fihak lawan politik kita tersingkap aib dan kelemahannya di depan publik.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ
شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ
وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَى أَلا تَعْدِلُوا
اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS Al-Maidah 8)
Betapapun tidak setujunya kita terhadap kiprah seseorang atau suatu kelompok tertentu hal itu tidak boleh menjadi pembenaran atas penyebarluasan aib dan kesalahan mereka.
Kita harus senantiasa ingat dan yakin bahwa para malaikat tidak pernah lalai mencatat setiap perbuatan manusia, baik dikerjakan di tempat terbuka maupun tertutup. Dan Allah سبحانه و تعالى merupakan Dzat Yang Maha Adil. Allah سبحانه و تعالى pasti akan memberikan ganjaran yang setimpal atas setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun. Setiap amal kebaikan akan memperoleh reward yang setimpal dan setiap amal keburukan memperoleh hukuman yang juga setimpal.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.(QS Az-Zalzalah 7-8)
Subscribe to:
Posts (Atom)